23. Senyum Terakhir

8.5K 584 61
                                    

"Pake aja deh motor gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pake aja deh motor gue. Nih, kunci nya!" Jendral menyerahkan kunci motor miliknya pada Javvas.

"Yakin? Nanti lo pulang nya gimana?"

"Gampang."

Ini sudah hari kesembilan pasca Saga melakukan operasi. Dan setelah menginap lima hari di rumah sakit, serta meminta ijin sakit dari sekolah selama empat hari, ini adalah hari pertama Saga bersekolah lagi.

Namun, kejadian sial menimpa si kembar rupanya. Ban motor Javvas bocor, sedangkan Pak Maman tidak bias menjemput. Awalnya, Javvas ingin memesan taxi online, sebelum Jendral datang dan menyarankan agar membawa motor nya saja.

"Yaudah, deh, besok pagi gue anter ke rumah lo motor nya." ucap Saga yang sejak tadi hanya menyimak pembicaraan Jendral dan Javvas.

"Nggak perlu. Udah sana pergi!"

"Kok ngusir?!"

Jendral berdecak kesal, mengabaikan Saga dengan memilih berjalan pergi begitu saja. Sedangkan Javvas terkekeh kecil, adiknya memang paling pintar membuat orang lain emosi.

"Ayo naik!" Tahu-tahu, Javvas sudah duduk manis di atas jok motor milik Jendral. Bahkan helm full-face nya pun sudah terpasang apik melindungi wajah tampan Javvas.

"Iya-iya! Sabarrr ...," Saga buru-buru memakai helm-nya sendiri.

Lagi, Javvas hanya terkekeh kecil. Sudah lama rasanya tidak merasakan hubungan yang sedekat ini dengan Saga. Apalagi saat dulu, Saga yang sering menarik diri. Anak itu berusaha untuk menciptakan sekat di antara mereka. Namun sekarang, sekat itu berhasil runtuh. Semuanya sudah berjalan baik-baik saja sekarang.

Motor melaju dengan kecepatan sedang, karena Javvas masih mengingat pesan Aska. Sebenarnya, Saga itu belum diijinkan untuk menghirup udara luar secara sembarangan, apalagi dengan naik motor seperti ini. Tapi, Saga tetap Saga, anak itu terlalu keras kepala.

"Bang! Kebut dikit ngapa?!" ucap Saga sedikit berteriak. Dan memajukan wajah nya, hingga bersandar pada bahu yang lebih tua.

"Mau ngebut? Gue turunin lo di sini!"

"Yaelahhhhhh! Nggak seru, lo!" Bukan Saga jika tidak keras kepala. Anak itu justru memukul bahu Javvas beberapa kali.

"Sakit woi!!" Javvas tidak berbohong, pukulan Saga semakin lama semakin keras. "Berhenti, Ga! Bisa jatoh kita!"

"Ya makanya ngebut, dong! Dikiiiit aja!"

"Ck! Pegangan!"

"Yesssss!!" Dengan begitu, tangan Saga sudah memegang erat jaket Javvas. Seperti permintaan Saga barusan, motor perlahan melaju dengan kecepatan yang agak kencang dari beberapa saat lalu. "Gue jarang bisa naik motor sama lo, Bang. Ternyata asik juga."

Suara Saga barusan tentu saja tidak terdengar oleh Javvas. Karena selain kecepatan kendaraan mereka saat ini, jalanan juga tengah ramai oleh kendaraan yang lain. Sudah hampir sore, wajar bila jalanan mulai padat.

|✔| Ujung Rumput dalam LumpurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang