28. Tidak Pernah Ada Tenang

5.6K 490 106
                                    

Saga, enam tahun, hanya lah anak penakut yang selalu meringkuk sendirian di kamar setelah sang ayah selesai memberikan hukuman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saga, enam tahun, hanya lah anak penakut yang selalu meringkuk sendirian di kamar setelah sang ayah selesai memberikan hukuman. Mata jernih itu menatap kamar nya yang kecil dan hanya ada satu meja dengan banyak tumpukan buku gambar. Itu bukan milik Saga, itu milik teman-temannya. Buku itu sudah dibuang oleh mereka, karena sudah habis lembaran nya. Dan Saga, memungut semua buku itu untuk kemudian disimpan di kamarnya sendiri.

Sampai detik ini, tidak ada satu pun yang tahu mengapa anak itu melakukan hal demikian.

Hari ini Saga baru saja disalahkan oleh Ilham, karena membuat Julian tidak sengaja jatuh ketika menaiki ayunan di taman belakang. Julian menangis dan mengadu kepada semua orang, mengatakan bahwa Saga sengaja mendorong nya. Anak berusia lima itu bahkan terlihat menyedihkan ketika menangis di pelukan sang ibu.

Hal yang terjadi selanjutnya, tentu saja Ilham memarahi Saga. Bahkan kini sengaja mengurung Saga di kamar, dan tidak diijinkan keluar sebelum jam makan malam selesai.

Javvas? Javvas sedang tidak berada di rumah. Si sulung itu kini tengah mengikuti bimbel sore ini. Ilham hanya memberikan fasilitas kepada Javvas, tidak dengan si bungsu. Bahkan Ilham juga membiarkan Saga berangkat serta pulang sekolah seorang diri, dengan hanya memberikan uang saku untuk membayar bus.

Anak berusia enam itu dipaksa mandiri, disaat semua orang mengabaikannya.

"Nggak pa-pa nggak ada yang sayang Saga. Kata bu guru, Saga masih punya Tuhan." Anak itu berceloteh dengan tangan yang sibuk mencoret buku gambar. Sebuah halaman terbuka, menampilkan gambaran khas anak-anak. Itu gambaran milik temannya, dan Saga kembali memoles warna di gambar tersebut.

"Nanti Saga bilang aja ke Tuhan, kalau Julian itu nakal. Suka gangguin Saga, suka cubitin tangan Saga. Ayah juga nakal, marah-marah terus sama Saga."

Bahkan anak itu tidak pernah menangis. Jika semua orang memarahi nya, Saga hanya diam lalu pergi ketika di suruh pergi. Jika ayah menguncinya di kamar, maka Saga tidak perlu menangis meraung-raung untuk meminta di bukakan pintu. Menurut. Saga hanya bisa menurut untuk mengurangi hukuman nya.

Mulai detik itu, Saga belajar untuk tidak pernah membantah jika tidak ingin ayah semakin keras memukul punggung nya. Menangis pun Saga tahan, karena sejujurnya Saga membenci air matanya sendiri.

Tidak ada yang pernah tahu kebiasaan kecil Saga yang suka mengumpulkan buku gambar milik teman-temannya. Sampai suatu hari, Javvas pergi ke kamar anak itu. Saat itu mereka sudah memasuki jenjang Sekolah Menengah Pertama, dan Javvas juga ingin sekali bertanya sejak lama tentang kebiasaan aneh adiknya itu.

Saga hanya menjawab, "Karena Ayah sama Bunda nggak pernah beliin aku buku gambar. Jadi aku cuma bisa ambil buku-buku bekas itu. Kenapa? Kamu mau aduin ke Ayah? Jangan, ya, aku mohon. Kalau kamu nggak suka lihat buku-buku itu, nanti aku simpen di lemari baju aku aja. Tapi jangan bilang Ayah."

Saat itu Javvas belum mengerti, bila hal yang Saga sembunyikan, pada akhirnya akan menjadi boomerang. Javvas menyesal, mengapa dulu dia tidak peka? Mengapa dia tidak menolong Saga?

|✔| Ujung Rumput dalam LumpurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang