Liza tidak pernah tahu, jika harinya yang biasanya sendu, kini ramai riuh akibat pertengkaran kecil yang di ciptakan oleh kelima lelaki berbeda usia, yang saat ini tengah saling berebut selang air di halaman depan rumah nya. Akhir pekan ini, rumah nya kedatangan tamu tak diundang, yang siapa sangka, jika tamu-tamu tersebut akan mampu menciptakan bahagia diantara putra dan suaminya.
Dimas dan Jendral. Tamunya yang kini juga ikut bergelut dengan Ilham, Javvas serta Saga untuk saling menyiram diri mereka dengan air. Panas terik tak di hiraukan, pun dengan kicauan amarah yang sudah dirinya keluarkan. Lagi, Liza menghela napas, namun tersenyum lebar.
"Hei, hei, sudah! Ayo masuk! Ini Bunda sudah selesai masak! Ayo makan siang dulu!" Menyadari jika jam sudah menunjuk angka sebelas, dan matahari juga semakin terik bersinar, Liza kembali menginterupsi.
Ilham yang berada tak jauh dari sang istri, menoleh lalu melempar senyum pada kekasih hatinya. Setelah itu, Ilham berjalan menuju Saga yang masih asik menyiram Javvas dengan penuh dendam. "Dek, sudah, sudah, kasihan Abang nya itu. Ayo masuk dulu, sudah di panggil Bunda."
Merasa tangan nya di tarik oleh seseorang, Saga mendesah kecewa. "Ayah mah nggak seru. Padahal aku lagi asik ini balas dendam ke Abang. Kapan lagi coba aku bisa balas dendam ke Abang?"
"Anjrit lo! Jahat banget! Gue basah kuyup gini!!" pekik Javvas sembari mengusap wajah nya. Yang langsung di sambut oleh gelak tawa Dimas. "Diem lo, Dim, ketawa lo jelek!!" Kini untaian kalimat itu tertuju untuk Dimas.
Namun bukannya berhenti tertawa, Dimas justru semakin mengeraskan tawa nya sampai hampir berguling-guling ke bawah, jika saja Jendral tidak menahan nya.
"Hal menakutkan dalam hidup gue adalah, liat Dimas ketawa." gumam Jendral, menatap ngeri ke arah Dimas.
Ilham dan Javvas tertawa mendengar gumaman Jendral. Sedangkan Saga yang entah sejak kapan, kini sudah berjalan ke arah Liza. Dengan senyuman sumringah, Saga membungkuk hormat ke arah Liza, dengan tangan kanan yang di letakkan menyilang di depan dada.
"Selamat siang, Ratu."
Liza terkekeh, "Selamat siang juga, wahai putra kesayangan Ratu."
Merasa bahwa bunda nya mengikuti alur permainan yang dirinya ciptakan, senyum Saga mengembang semakin lebar. "Jika berkenan, bolehkan Ananda bertanya, Ratu?"
"Silahkan, wahai putraku."
"Terima kasih, Ratu. Ananda ingin bertanya, siang ini, Ratu memasak apa? Apakah Ratu juga membuat hidangan kesukaan Ananda?"
Liza terlihat tengah menahan tawa. Lalu ide jahil muncul di kepalanya dengan begitu tiba-tiba. "Ah, itu ... maafkan Ratu yang telah lupa membuat hidangan kesukaan Anda wahai putraku."
"Ha? Ishhh Bundaaaaa, kok lupaaa? 'Kan Adek udah pesan dari semalammm. Bundaaa maaahhh ...,"
Dan kini Liza tak dapat menahan tawa nya. Tawa itu menyita perhatian dari keempat lelaki di sana. Mereka menatap Liza dan Saga penuh keheranan. Apalagi kini melihat Saga yang sudah terduduk lesu di depan Liza, sembari merengek tak jelas seperti bocah berusia tiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Ujung Rumput dalam Lumpur
Teen FictionIni tentang posisi yang selalu membuat orang lain iri. Yang katanya, posisi ini adalah impian semua orang, karena yang paling berpotensi untuk mendapat banyak afeksi. Si bungsu. Yang kata orang-orang adalah anak manja dan anak yang paling mungkin...