Suasana menjadi hening kembali. Kedua pria paruh baya itu saling menatap dengan tajam. Pak Jalu tak pernah mendatarkan senyumannya, entah apa yang tengah ia pikirkan saat ini.
Sementara itu, Pak Sada tampak memasang raut terkejut. Ia masih tak menyangka, Pak Jalu menyebutkan sebuah nama orang yang selalu menemuinya dalam mimpi. Tak hanya itu, ada sebuah kalimat yang mengganjal di otak Pak Sada.
"Kenopo ... kenopo koe reti nama iku?" (Kenapa ... kenapa kamu tahu nama itu?) tanya Pak Sada kemudian. Pak Jalu menyandarkan kembali tubuhnya ke kursi.
"Koe ora perlu reti, Sada. Sing jelas, koe iku podo karo aku, getih trah Aswasada!" (Kamu tidak perlu tahu, Sada. Yang penting, kamu itu sama denganku, darah trah Aswasada) Pak Jalu menyemburkan tawa, padahal tak ada hal lucu yang perlu ditertawakan.
"Aswasada? Sopo sebener e wong iku, Jalu!" (Aswasada? Siapa sebenarnya orang itu, Jalu!) Kini, Pak Sada kembali melontarkan kalimat tanya. Pak Jalu tak menjawab, sengaja membuat misteri itu kekal di dalam pikira Pak Sada.
"Koe bakal reti dewe, Sada. Ah ... aku dadi klalen tujuanku nemoni koe. Aku ... aku ora biso kakehan basa-basi. Intine, opo koe gelem ngelakoni opo sing aku pengin?" (Kamu akan tahu sendiri, Sada. Ah ... aku jadi lupa tujuanku menemui kamu. Aku ... aku tidak bisa banyak basa-basi. Intinya, apa kamu mau melakukan apa yang aku pengin?) Pak Jalu menunggu jawaban dari Pak Sada sembari memainkan jari-jemarinya.
Tentu saja, jawaban yang keluar dari mulut Pak Sada pastilah penolakan. "Sampai aku mati, aku ora bakal sudi tunduk karo koe, karo iblis alas iku." (Sampai aku mati, aku tidak bakal Sudi tunduk sama kamu, sama iblis itu) Untuk yang ke sekian kalinya, Pak Jalu menyemburkan tawanya kembali, memandang remeh pria yang ada di hadapannya.
"Aku reti, koe bakalan ngomong kokui, tapi ... opo koe ora reti, nek anak lan bojomu wes ono nang tanganku. Koe ora gelem nurut karo aku, anak lan bojomu bakalan mati, Sada ...." (Aku tahu, kamu akan mengatakan itu, tapi ... apa kamu tidak tahu, kalau anak dan istrimu sudah ada di tanganku. Kamu tidak mau menurut kepadaku, anak dan istrimu akan mati, Sada ....) Mendengar ancaman itu, amarah Pak Sada kembali naik. Sepasang mata Pas Sada melebar, menantang Pak Jalu.
"Sampai koe macem-macem karo keluargaku, koe bakalan nyesel, Jalu ...." (Sampai kamu macam-macam dengan keluargaku, kamu bakalan menyesal, Jalu ....)
Jika saja kedua tangan Pak Sada tak terikat, kalimat yang keluar dari mulutnya sangatlah mengerikan bagi Pak Jalu, mengingat Pak Sada mengucapkannya dengan ekspresi yang sangat serius, seolah bisa kapan saja menghabisi Pak Jalu. Namun, dengan kondisinya saat ini, Pak Jalu hanya menganggap itu semua sebagai lelucon.
"Koe yakin karo omonganmu, Sada? Sadar, sak iki koe ono nang perangkapku, koe ora bakal biso mlayu kadi kabeh iki, sing biso koe lakoni cuma nurut karo aku, ha-ha-ha-ha ...!" (Kamu yakin dengan omonganmu, Sada? Sadar, sekarang kamu ada di perangkapku, kamu tidak bisa kabur dari semua ini, yang hanya bisa kamu lakukan hanyalah menurut, ha-ha-ha-ha ...!)
"Ha-ha-ha-ha ...!"
Tawa Pak Jalu seketika berhenti, melihat Pak Sada yang kini ikut tertawa. Pak Jalu menatap heran ke arah Pak Sada, bagaimana bisa pria itu tak gentar sama sekali?
"Harus e aku sing ngomong koyo iku ... Jalu." (Harusnya aku yang bilang seperti itu ... Jalu)
Buk!
Hantaman keras mendarat di wajah Pak Jalu, hingga membuat dirinya terpental dari kursi. Pak Sada menerjang ke arah dirinya, mengacungkan pisau yang sempat ia ambil dari balik baju salah satu pemuda tadi, menggunakannya untuk melepas tali yang mengikatnya. Beruntung, dua orang pemuda tak sadar akan usaha Pak Sada dalam melepaskan tali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rogo Dedemit (TELAH TERBIT)
HorrorRank 1 in #horror (23 - 10 - 2023) Rank 1 in #horor (15 - 02 - 2023) "Tolong ...! Tolong ...! Kuburan e Pak Joko ...!" Suara itu meraung-raung hingga terdengar oleh satu penduduk desa. Para warga sontak berkumpul untuk mengobati rasa penasaran akan...