31. Dunia yang Bising

5.4K 468 46
                                    

Jendral dan Dimas saling menatap satu sama lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jendral dan Dimas saling menatap satu sama lain. Lalu, Jendral berkata, "Gue masih belum bisa nemuin informasi tentang siapa yang kirim tweet itu ke manfess sekolah." Untuk kali ini, Jendral bahkan merasa lawannya bermain dengan cantik. Orang-orang nya bahkan belum bisa menemukan pelaku di balik pengiriman berita bohong tersebut.

"Gue udah coba kontak anak-anak OSIS yang pegang akun base, tapi mereka juga nggak bisa kasih info apa-apa. Kita udah dapet akun nya, tapi untuk melacak akun itu, kenapa susah banget?" Dimas membalas, dengan masih memperhatikan layar laptop Jendral yang menyala. Saat ini, keduanya tengah berada di markas Jendral setelah untuk pertama kalinya Dimas memutuskan untuk membolos, dan mengikuti Jendral kemari.

"Itu dia. Kali ini, om nya si Javvas nggak main-main. Gue yakin, ada orang hebat di belakang mereka. Gue harus minta tolong sama Papi."

"Nggak ngerepotin bokap lo?"

"Nggak akan. Tenang aja, Papi sayang gue. Gue minta beliin pulau detik ini juga, pasti bakal dikabulin sama Papi."

Dimas mendengkus, malas meladeni sifat narsistik Jendral. "Semoga aja deh. Oiya, gimana keadaan Saga?"

Menatap Dimas sejenak, sebelum akhirnya kembali mengalihkan pandangan menatap layar ponselnya, Jendral membalas. "Javvas semalem ngabarin, kalau dia aman. Terus tadi pagi juga Javvas bilang, kalau Saga udah sadar. Lo mau kesana, jenguk dia?"

Siapa sangka, jika Dimas justru menggelengkan kepala. "Kapan-kapan, deh. Gue pengen selesain ini secepatnya. Nggak tahan gue baca komentar di base sampah itu. Mana sekarang beritanya juga lagi naik-naiknya. Nggak kebayang, kalau Saga baca semua komentar itu."

Setelah mendengar itu, Jendral memutuskan untuk menunda sejenak niatnya yang akan menelpon orang rumah. Jendral simpan kembali ponsel nya ke atas meja. "Gue juga heran, kenapa orang-orang suka banget komentar semaunya. Padahal mereka tuh baru denger dari satu sisi, belum denger dari sisi yang lain. Tapi udah pada ngehujat aja. Ibarat, mah, jangan langsung percaya sama sesuatu yang kebenarannya belum terbukti. Cuma modal tulisan dan cerita sedih, mereka gampang banget percaya. Padahal kalau mau di pikir pake nalar, tulisan itu masih belum bisa dipercaya, karena belum ada bukti kuat. Nggak tau lagi, deh, gue."

"Hmm. Mungkin cuma sekitar 20% orang yang masih waras dan bijak menyikapi masalah ini. Mereka pilih netral dulu, nggak ngebela korban dan nggak menghakimi pelaku. Kadang justru orang-orang yang kayak gini bakal ikutan di hujat. Nanti kalau ketahuan siapa yang salah dan siapa yang bener, baru deh pada menghilang satu-satu."

"Nah! Gue cuma berharap nggak ada berita kebohongan yang lain. Masalah ini udah cukup parah, jangan sampe ada yang lain. Kasian Saga."

"Gue juga berharap yang sama."

Bersamaan dengan jawaban Dimas, ponsel Jendral berdering. Cowok itu segera mengangkat panggilan dari salah satu temannya, yang Jendral perintahkan untuk mengawasi sekolah selama dirinya tidak ada.

|✔| Ujung Rumput dalam LumpurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang