Bab 42 (To be Continued)

237 27 6
                                    

Sret!

"Mlebu kamar, Mbah, cepet!" (Masuk kamar, Nek, cepat!)Danan menarik lengan Nenek Wastri. Ia benar-benar ketakutan. Entah bagaimana caranya Lastri bisa menemukan keberadaan mereka. Tak hanya itu, mengapa gadis itu bisa berkeliaran bebas juga membuat Danan kebingungan.

Tak terlalu memikirkan itu semua, Danan lebih fokus akan keselamatannya dan dua orang lainnya yang berada di rumah yang sama. Wajar saja jika Danan merasa sangat ketakutan. Lastri tak datang sendiri, melainkan membawa puluhan warga lainnya.

"Ayo, Mbah, cepet!" seru Danan. Nenek Wastri hanya memasang ekspresi datar, masih belum bisa mengerti secara maksimal tentang apa yang terjadi. Suara yang ia dengar tadi merupakan suara milik Salim, cucunya. Namun, Nenek Wastri tak melihat pria itu sama sekali di kerumunan warga yang tengah berkumpul di depan.

Jadi, dari mana suara itu berasal?

"Mbah, iki Salim, Mbah! Salim ono nang tengah-tengah e warga-warga iki! Buka lawang e, Mbah, Salim pengin mlebu!" (Nek, ini Salim, Nek! Salim ada di tengah-tengah warga-warga ini! Buka pintunya, Nek, Salim ingin masuk!)

Langkah Nenek Wastri terhenti, dipicu oleh seruan Salim yang kembali terlontar. Sebuah dugaan terlintas di dalam otaknya, menghapus keraguan yang sempat ia rasakan tadi.

"Mbah, ojo, Mbah!" Danan berusaha keras untuk menahan Nenek Wastri yang tiba-tiba saja mengambil langkah untuk berbalik arah. Sepertinya Nenek Wastri sangat yakin jika yang di depan itu adalah cucunya sendiri.

"Iku ... iku temenan putuku! Putuku dalam bahaya, mungkin iseh disandera karo wong-wong iku! Aku kudu metu, aku kudu selametke karo putuku!" (Itu ... itu benar-benar cucuku! Cucuku dalam bahaya, mungkin masih disandera oleh orang-orang itu! Aku harus keluar, aku harus menyelamatkan cucuku!)

Nenek Wastri menepis tangan Danan dengan kuat, lalu berlari ke arah pintu rumah. Danan segera mengejar, menahan kembali salah satu tangan wanita tua itu. "Dudu, Mbah, iku dudu Mas Salim! Iku kabeh cuma tipuan, Mbah! Eling, Mas Salim ora pernah ngundang koyo iku, Mbah sing ngomong dewe, 'kan?" (Bukan, Nek, itu bukan Mas Salim! Itu semua hanya tipuan, Nek! Ingat, Mas Salim tidak pernah memanggil seperti itu, Nenek ngomong sendiri, 'kan?)

Bak terhipnotis, Nenek Wastri seolah benar-benar lupa atas keraguannya. Ia tak lagi mempersalahkan perubahan panggilan yang Salim berikan. "Ora, Nang, iku temenan Salim, aku kenal!" (Tidak, Nak, itu benar-benar Salim, aku kenal!)

"Metu o! Nek misal koe-koe kabeh ora metu, cah lanang iki bakalan tak pateni!" (Keluarlah! Kalau misal kalian tidak keluar, anak laki-laki ini akan kubunuh!)

"Mbah, tolong, Mbah! Salim ... Salim ora pengin mati, Salim pengin karo Mbah!"

"Ben aku ketemu karo putuku, Danan! Koe ora usah melu-melu! Putuku dalam bahaya, aku kudu nolong kae!" (Biar aku bertemu dengan cucuku, Danan! Kamu tidak usah ikut campur! Cucuku dalam bahaya, aku harus menolong dia!) Semakin kuat Danan menahan, seiring dengan Nenek Wastri yang terus memberontak. Danan mendekap wanita tua itu dengan tenaga maksimal.

"Mbah, wes, Mbah! Ojo percoyo karo tipuan iblis iku! Kene kabeh bakal ciloko, Mbah!" (Nek, sudah, Nek! Jangan percaya dengan tipuan iblis itu. Kita semua akan celaka, Nek!)

Di tengah-tengah keadaan yang sangat kacau, Lastri kembali menggemakan suara yang sangat lantang, mampu menggambar amarahnya yang sangat besar. Kesabarannya mungkin sudah hilang. Hal itu membuat hal yang tak terduga-duga, dilakukan olehnya.

"Mbah ...! Tolong Salim, Mbah! Salim pak dipateni, Mbah! Mbah tolong ... akh! Grghh ...!"

"SALIM!!!!"

Rogo Dedemit (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang