"Kita nggak bisa masuk!" Justin menatap orang-orang dengan dingin. "Tempat itu di pasang peledak. Kita nggak bisa sembarangan masuk." katanya melanjutkan.
"Kenapa tempat itu di pasang peledak, Om?" Ragu-ragu, Saga bertanya. Melihat Justin yang nampak tenang, walau sebenarnya tengah menyembunyikan kegelisahan, Saga semakin merasa bersalah.
"Karena ... tempat itu khusus mereka buat untuk kamu." Justin menjawab ragu. Setelah anak buahnya menginfokan demikian, Justin jadi menatap prihatin pada anak di depannya ini.
Kedua tangan Ilham dan Javvas mengepal kala mendengar itu. Lalu, Ilham membuka suara. "Lalu, apakah nggak ada cara lain? Kita nggak cuma bisa diam saja, 'kan?"
"Ada," Justin kembali menatap layar komputer di depannya. Salah seorang anak buahnya tengah menjadi mata-mata di sana. "Tapi, harus ada yang berkorban."
"Maksud Om?" Javvas bertanya untuk memperjelas maksud dari ucapan laki-laki seusia ayahnya ini.
Menghela napas, tatapan Justin jatuh pada Saga. "Sejak awal, yang mereka mau itu Saga. Kalau kita mau menyelematkan Jendral dan temannya, maka harus ada yang berkorban."
"Nggak bisa—"
"Bisa! Aku bisa!" Saga buru-buru memotong kalimat ayahnya. Tak mengizinkan siapa pun untuk kembali bersuara, Saga buru-buru berkata. "Aku bisa. Kita cuma harus barter aja, 'kan? Biar aku yang gantiin Jendral sama Dimas. Aku yakin, Om Gilsam nggak akan apa-apain aku."
"Dek! Nggak bisa gitu! Itu bahaya. Ayah nggak mau melihat anak Ayah masuk ke kandang serigala. Kita pasti punya cara lain yang lebih aman dari pada ini. Pasti!"
"Ayah bener! Denger gue," Javvas meraih bahu adiknya, lalu kini membuat mereka saling berhadapan. "Jendral sama Dimas memang penting, tapi lo juga penting, Ga. Gue janji bakal cari cara. Tapi plis, jangan pakai cara ini. Gue nggak bisa."
Saga tersenyum.. Perlahan-lahan melepas tangan Javvas di bahunya. "Tenang aja, seperti yang gue bilang, Om Gilsam nggak akan bunuh gue. Percaya sama gue. Oke?"
"Tetap nggak bisa, Saga! Lo ngerti nggak, sih?!"
Seolah tuli akan sentakan dari yang lebih tua, Saga berbalik menatap Justin. "Om, kita nggak punya banyak waktu. Ayo pergi ke sana, dan buat perjanjian."
"Dek! Nggak!" Ilham maju, meraih lengan Saga dan hendak membawanya pergi. Namun Saga justru menatap Justin, seolah meminta agar siapa pun dapat menahan ayah dan kakaknya di sini. Setidaknya sampai dirinya kembali lagi nanti.
Justin mengerti, lalu dengan gerakan tangan, beberapa orang pria berbadan besar datang dan menangkap Ilham serta Javvas.
"Lepasin gue!! Saga, lo jangan gila!!"
"Dek, ayo bicara dulu sama Ayah. Kita bicara berdua, ya? Kita cari solusinya sama-sama. Ayah tau kamu khawatir sama Jendral dan Dimas, tapi ini bukan cara yang terbaik. Mereka juga pasti nggak akan setuju. Ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Ujung Rumput dalam Lumpur
Teen FictionIni tentang posisi yang selalu membuat orang lain iri. Yang katanya, posisi ini adalah impian semua orang, karena yang paling berpotensi untuk mendapat banyak afeksi. Si bungsu. Yang kata orang-orang adalah anak manja dan anak yang paling mungkin...