Jarum jam terasa bergerak sangat lambat bagi Saga. Tatapan matanya juga sesekali beradu pandang dengan seseorang yang duduk di seberang sana. Oma, yang tiba-tiba datang saat dirinya bahkan baru saja membuka mata. Jantungnya bertalu-talu, saat menyadari, jika di ruangan ini hanya berisi dirinya dan sang oma.
"Katanya, kamu gagal menang?" Oma bertanya, membuka suara setelah sekian lama diam dan hanya memandang datar Saga. Kedua tangan oma terlipat di depan dada, dengan tubuh yang bersandar pada sofa.
"I-Iya, Oma. Maaf ...,"
"Sudah Oma duga sebelumnya. Mau bagaimana lagi, kamu ini memang paling lain dari yang lain. Oma bisa apa?"
"Jangan bilang gitu, Oma. Setelah aku sembuh nanti, aku janji akan ikut lomba lagi. Janji, kali ini bakal menang."
Mendengar itu, oma justru tertawa. "Memang bisa? Coba bilang sama Oma, sudah berapa kali kamu mengatakan janji seperti ini? Tapi, apa? Mana buktinya?"
Saga tidak bisa membalas apa-apa, karena yang oma katakan sepenuhnya benar. Se-tidak berguna itu dirinya. "Kasih aku satu kesempatan lagi, Oma."
Oma mendengkus, lalu bangkit menuju ranjang Saga. Tanpa aba-aba, oma menarik tangan Saga agar anak itu terduduk. Tangan nya yang masih tertancap infus, di tarik dengan begitu tiba-tiba, membuat Saga terkejut tentu saja.
"Aww, Oma! Tangan aku sakit!"
Mengabaikan ucapan sang cucu, oma hendak menarik Saga turun, namun semua terhenti saat pintu terbuka dengan kasar. Ilham, laki-laki itu membulatkan kedua mata nya terkejut. Apalagi saat melihat bagaimana sang ibu mencengkram tangan Saga erat, sampai darah naik ke selang infus.
"Ibu!! Ibu ini apa-apaan?! Lepaskan Saga!" Ilham berjalan cepat ke arah mereka berdua, menarik tangan ibunya dengan kasar. "Keterlaluan! Ibu mau buat anak aku mati?"
"Apa peduli kamu? Kamu berani bentak Ibu demi membela anak nggak berguna ini?!"
"Anak nggak berguna apa? Dia anak aku! Siapa bilang dia nggak berguna?! Ibu jangan macam-macam. Ini rumah sakit, aku bisa minta satpam untuk usir Ibu dari sini."
"Keterlaluan kamu Ilham!!"
"Ayah!" Untuk pertama kalinya, Saga melihat bagaimana tangan lembut oma menyakiti sang ayah. Walau dada nya juga merasakan sebuah desiran aneh, saat bagaimana ayah membelanya seperti ini.
Tamparan ini tidak berarti apa-apa untuk Ilham, laki-laki itu tetap melayangkan tatapan tajam pada ibunya. "Ibu lebih baik pulang sekarang. Aku menyesal karena mengijinkan Ibu bertemu dengan Saga. Sebelum aku menjadi lebih kurang ajar, silahkan Ibu pergi sendiri."
Wajah oma yang terlihat keriput dibeberapa bagian, tidak bisa menutupi bahwa wanita itu terlihat menahan amarah dan juga tidak percaya dengan kata-kata sang putra. "Baik!" ucap oma. Kemudian menghela napas, sebelum melanjutkan, "Ibu tunggu kamu di rumah! Kita selesaikan semuanya di sana!"
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Ujung Rumput dalam Lumpur
Teen FictionIni tentang posisi yang selalu membuat orang lain iri. Yang katanya, posisi ini adalah impian semua orang, karena yang paling berpotensi untuk mendapat banyak afeksi. Si bungsu. Yang kata orang-orang adalah anak manja dan anak yang paling mungkin...