Di bawah jajahan air yang deras, kedua anak itu berlari kencang, menerjang kebun yang berada di belakang rumah Danan. Tanpa alas kaki, beberapa kali tumbuhan berdiri atau batu lancip melukai telapak kaki mereka. Namun, semua itu tak sebanding dengan rasa takut yang tengah mereka hadapi.
"Danan, pie iki ...? Wong-wong iku ngejar!!!" (Danan, bagaimana ini ...? Orang-orang itu mengejar!!!) jerit Fajar tak karuan. Danan menoleh ke belakang, puluhan warga berhasil menerobos masuk ke dalam rumahnya, berlari keluar ke arah pintu belakang.
"Terus mlayu, Nan. Melu aku, aku reti kudu areng ngendi!" (Terus lari, Nan. Ikut aku, aku tahu harus ke mana) Danan membalas seruan dari temannya itu, berlari dua kali lebih cepat dari langkah Fajar.
"Nan, aku ojo ditinggal!" (Nan, aku jangan ditinggal!)
Danan tak memedulikan hal itu, terus memacu langkahnya menuju ke sebuah tempat. Ya, satu-satunya tempat yang bisa ia datangi untuk saat ini. Rumah Pak Samad, satu-satunya pemuka agama yang ada di desanya.
"Danan, awas!" Tepat ketika sebuah parang melayang di samping Danan, dengan sigap Fajar mendorong tubuh anak itu agar terhindar dari maut yang datang. Sebagai gantinya, Fajar harus menerima luka yang lumayan dalam di lengan atasnya, nyaris mengenai bagian leher dari anak gempal itu.
"Argh ... Nan ...!" Fajar mengaduh. Tak butuh waktu lama hingga darah mengalir deras. Dalam posisi masih tengkurap, Danan menoleh ke arah temannya itu, memasang raut wajah tak percaya.
"Jar!" Namun, tak ada waktu lagi bagi mereka untuk bersandiwara. Seorang warga yang sengaja bersembunyi di balik tumbuhan, kini berhasil mencapai tujuannya. Danan mendongak ke atas, bergetar hebat ketika melihat benda panjang berkilau yang dijunjung tinggi, siap menyayat tubuhnya dengan sadis.
"Grgh ...! Trah Aswasada ...!"
Buk!
Hampir saja tertancap di kepala Danan. Seorang pria muda dengan rambut panjang dan keriting, menerjang warga yang hendak membunuh kedua anak ini, menggagalkan rencananya dengan memukul kuat-kuat tengkuknya menggunakan kayu, sehingga warga itu berhasil tumbang.
"Fajar, Danan, ayo mlayu!" serunya.
"Mas Salim!" ucap Danan, memanggil nama pria itu. "Fajar, Mas, Fajar ...!" sambungnya. Salim menoleh, baru menyadari jika salah satu dari keduanya terluka.
"Argh ...! Wani-wanine koe!" (Berani-beraninya kamu!) Semuanya terkejut, pria yang baru saja ditumbangkan, berdiri kembali dalam waktu kurang dari tiga puluh detik. Melihat hal itu, Salim segera menggendong tubuh Fajar, melarikan diri dari sana sebelum yang lainnya menemukan mereka.
***
Tok! Tok! Tok! Tok!
"Mbok ...!" seru Salim, mengetuk pintu rumah dengan sedikit dobrakan. Tak lama kemudian, seorang wanita tua terpampang di hadapan mereka dengan raut wajah bingung. Namun, sebelum wanita itu bertanya, Salim lebih dulu masuk ke dalam rumah tanpa salam, diikuti oleh Danan yang senantiasa mengikutinya dari belakang.
"Astagfirullah ...! Bocah iku kenopo, Lim?!" (Astagfirullah ...! Anak itu kenapa, Lim?!) seru wanita tua itu, melihat darah yang menetes deras dari lengan Fajar.
"Danan, tutup lawang e, kunci!" (Danan, tutup pintunya, kunci) Salim tak mengindahkan ucapan sang nenek, dilanda kepanikan yang luar biasa.
Danan mengangguk, langsung menutup pintu rumah dan menguncinya. Tak lupa, beberapa interior diletakkan di depan pintu, seperti yang ia lakukan di rumahnya sendiri. Sementara Salim, bergegas menuju ke dapur, mencari-cari obat dan kain untuk menghentikan pendarahan di lengan Fajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rogo Dedemit (TELAH TERBIT)
HorrorRank 1 in #horror (23 - 10 - 2023) Rank 1 in #horor (15 - 02 - 2023) "Tolong ...! Tolong ...! Kuburan e Pak Joko ...!" Suara itu meraung-raung hingga terdengar oleh satu penduduk desa. Para warga sontak berkumpul untuk mengobati rasa penasaran akan...