Lagu Sunday Morning milik Maroon 5, mengalun memenuhi setiap sudut cafe. Salah satu lagu kesukaan Javvas, yang sialnya sore ini terdengar sumbang. Suasana cafe yang tenang, di temani cahaya emas dari angkasa, tidak membuat Javvas lantas tenang.
Di sebelah kanannya, ada Saga, sedangkan di depannya ada bunda. Mereka diam, tidak berbicara bahkan setelah hampir sepuluh menit duduk di sini. Membiarkan keriuhan dunia di luar sana yang mengambil alih atensi.
Saga membuang pandangan ke arah jendela besar cafe, yang langsung mengarah ke arah jalanan. Begitu banyak kendaraan berlalu-lalang sore itu, hingga menimbulkan kemacetan panjang. Menghela napas, Saga ikut merasa sesak walau hanya dengan melihat nya.
"Bunda mau tanya sama Abang dan Adek." Setelah sekian lama terdiam, Liza adalah orang pertama yang membuka suara. Sontak saja, si kembar langsung mengalihkan perhatian mereka kepada Liza. "Tolong jawab yang jujur, ya. Bisa?"
"Iya Bund, bisa." balas Javvas, sedangkan Saga hanya menganggukkan kepala.
Sebelum melontarkan kembali kalimat yang hendak terucap, Liza menarik napas. Kemudian menatap kedua putranya lekat. "Kenapa malam itu, kalian pergi begitu saja? Abang sama Adek pasti tahu, kalau hal itu nggak sopan, 'kan? Oma adalah wanita yang menjunjung tinggi kesopanan. Tingkah kalian berdua malam itu, bener-bener dapat kritikan pedas dari Oma."
Javvas memberanikan diri untuk menjawab. Lagi pula, ia sudah berjanji pada Saga, akan melindunginya mulai saat ini. Dan sekarang, adalah saatnya untuk membuktikan. "Maaf sebelumnya Bund, kalau nanti ada kata-kata Abang yang akan buat Bunda sakit hati. Tapi, karena Bunda udah tanya seperti itu, maka biar Abang jawab."
"Saga merokok di sekolah, itu bener. Dan Abang yang lihat sendiri, itu juga bener. Tapi, setiap tindakan pasti punya alasan, 'kan, Bund? Meski pun kadang alasan itu hanya alibi agar bisa berlindung dari kesalahan. Dan Saga cerita semuanya, kok, sama Abang. Dia di paksa sama temen nya, Bund."
Mendengar itu, Liza sontak menatap si bungsu dengan terkejut. Belum sempat Liza membuka mulut untuk bersuara, Javvas lebih dulu menyela. "Seperti yang Abang bilang, semua tindakan yang di perbuat pasti memiliki alasan. Bahkan seorang pembunuh pun, punya alasan kenapa dia harus sampai membunuh. Lagi dan lagi, meski alasan itu nggak menjadi pembenaran dari perbuatan nya. Lebih dari pada Abang, Bunda seharusnya yang paling paham soal ini, 'kan?"
Yang paling muda di antara keduanya, menelan ludah, gugup. Sesekali melirik pada Javvas yang berdiri tegak, serta pandangan yang juga lurus menatap bunda. Tidak ada keraguan sama sekali di sorot mata yang lebih tua.
Diam-diam, Saga tersenyum tipis. Sangat tipis, sampai tidak ada yang menyadari nya.
"Tapi, Bund, malam itu, kita bahkan nggak kasih kesempatan untuk Saga menjelaskan semuanya. Jangan kan Saga, bahkan Oma juga nggak kasih kesempatan buat Abang bicara. Sebagai kakak, Abang harusnya jagain Saga, 'kan, Bund? Dan tindakan Abang malam itu, adalah bentuk perlindungan yang bisa Abang berikan buat Saga. Maaf kalau kurang ajar, dengan pergi begitu aja, bahkan nggak pulang selama dua hari. Abang sama Adek hanya butuh waktu, Bund."
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Ujung Rumput dalam Lumpur
Teen FictionIni tentang posisi yang selalu membuat orang lain iri. Yang katanya, posisi ini adalah impian semua orang, karena yang paling berpotensi untuk mendapat banyak afeksi. Si bungsu. Yang kata orang-orang adalah anak manja dan anak yang paling mungkin...