Sebenarnya Saga bingung saat tiba-tiba Jendral mengajak nya—tidak—lebih tepatnya memaksa dirinya agar mau menemani cowok itu pergi minggu pagi ini. Tepat pukul 7, Saga sudah berdiri di depan gedung apartemen miliknya sembari menunggu Jendral tiba. Tentunya, kepergian Saga pagi ini tanpa diketahui oleh Javvas yang lagi-lagi tidak kembali.
Hampir sepuluh menit Saga menunggu, sosok Jendral akhirnya tiba dengan motor hitam besar cowok itu. Setelah memberikan helm untuk Saga, Jendral mulai melajukan kembali motor itu untuk bergabung bersama kendaraan lain. Bahkan tanpa mengijinkan Saga untuk bertanya.
Tempat tujuan Jendral akhirnya berada tepat di depan mata. Saga mendongak, menatap gedung tinggi di depan nya dengan curiga. Begitu Jendral turun dari motor, Saga mengikuti tanpa banyak kata. Walau sebenarnya ingin sekali bertanya.
"Eh, eh, Jend, tunggu!" Saga menahan lengan Jendral yang hampir membuka pintu kaca di depan mereka. "Ini gue perlu buka sepatu, nggak?"
"Hm?" Kening Jendral mengerut bingung.
"Lantai nya bersih banget buset, Jend. Gue takut sepatu gue nggak sengaja injek kotoran kucing gitu, 'kan? Nanti kalau lantai nya kotor terus bau gimana? Nanti kalau gue di suruh ngepel satu gedung gimana?"
Akhirnya Jendral mengerti maksud manusia di samping nya ini. Menghela napas panjang, apakah keputusan nya untuk mengajak Saga adalah pilihan yang salah?
"Nggak perlu lepas sepatu lo. Udah ayo masuk, kita udah telat." Lalu tanpa memberi kesempatan pada Saga untuk membalas, Jendral menarik tangan anak itu.
Nampak seorang laki-laki mengenakan jas hitam rapih berdiri di tengah ruangan. Ruangan ini seperti ruang VIP, di mana hanya ada satu meja dengan makanan mewah yang membuat Saga lapar saat melihatnya. Ngomong-ngomong, ia bahkan belum sempat sarapan. Ini semua karena Jendral yang menelpon nya dengan tiba-tiba.
"Om, maaf telat. Tadi aku jemput dia dulu." ucap Jendral, membuka suara. Membuat laki-laki itu menoleh. Bisa Saga lihat, laki-laki itu sangat mirip dengan Jendral, bahkan cara laki-laki itu tersenyum pun, sangat-sangat mirip.
"Nggak pa-pa," Pandangan laki-laki itu kemudian jatuh pada Saga. "Jadi, ini temen baru yang kamu maksud?"
"Iya." Dengan agak kasar, Jendral menyenggol bahu Saga. Mengisyaratkan dengan tatapan mata, meminta agar anak itu segera memperkenalkan diri. "Kenalin diri lo. Ini Om gue, namanya Om Dafi."
"Hah? O-Oh, hehe, halo Om, perkenalkan, nama saya Saga Ranjaya Balaputradewa. Kalau mau singkat nya, panggil Saga, boleh Jaya juga. Yang nggak boleh itu di panggil sayang. Soalnya saya masih suka mbak-mbak body gitar Spanyol, Om."
Mendengar itu, Jendral mengusap wajah. Malu dengan tingkah Saga. Berbeda dengan Dafi yang justru tertawa. Bahkan Jendral sampai tercengang, melihat sosok Dafi yang tertawa lepas seperti ini.
"Haha, iya, iya. Salam kenal, Saga. Ayo duduk, kita lanjut ngobrol sambil makan."
"I-Ini nggak pa-pa saya duduk di sini, Om?" tanya Saga, ragu. Apalagi setelah melirik kursi mewah di samping nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Ujung Rumput dalam Lumpur
Teen FictionIni tentang posisi yang selalu membuat orang lain iri. Yang katanya, posisi ini adalah impian semua orang, karena yang paling berpotensi untuk mendapat banyak afeksi. Si bungsu. Yang kata orang-orang adalah anak manja dan anak yang paling mungkin...