"Hi-hi-hi-hi-hi ...."
Tanpa aba-aba, Pak Ustaz langsung menerjang ke arah Lastri, menempelkan telapak tangan dengan sebuah tasbih yang digenggamnya, ke kening Lastri, membuatnya menjerit hebat, lebih keras dari yang sebelumnya. Pak Ustaz tak pernah luput melafalkan doa-doa itu, membuat Lastri kian memberontak.
Lastri berusaha menyerang sang ustaz. Namun, kedua tangannya yang diikat membuatnya tak bisa bergerak hebat. Lastri hanya bisa menunjukkan raut wajah dendamnya, dengan aura membunuh yang sangat pekat. Entah apa yang terjadi ketika tali yang diikatkan di kedua tangannya itu terlepas.
Beberapa menit kemudian, perlahan tubuh Lastri mulai lemas, suara teriakan yang ia hasilkan mengecil, hingga menjadi senyap. Kini, gadis kecil itu kembali tak sadarkan diri, membuat orang-orang di sekitar menarik napas lega.
"Alhamdulillah ...." Ketegangan yang sedari tadi menyelimuti ruangan, mulai mencari perlahan. Indi menarik napas dalam-dalam, menyeka keringatnya yang mulai mengucur dengan deras. Suasana menjadi hening seketika, dipenuhi oleh berjuta-juta pertanyaan yang mengganjal dari setiap kepala yang ada, terutama Indi.
Ya, wanita itu masih memikirkan ucapan Adi barusan, yakni mengenai sebuah buku yang menggambarkan peristiwa yang aneh. Indi yakin, buku itu pasti ada hubungannya dengan semua ini, atau sesuatu yang pernah ada dahulu kala, membuat Indi penasaran akan isi dan maksud yang terkandung di dalam buku itu.
"Adi ...." Pak Ustaz mengalihkan pandangannya ke arah Adi, memberinya isyarat untuk berbicara empat mata saja. Adi mengangguk, lantas ia pun mengikuti jejak langkah Pak Ustaz, menuju ke luar kamar, sementara Ibu Sumi mendekati tubuh Lastri, memeluknya sembari menangis.
Kini, hanya tersisa Indi yang masih duduk termangu, berusaha untuk memahami situasi yang ada. Indi masih tak bisa mendapatkan jawaban atas semua ini. Tak hanya itu, ketakutan akan ancaman yang Lastri berikan kepadanya, masih membekas pekat di dalam hati. Indi yakin, ancaman itu bukanlah ancaman biasa.
Dilihat dari tatapan anak gadis itu, Indi merasa sesuatu yang sangat berbahaya dan jahat, sedang mengintai mereka semua. Kini, Indi merasa bahwa hidupnya tak akan mengenal ketenangan lagi.
***
Tak terasa, jarum jam berputar begitu cepat. Sinar matahari yang terik, kini tergantikan dengan indahnya sinar rembulan penuh yang akan membuat siapa saja akan merasa damai. Namun, berbeda dengan para warga yang ada di desa Guyub Makmur. Atas semua peristiwa mengerikan yang terjadi di atas tanah hunian mereka, perlahan kedamaian seolah tak dikenal oleh siapa pun.
Cerita tentang perubahan sikap Lastri mulai menyebar dari mulut ke mulut. Beberapa pendapat dari orang-orang mulai bermunculan. Keluarga almarhum Pak Joko menjadi topik hangat para warga di desa. Hal itu membuat desa menjadi sepi ketika kegelapan menyapa. Tak ada anak-anak yang bermain di luar, semuanya mengurung di dalam rumah masing-masing, atas perintah dari kedua orang tua mereka.
Kesunyian membuat suasana di sekitar menjadi mencekam, layaknya sebuah tempat yang tak berpenghuni, tepatnya desa mati. Beruntung, masih ada beberapa orang dengan pakaian muslim, tengah berjalan beriringan menuju ke rumah seseorang untuk melakukan kegiatan yang biasa mereka lakukan, ketika ada salah satu dari warga yang pergi berpulang ke tempat asalnya di alam sana.
"Opo seng aku omongi bener, yo, Jar?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut Danan itu, membuyarkan lamunan Fajar yang sedari tadi menatap lurus ke depan, tengah fokus mengendarai sepedanya yang baru selesai diperbaiki. Tentu saja, itu semua akibat dari ulah teman baiknya itu.
"Hah? Seng opo, Nan?" Timbal balik antar kalimat tanya pun terjadi. Fajar tampak belum siap menerima apa yang Danan ucapkan.
Danan mendecak kesal. "Ck! Iku, lho, tentang Lastri. Aku pernah ngomong, 'kan, nek Lastri seng iku, mungkin dudu Lastri seng asli," jelas Danan pada akhirnya. Namun, Fajar masih belum juga menunjukkan tanda-tanda puas.
"Maksud e opo, Nan? Aku ora paham opo seng diomogi koe." Danan menjitak pelan kepala Fajar, membuatnya mengaduh kesakitan. Sebelum Fajar protes, Danan lebih dulu memotong pembicaraannya.
"Maksudku, mungkin seng ngelakoni kabeh iku dudu Lastri, tapi makhluk liyo seng jahat, ono nang njero awak e Lastri."
Fajar mengernyitkan dahi. "Kesurupan maksudmu?"
Danan mengangguk, menyambung kalimatnya. "Koe kelingan, 'kan, kejadian wulan-wulan sakdurunge? Lastri ilang ora biasa, terus juga aneh e, Lastri biso bali dalam keadaan selamat, padahal jarak waktune dowo."
Fajar diam, fokus mendengarkan penjelasan yang Danan berikan kepadanya. Setelah menghirup napas sebentar, Danan pun melanjutkan. "Aku curiga, Lastri sempet digowo reng alam kono, terus pas balik, Lastri dirasuki karo makhluk seng nyulik kae. Gampang e, rogone Lastri saiki, wes dadi rogo dedemit! Menurut koe pie, Jar?"
Fajar memberi jeda waktu setelah Danan berbicara. Kini, giliran dirinya yang membuka mulut. "Aneh, yo, Nan, padahal maune koe seng ora percoyo karo hal-hal mistis, tapi sakwise Lastri ilang, pikiran e koe berubah drastis," balas Fajar, sama sekali tak berhubungan dengan apa yang Danan minta.
Danan menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, memberikan cengirannya. "I–iyo, Jar, sebener e aku percoyo karo hal-hal mistis, cuma aku males bahas iku, dadi ... aku pura-pura ora percoyo," aku Danan pada akhirnya. "Pas aku cilik, Bapak sering cerito tentang bangsa lelembut karo aku. Kuntilanak, pocong, genderuwo, kabeh iku pernah diceritokke Bapak. Jare Bapak, menungso iku urip bareng karo bongso seng ora katok iku."
Fajar menggelengkan kepalanya. "Untung aku ora dadi anak e bapakmu, Nan, biso-biso aku ora bakal turu tenang, opo maneh pas kejadian nang hutan pas kae, blas kapok ...!!!!" seru Fajar. Danan ikut tertawa bersamanya. Namun, tiba-tiba saja wajahnya berubah, senyuman yang baru saja disimpul, menjadi datar seketika.
"Jar, mendek!" seru Danan, menepuk-nepuk pundak Fajar dengan keras, membuat anak itu menghentikan laju sepedanya. Kini, posisi mereka berdua berada di antara kesunyian jalan yang ada, dengan lahan kosong yang ada di kanan kiri jalan, memberi jarak antara rumah warga yang terakhir mereka lewati. "Krungu pora?"
"Ck, ora lucu, Nan! Ojo guyon, lho!" Dapat terlihat jelas raut wajah Fajar yang mendadak menjadi pucat pasi. Melihat wajah serius yang Danan pancarkan, menandakan jika anak itu benar-benar serius.
"Sssttt ...!" Danan memasang telinganya dengan lebih tajam lagi. Namun, entah kenapa suara yang tadi ia dengar, menjadi lenyap dalam sekejap. Danan berpikir sejenak. "Jalan, Jar," pintanya kemudian.
"Ono opo, sih, Nan? Ojo kokui, lho! Aku wedi ...."
"Jalan!" Walaupun rasa penasaran melekat di dalam hati, Fajar tetap menuruti semua yang Danan perintahkan, seolah ia berperan sebagai bawahannya.
Selama sepeda kembali dikayuh, Danan kembali memasang telinganya tajam, berusaha mendengarkan sebuah suara yang menyatu dengan hembusan angin yang berlalu. Benar saja, sesuatu yang terdengar seperti tapak kaki kuda, tengah mengikuti mereka berdua dari belakang persis.
Namun, ketika Danan menoleh, sama sekali tak ia jumpai sesuatu, membuat bulu kuduk di sekujur tubuhnya meremang, ditambah suara itu semakin dekat dengan mereka. Danan bisa merasakan bahwa hal itu berada tepat di belakangnya.
"Mendek, Jar!" Lagi-lagi, Fajar menghentikan sepedanya. Danan kembali mengamati sekitar, suara yang baru saja ia dengar berhenti berbunyi, seolah ikut menghentikan jalannya ketika sepeda yang mereka tumpangi berhenti. Merasa tak nyaman dengan semua ini, Danan mendekatkan bibirnya ke telinga Fajar, lantas membisikkan sesuatu kepadanya.
Fajar bergetar ketakutan. Tanpa aba-aba, ia melajukan sepedanya di atas rata-rata, tak peduli akan bahaya mengendarai dalam kecepatan maksimal. Kini, ketakutan telah menguasai tubuhnya, membuatnya tak peduli dengan keselamatan, kecuali sesuatu yang ada di belakang sana.
"Danan ...! Aku kapok konconan karo koe!!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rogo Dedemit (TELAH TERBIT)
HorrorRank 1 in #horror (23 - 10 - 2023) Rank 1 in #horor (15 - 02 - 2023) "Tolong ...! Tolong ...! Kuburan e Pak Joko ...!" Suara itu meraung-raung hingga terdengar oleh satu penduduk desa. Para warga sontak berkumpul untuk mengobati rasa penasaran akan...