Bab 29

295 34 5
                                    

Tak kuasa menahan takut, beberapa warga berlari tunggang langgang, menjauhi seorang gadis yang tak waras itu. Namun, langkah mereka terhenti dengan mendadak, tubuh mereka melemas, jatuh ke tanah, lalu kejang-kejang. Selama beberapa detik, tiba-tiba saja mereka tertawa terbahak-bahak, mengikuti suara tawa Lastri yang semakin menjadi-jadi.

"Khi-khi-khi-khi ...!!!"

Dua tersisa, berhasil kabur mengendap-endap. Eko dan Padri, mereka berdua sama-sama tercengang, menyaksikan kelompok mereka yang kehilangan kendali, seolah raganya diambil alih oleh sesuatu. "Edan!!! Kenopo biso koyo kae, Di?!" seru Eko. Padri menggelengkan kepala, fokus menyelaraskan napasnya dengan langkah kaki cepat yang ia lakukan.

"Kabeh wong iku ... kabeh wong iku kesurupan ... Ko!" (Semua orang itu ... semua orang itu kesurupan ... Ko) jelas Padri singkat. Eko paham, langsung berputar ingatan dalam otaknya tentang Lastri yang menyerukan sebuah kalimat. Tampaknya, itu merupakan perintah yang ia tujukan kepada para dedemit lain yang tengah mengintai mereka semua.

Dari kejauhan, keduanya melihat cahaya remang-remang yang berjejer. Ya, itu adalah desa tempat mereka tinggal. Di sana, para warga yang bertugas menjaga Dodo berdiri di ambang desa, menunggu kehadiran mereka. Secercah harapan muncul, Eko dan Padri menyerukan kata berulang-ulang, menggantung keinginan agar orang-orang itu mendengar suara mereka berdua.

"Tolong ...! Tolong ...!!!"

Sayangnya, entah apa yang terjadi, orang-orang di ambang desa tampak acuh, seolah tak memedulikan mereka berdua. Padri dan Eko kebingungan, tak urung tetap melangkahkan kaki untuk mendekat, tanpa mereka sadari tentang apa yang menunggu di ujung sana.

"Eko!" Padri menarik lengan Eko untuk ikut mematung bersama. Eko yang lengah, tak sadar jika ada kejanggalan dari wajah-wajah para warga. Berkat peringatan dari Padri, akhirnya Eko menyadari sesuatu ... sesuatu yang sangat mengerikan.

Mereka bukanlah seperti yang dikenal selama ini. Wajah-wajah itu menyunggingkan senyuman aneh, dengan tatapan lurus tak berkedip. Padri dan Eko terperanjat, mengalihkan fokus serentak ke arah anak gadis yang muncul di tengah kerumunan itu.

"Lastri?!" Anak gadis yang dimaksud memasang ekspresi kemenangan, entah bagaimana caranya ia bisa mendahului mereka untuk pergi ke desa. Kini, sebuah fakta terkuak dalam benak keduanya. Seluruh warga-warga di sana, memiliki kesamaan nasib dengan orang-orang yang datang menuju kuburan.

Perlahan, Eko dan Padri mengurungkan niat, memundurkan langkah untuk menjauh dari sana. Dalam hitungan tiga detik, keduanya serentak membalikkan badan, berencana untuk kabur ke tempat lain. Sayangnya, sepertinya semua orang berpihak kepada Lastri untuk saat ini.

Apa yang pertama kali dilihat oleh Eko dan Padri sangat mengejutkan, yakni kelompok yang ikut bersama mereka, kini bersatu kembali, menghadang jalan kabur dari sana. Terjebak, Eko dan Padri terkepung, tak ada lagi jalan keluar bagi mereka berdua.

Orang-orang itu mulai mendekat, dengan senyuman khas mereka yang persis seperti Lastri. Tangan mereka terulur, mengunci kedua tubuh pria itu. Padri dan Eko sempat memberontak, berusaha melawan dengan tinju dan juga tendangan. Raut kesakitan sama sekali tak muncul, membuat apa yang dilakukan menjadi sia-sia.

"Argh ...! Tolong ...!!!!" Padri sama sekali tak bisa menggerakkan tubuhnya. Tenaga orang-orang ini tak masuk akal, seperti dua kali lipat dari manusia biasa. Padri sama sekali tak bisa berkutik terhadap prajurit Lastri.

"Ha-ha-ha ...!!!" Padri menoleh, menyaksikan Eko yang menggeliat-liat di atas tanah, tertawa kesetanan. Padri menggelengkan kepala. Sebentar lagi, nasibnya akan sama seperti temannya itu. "Akhir e, aku biso urip maneh, ha-ha-ha-ha ...!!!!"

Rogo Dedemit (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang