33. Sapaan Merindu

4.8K 438 74
                                    

"Anda harus berjanji pada saya, bahwa Saga akan kembali dengan sehat dan aman!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anda harus berjanji pada saya, bahwa Saga akan kembali dengan sehat dan aman!"

Ilham merenung di pukul dua dini hari ini. Sehari sudah berlalu, namun kabar tentang Saga belum juga terdengar di rungu. Anak-anak buahnya tetep mengawasi tempat kejadian, pun dengan orang-orang milik Justin yang kini menyebar dan tengah merencanakan sesuatu. Liza sudah tahu, dan wanita itu kini tengah mendiami Ilham karena merasa marah pada laki-laki itu. Sedangkan oma sendiri, terdiam dengan wajah tuanya yang kebingungan dan putus asa, atas apa yang kini menimpa hidup anak serta sang cucu.

Javvas, adalah satu-satunya yang telihat paling kuat, karena Javvas merasa memiliki tanggung jawab atas orang tuanya saat ini. Jikalau dirinya ikut jatuh dan lemah, maka om-nya akan semakin tertawa keras di sana. Bersama dengan Jendral dan Dimas, Javvas mulai mengikuti permainan yang sedang berlangsung.

Video dimana kala Julian mendorong Saga ke danau, kini sudah tersebar di sosial media, berkat usaha Dimas. Bahkan pengirim tweet di manfess beberapa waktu lalu juga kini telah diamankan. Intinya, baik dari pihak Ilham atau pun Gilsam, tengah sama-sama melancarkan aksi saling menyerang.

"Ilham, masuk! Jangan duduk di sana, angin malam nggak baik untuk kesehatan." Suara lembut Oma menyentak lamunan Ilham. Laki-laki itu sontak menoleh ke belakang, menatap ibunya yang kini berjalan mendekat ke arahnya.

"Ibu belum tidur, atau kebangun?" tanya Ilham.

"Ibu kebangunan. Lalu langsung mengecek Javvas di kamar nya. Setelah itu melihat Liza yang juga belum terlelap, dia bahkan nggak memakan makan malamnya. Dan sekarang, Ibu justru lihat kamu duduk sendirian di sini. Jangan gini, Nak, nanti kamu sakit. Saga masih butuh kamu, jadi kamu nggak boleh jatuh dulu."

Cinta pertama seorang anak laki-laki adalah ibunya, begitu lah yang Ilham rasakan. Biar bagaimana pun perilaku ibunya di masa lalu, hubungan mereka tidak akan pernah berubah. Mereka tetap seoarang anak dan seorang ibu. Ilham tidak munafik, bahwa setelah kepergian ayahnya, ibunya lah yang telah berjuang mati-matian untuk mempertahankan bisnis keluarga.

Ilham berjalan mendekati ibunya yang kini duduk di atas sofa. Tak lama, Ilham merebahkan kepalanya di kedua paha wanita itu, menjadikan pangkuan sang ibunda sebagai sandaran terakhirnya. "Sekarang aku lagi merenung, Bu. Merenungi semuanya. Ternyata benar, manusia itu tamak, tidak pernah ada rasa puas di hatinya. Begitu lah yang aku rasa."

Tangan Oma dengan lembut mengusap kepala sang putra. "Ilham, Ibu itu tegas dan jahat di mata anak-anaknya. Ibu mendidik kalian dengan keras, semata-mata karena Ibu ingin kalian tetap berdiri dengan kaki sendiri, di saat Ibu sudah tidak ada di sini nanti. Ibu ingin memastikan semua anak-anak Ibu hidup aman dan sehat. Tapi, Ibu lupa. Kalau kehidupan anak-anak adalah milik kalian sendiri, bukan milik Ibu. Ternyata, Ibu sudah gagal. Gagal menjadi Ibu yang baik."

"Bu-"

"Di dalam hati Ibu, tidak pernah ada perbedaan dalam memberi kasih sayang di antara kamu, kakak-kakak kamu, dan Gilsam. Semuanya sama rata. Karena bagi Ibu, tidak ada yang namanya anak angkat. Kalian semua anak Ibu, kalian permata yang harus Ibu jaga." Air mata wanita itu tak terbendung lagi. Oma menangis. Hanya bisa pasrah dengan kehancuran yang tengah melanda. Kini nyawa cucunya yang tidak bersalah, tengah menjadi taruhan.

|✔| Ujung Rumput dalam LumpurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang