Bab 39

183 23 4
                                    

"Tolong ...!!!"

Teriakan seseorang terdengar, memecah kebisingan air hujan yang jatuh serentak. Salim mengalihkan pandangannya, memprediksi dari mana asal suara tersebut. Menemukannya, Salim segera berlari, menghampiri orang yang butuh pertolongannya untuk saat ini.

Jauh di sana, Salim melihat orang yang dimaksud. Ia tengah berlari ketakutan, dengan tiga warga lain yang berada di belakangnya. Beberapa luka sayatan sudah diterima oleh orang itu. Salim menghampiri orang itu dengan kelajuan kencang. Kini, nyawanya sudah berada di ujung tanduk.

Seseorang itu terjatuh karena batu yang ia tabrak, membuatnya harus bersiap menghadapi sayatan benda tajam yang sedang melayang ke arahnya. Beruntung, Salim datang tepat waktu, menarik gagang pedangnya untuk menahan serangan dari salah seorang warga.

Ting!

Dentingan nyaring terdengar, memekakkan telinga. Salim terus menahan serangan itu. Namun, dua orang lainnya tak tinggal diam, ikut melancarkan aksi menggunakan benda tajamnya masing-masing. Sadar jika tak bisa terus bertahan, Salim menepis sajam milik lawan, menunduk sebelum kedua senjata itu mengenai lehernya.

"Mati ...."

Salim kembali memasang kuda-kuda, tak pernah melepaskan pandangannya dari ketiga orang yang mengelilinginya, bersiap menghabisinya dengan tak kenal ampun. Salim mengamati setiap pergerakan mereka, memprediksi serangan yang akan diterimanya.

"Gragh ...!"

Lawannya mulai melancarkan serangan. Namun, Salim lebih cepat dari gerakan pemuda itu karena prediksinya akan serangan yang akan datang sangat tepat.

Buru-buru Salim memundurkan langkahnya, mengayunkan pedang ke arah bawah, membuat senjata yang digenggam lawan tertancap di atas tanah. Tentu saja Salim masih memiliki fokus terhadap dua orang lainnya yang kini menerjang.

Salim menggenggam erat pedangnya dengan kedua tangan, membentuk arah horizontal. Dengan sekuat tenaga, Salim menahan kedua serangan yang dilakukan secara serentak. Sadar jika kekuatan lawan lebih unggul, Salim memikirkan cara lain agar tak harus terus bertahan, mengingat satu orang di belakangnya berhasil mencabut benda tajam yang sempat menancap.

Salim memusatkan energinya di kedua tangan, mendorong kuat-kuat ke atas, membuat senjata dua orang tadi terpental. Pemuda di belakangnya kembali ke pertarungan, melancarkan ayunan benda sabit tepat di leher Salim.

Sayangnya, lagi-lagi Salim memiliki kecepatan yang melebihi mereka semua. Salim menjatuhkan tubuhnya ke arah samping, membuat benda sabit yang tadinya mengarah ke leher miliknya, kini kehilangan target serangannya, membuat salah satu rekan dari lawan menjadi tumbal.

"Argh ...!"

Benda sabit tadi tertancap tepat pundak rekannya, hampir saja menuju ke leher jika saja tak meleset. Raungan kesakitan terdengar nyaring, mengalahkan suara derasnya hujan. Tak mau kembali melawan, Salim memutuskan untuk melarikan diri, mengambil kesempatan emas di saat-saat lawannya lengah.

"Njo, melu aku!" (Ayo, ikut aku!) Salim menggenggam tangan dari pria yang ia selamatkan, membawanya pergi dari sana dengan sigap. Tanpa banyak bertanya, pria itu menuruti apa yang Salim perintahkan, mengikuti langkahnya untuk menuju ke suatu tempat.

Baru saja beberapa meter mereka berlari, Salim tak meneruskan lariannya, diam terpaku dengan pandangan matanya yang menerawang jauh, melihat objek-objek kecil yang bergerak cepat, menghampirinya.

Membutuhkan waktu sejenak untuk mencerna, Salim melebarkan kedua matanya, sadar jika puluhan warga yang lain tengah menuju ke arah dirinya, dengan seruan-seruan yang terdengar dari kejauhan. "Mati ...," gumam Salim.

Rogo Dedemit (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang