Sejak dulu, Javvas itu anak yang ambisius terhadap suatu hal. Jika ia ingin menjadi juara pertama, maka Javvas akan mengusahakan yang terbaik untuk mendapatkan posisi itu. Apa pun usaha yang harus ia lakukan, akan Javvas lakukan.
Jika ia ingin handal menaiki sepeda, maka ia harus belajar mati-matian agar bisa. Jika ia ingin membuat ayah dan bunda bangga, maka Javvas mengusahakan banyak hal agar keduanya bangga pada apa yang ia capai.
Semua Javvas lakukan dengan penuh ambisi.
Sampai terkadang, Javvas keras pada dirinya sendiri. Tidak akan berhenti bila keinginan itu belum terwujud. Tidak akan istirahat, sebelum keinginan nya tercapai. Tidak akan tidur, sebelum semuanya bisa di genggam di telapak tangan nya.
Sifat Ilham benar-benar menurun pada Javvas. Tanpa terkecuali. Bahkan sifat buruk laki-laki itu sekalipun. Sifat yang selalu memaksakan diri, terhadap sesuatu yang mungkin tidak di takdirkan untuk menjadi milik mereka.
Lima hari lagi, Javvas akan pergi ke Makassar untuk memenuhi tanggung jawab nya sebagai siswa yang mewakili sekolah. Di pundaknya, Javvas bukan hanya membawa nama baiknya sendiri, melainkan membawa nama ayah, bundanya, terutama sekolah. Banyak hal yang menjadi tanggung jawab Javvas di lima hari ke depan.
Cowok itu bahkan tidak memiliki waktu untuk sekadar terlelap damai. Event sekolah semakin dekat, begitu juga perlombaan lain yang harus cowok itu ikuti. Membuat Javvas terkadang ingin menyerah.
Selama dua hari ini, Javvas tidak lagi mengikuti rapat OSIS, semuanya Javvas serahkan kepada sang wakil. Setiap istirahat, Javvas akan mengunci diri di ruangan nya, tanpa ingin di ganggu oleh siapa pun. Bahkan selama dua hari ini, Javvas tertidur di ruangan nya sendiri, tanpa kembali ke apartemen.
Tentunya tanpa memberi Saga sebuah penjelasan, sejak pertengkaran mereka pagi itu.
Javvas sadar, hubungannya dengan Saga semakin renggang. Menghela napas, Javvas mengusap tengkuk nya yang terasa pegal, karena sejak tadi menunduk menatap kertas-kertas soal miliknya. Melirik jam tangan yang melingkar apik di tangan kiri nya, sepertinya Javvas memang harus kembali ke kelas.
"Bang-eh, maksud gue, Javvas." Begitu membuka pintu, Javvas di kejutkan oleh sosok Saga yang berdiri di depan nya. "Gue mau ngomong sebentar, sama lo. Bisa? Plis, gue udah berdiri di sini dari tadi."
Menatap wajah Saga sejenak, Javvas akhirnya menganggukkan kepala. Meminta anak itu agar masuk ke ruangan nya. Kini mereka duduk di sofa panjang yang ada di ruangan ini.
"Ngomong apa?" tanya Javvas membuka suara.
"Lo ... dua hari ini, kemana aja? Kenapa nggak pernah pulang lagi ke apartemen?"
"Gue sibuk, sebentar lagi gue bakal berangkat ke Makassar."
"Gitu, ya?" Saga mengangguk paham. "Terus, selama dua hari ini, lo tidur di mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Ujung Rumput dalam Lumpur
Teen FictionIni tentang posisi yang selalu membuat orang lain iri. Yang katanya, posisi ini adalah impian semua orang, karena yang paling berpotensi untuk mendapat banyak afeksi. Si bungsu. Yang kata orang-orang adalah anak manja dan anak yang paling mungkin...