Bab 34

179 29 1
                                    

Tiga hari berlalu. Pria paruh baya itu sama sekali tak pernah melihat dunia luar. Sepanjang harinya, ia hanya melihat tembok-tembok usang beserta beberapa serangga yang menemaninya.

Gelap, suasana yang mulai akrab dengannya. Lapar, sesuatu yang sering dirasakan oleh Pak Sada. Walaupun beberapa suruhan Pak Jalu selalu memberikannya sepiring nasi dan lauk, Pak Sada tak sudi mengkonsumsi itu semua.

Jangankan memasukkannya ke dalam perut, bahkan Pak Sada merasa sesak hanya dengan melihatnya saja. Teringat akan seorang gadis cilik yang menjadi tumbal, seratus persen Pak Sada kehilangan selera makannya. Menikmati hidangan yang diberikan, sama saja memakan hasil dari perjanjian terlarang antara jin dan manusia.

Oleh karena itulah, seluruh daging dalam tubuhnya menipis, menampakkan tulang belulang yang mampu terlihat hanya dengan mata telanjang. Tenaga Pak Sada melemah, kehilangan pasokan energi. Dalam kondisi seperti itu, Pak Sada hanya bisa meringkuk, memegangi perutnya yang sangat sakit.

Tak lupa, setiap detik, setiap menit, setiap jam, bibirnya tak pernah berhenti bergerak, memanjatkan zikir kepada Tuhan yang maha esa. Itulah satu-satunya yang menjadi kekuatan baginya untuk terus bertahan.

Pak Sada selalu bertanya, bagaimana nasib dari anak dan istrinya di luar sana. Entah apa yang dilakukan ketika mengetahui jika tulang punggung mereka hilang tanpa jejak. Akankah saat ini mereka berdua tengah mencarinya?

Di sisi lain, dalam tidurnya, Pak Sada senantiasa bertemu dengan Aswasada, seorang pria yang masih setia membawa kuda berwarna putih ketika berhadapan dengannya. Aswasada selalu saja mengatakan hal yang serupa, sama sekali tak dipahami oleh Pak Sada hingga sekarang ini. Masih berputar dengan jelas dalam otak, kalimat-kalimat yang diterima olehnya.

"Ajapamerta, kunci kabeh demit iku nganggo barang sing aku sebutke. Cuma darah keturunan e jenengan sing biso, Sada ...." (Ajapamerta, kunci semua demit itu menggunakan barang yang aku sebutkan. Hanya darah keturunanmu yang bisa, Sada ....)

Ajapamerta? Bahkan Pak Sada sendiri tak tahu benda apa itu, dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Sementara itu, Aswasada sama sekali tak memberitahunya secara detail, membuat Pak Sada tenggelam di dalam lautan misteri. Entah apa yang tengah terjadi di desanya, dan kenapa hanya ia seorang yang digadang-gadangkan mampu menghentikan ini semua.

Kriet ...!

Derit pintu bergema. Dua orang pria masuk ke dalam ruangan tempat Pak Sada disekap. Pak Sada yang tengah berbaring, sontak terduduk, memandangi dua orang yang berdiri di hadapannya itu. Tatapan Pak Sada waspada, ketika salah satu dari mereka berjalan mendekat, mengulurkan tangan kepadanya. 

"Pak Jalu pengin ketemu karo jenengan, Pak," (Pak Jalu ingin bertemu dengan Anda, Pak) ucapnya, menjelaskan niat dari awal. Pak Sada menatap heran. Selama tiga hari ini, bahkan Pak Jalu tak pernah menemuinya. Namun, kenapa hari ini berbeda?

"Ono kepentingan opo? Aku ora sudi ketemu Jalu!" (Ada kepentingan apa? Aku tidak Sudi bertemu Jalu!) seru Pak Sada dengan penuh emosi.

"Pak Jalu pengin ngomong karo jenengan, Pak. Temoni Pak Jalu saiki! Jenengan ora keno bantah!" (Pak Jalu ingin bicara sama Anda, Pak. Temui Pak Jalu sekarang! Anda tidak bisa membantah!) Satu orang lainnya mencengkeram kerah baju Pak Sada, menatapnya dengan tajam. Tentu saja, melihat hal itu, Pak Sada sangat tercengang. Dua orang di hadapannya memiliki usia yang lebih muda jika dibandingkan dengannya. Namun, mereka berdua sanggup bersikap kurang ajar terhadap Pak Sada. Ini adalah kali pertama Pak Sada diperlakukan tak senonoh oleh pemuda di desa.

"Kurang ajar koe karo wong tuo! Aku wes ngomong wegah, yo wegah!" (Kurang ajar kamu sama orang tua! Aku sudah bilang tidak mau, ya tidak mau!)

Tepat setelah Pak Sada mengatakan hal itu, sebuah kepalan tangan mendarat di pipinya, membuat Pak Sada terpental. Belum puas, pemuda itu menendang perut pria paruh baya itu dengan tenaga yang sangat besar. Pak Sada menjerit kesakitan, perutnya sangat mual. "Iki akibat e bantah! Sak iki, jenengan kudu melu!" (Ini akibatnya bantah! Sekarang, Anda harus ikut!)

Tetap sama seperti yang sebelumnya, Pak Sada enggan menyerah hanya karena rasa sakit yang ia dapatkan. Pak Sada berusaha menahan dirinya dari kedua tangan yang menyeret tubuhnya. Merasa geram, sebilah pisau dikeluarkannya dari dalam saku, lalu pemuda itu mengayunkan benda tajam tersebut ke arah tangan Pak Sada.

"Tenang!"

Sebelum tangan Pak Sada berlubang, seruan seorang pria dari luar ruangan menghentikan tindakan pemuda bejat itu. Pak Sada menfokuskan diri ke arah ambang pintu, melihat bayangan yang tengah berjalan menghampirinya. Semakin dekat hingga tampaklah Pak Jalu yang berdiri dengan tubuh tegapnya.

"Aku wes ngomong, ojo dipateni sek," (Aku sudah bilang, jangan dibunuh dulu) ucap Pak Jalu dengan tenang. Kemudian, pria itu mendekati Pak Sada, mengangkat dagunya. "Aku saranke ojo pernah ngelawan, Sada. Nek misal koe iseh sayang karo bojo lan anakmu, melu aku." (Aku sarankan jangan pernah melawan, Sada. Kalau kamu masih sayang sama istri dan anakmu, ikut aku)

Mendengar dua orang yang paling berharga dalam hidupnya disebut, Pak Sada tak bisa berbuat banyak. Kini, ia pasrah untuk dibawa ke suatu tempat. Ternyata Pak Jalu mengajak Pak Sada ke rumah tamunya. Pak Sada diminta untuk duduk di salah satu kursi, sementara kedua tangannya diikat menggunakan tali tambang.

Pak Jalu duduk di seberang, berhadapan langsung dengan Pak Sada. Suasana menjadi hening, hingga Pak Sada memutuskan untuk melontarkan rasa kekecewaannya. "Aku ... aku iseh ora nyongko, koe dalang nang mburine kejadian warga sing bakar cah cilik waktu iku. Aku reti, Jalu, aku reti koe wes ngehasut bocah enom iku ben manut karo koe, terus koe ngancem bocah iku ben ngadu nek koe pelaku utama kadi kabeh masalah iki." (Aku ... aku masih tidak menyangka, kamu dalang di balik kejadian warga yang membakar anak kecil waktu itu. Aku tahu, Jalu, aku tahu kamu sudah menghasut anak muda itu agar patuh sama kamu, dan kamu mengancam pemuda itu supaya tidak mengadu kalau kamu pelaku utama dari semua masalah ini)

Pak Jalu tertawa puas, seolah ini adalah jawaban yang paling ia nantikan. "Yo, aku sing cuci otak bocah goblok iku ben ngelakoni opo sing aku pengin. Oh, yo, Sada, aku wes tau ngomong nek aku ngelakoni iki kabeh demi para wargaku. Ora ono cara liyo, iki siji-sijine jalan keluar sing paling ampuh." (Ya, aku yang mencuci otak pemuda bodoh itu agar melakukan apa yang aku minta. Oh, ya, Sada, aku sudah pernah bilang jika aku melakukan ini semua demi para wargaku. Tidak ada cara lain, ini satu-satunya jalan keluar yang paling ampuh)

Pak Sada hendak menerjang Pak Jalu. Amarah yang ada di benak Pak Sada tak bisa lagi terbendung. Jika bukan karena tali yang mengikat tangannya, Pak Sada akan menghabisi Pak Jalu sekarang juga. "Demi warga koe tego mateni cah cilik sing ora reti opo-opo? Koe iku menungso sing mirip koyo iblis. Sadar, koe wes kehasut karo demit iku. Kabeh janjimu karo demit iku palsu, Jalu! Koe wes ketipu, koe wes mlebu jebakan! Tolong sadar, sakdurung e kabeh iki terlambat." (Demi warga, kamu rela menghabisi anak kecil yang tidak tahu apa-apa? Kamu itu manusia yang mirip dengan iblis. Sadar, kamu sudah terhasut oleh demit itu. Semua janjimu dengan demit itu palsu, Jalu! Kamu sudah tertipu, kamu sudah masuk ke dalam jebakan! Tolong, sadar, sebelum semuanya terlambat)

Pak Jalu memasang raut wajah kaget, tak percaya dengan apa yang Pak Sada katakan. Pria yang disekapnya itu ternyata juga mengetahui perjanjiannya dengan iblis yang bersemayam di dalam hutan. Pak Jalu menatap heran ke arah Pak Sada. "Kenopo koe biso reti kabeh rahasiaku, Sada? Aku ora pernah ngomong karo sopo bae." (Kenapa kamu bisa tahu semua rahasiaku, Sada? Aku tidak pernah berbicara pada siapa pun)

Pak Sada tersenyum sinis. "Koe ora perlu reti masalah iku, Jalu. Sing perlu koe reti, suatu saat, koe bakalan nyesel wes bersekutu karo iblis!" (Kamu tidak perlu tahu masalah itu, Jalu. Yang perlu kamu tahu, suatu saat, kamu bakalan menyesal karena sudah bersekutu dengan iblis) ucapnya dengan nada penuh penekanan.

Pak Jalu menatap Pak Sada dengan cermat. Kemudian, pria itu menyunggingkan senyumannya, seolah baru saja paham dari mana Pak Sada mendapatkan jawaban atas misteri itu. "Dadi selama iki, koe juga due kemampuan iku, Sada? Koe biso delok opo sing wong biasa ora biso delok. Koe iku ... podo karo aku. Koe iku spesial." (Jadi selama ini, kamu juga punya kemampuan itu, Sada? Kamu bisa melihat apa yang orang lain tidak bisa lihat. Kamu itu ... sama denganku. Kamu itu spesial) Di akhir kalimat, Pak Jalu mendekatkan wajahnya, seraya mengucapkan sebuah kalimat yang membuat jantung Pak Sada mencelus.

"Ora sio-sio aku nyekap koe, trah Aswasada ...." (Tidak sia-sia aku menyekapmu, trah Aswasada ....)

Rogo Dedemit (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang