"Udah izin sama bunda lo?" Jendral melirik Saga yang masih berdiri di ambang pintu kelas nya, bersama Dimas yang berdiri di samping kanan—menatap mereka berdua kebingungan.
"Udah."
"Izin apaan?" Dimas melayangkan pertanyaan. Bingung dengan ucapan keduanya yang tidak dia ketahui.
"Mau tawuran." Saga yang membalas tanpa beban, membuat Dimas menatap terkejut sekaligus lucu.
"Serius? Mau tawuran pun harus izin? Hahaha, jujur, gue baru denger." Tawa Dimas menggema keras, sampai membuat beberapa anak-anak yang masih berada di dalam kelas, menoleh ke arah mereka.
"Ya biar dapet restu, dan menang. Iya nggak, Jend?"
"Hmm. Serah lo. Ayo berangkat."
"Eh, eh! Tunggu!" Dimas menahan keduanya yang hendak beranjak pergi. "Javvas gimana? Dia udah tau? Lo udah izin sama dia?" Menatap Saga meminta jawaban. Takut-takut bahwa sebenarnya Javvas tidak mengetahui hal ini.
"Belum. Dan gue memang nggak berniat bilang ke dia." Dan tebakan Dimas menjadi kenyataan. Mana mungkin Javvas akan memberi izin, meskipun Saga harus memohon sampai berlutut di depan cowok itu.
"Anjir, Ga, udah lah jangan aneh-aneh. Kalo Javvas tau, bisa abis lo." Justru Dimas yang panik sendiri. Lebih tidak ingin melihat kedua temannya ini bertengkar.
Saga berdecak. "Kan yang penting udah dapet restu dari Ayah sama Bunda. Udah lah, lo bikin waktu gue sama Jendral jadi terbuang sia-sia."
"Tapi—"
"Tenang, elah. Nanti gue di sana sambil videocall sama Ayah."
"Hah? Bisa gitu, ya?" gumam Dimas. Bahkan masih mematung dan berdiri di tempat yang sama, setelah punggung Jendral dan Saga sudah menghilang di ujung koridor.
Karena sebentar lagi anak-anak kelas XII akan menghadapi ujian, Javvas benar-benar disibukkan dengan persiapan lomba terakhir yang akan dirinya ikuti sebelum lulus dan meninggalkan sekolah ini. Jadi, waktunya untuk bertemu Saga di jam istirahat sangat tersita.
Setelah selesai dengan bimbingan terakhir untuk minggu ini, Javvas adalah orang pertama yang melangkah keluar dari ruangan. Membawa langkahnya untuk berjalan cepat menuju kelas Saga. Bell sudah berbunyi sejak sepuluh menit lalu, Javvas juga menduga bahwa sudah ada guru yang mengajar di kelas Saga, namun Javvas tidak peduli. Dirinya hanya ingin memastikan bahwa Saga baik-baik saja.
"Javvas."
Suara itu membuat Javvas berhenti. Seorang guru laki-laki nampak berjalan menghampiri. "Iya, Pak?"
"Ikut Bapak sebentar, ada yang ingin Bapak bicarakan. Biar nanti Bapak yang izin sama guru mata pelajaran kamu." Belum saja Javvas sempat membalas, laki-laki itu berbalik badan dan pergi. Menghela napas, lagi-lagi dirinya harus mengurungkan niat untuk melihat Saga.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Ujung Rumput dalam Lumpur
Teen FictionIni tentang posisi yang selalu membuat orang lain iri. Yang katanya, posisi ini adalah impian semua orang, karena yang paling berpotensi untuk mendapat banyak afeksi. Si bungsu. Yang kata orang-orang adalah anak manja dan anak yang paling mungkin...