Sepasang mata anak itu terbuka lebar, tergambar dengan jelas langit-langit malam yang ada di atasnya. Danan bangkit dari posisi semula, menyisir apa yang ada di sekitarnya. Dejavu, hal yang pertama kali Danan rasakan. Ia merasa pernah berada di tempat ini, hutan yang rindang, dipenuhi dengan semak-semak tinggi, dan juga nyanyian binatang malam yang merdu.
Otak anak itu berputar sejenak, menggali informasi di dalam ingatannya sendiri. Setelah sekian menit berlalu, akhirnya Danan menyadari akan suatu hal. Ya, ia pernah berada di tempat ini ketika bertemu dengan Lastri di mimpi yang sebelumnya. Apakah ini juga bagian dari mimpi? Entahlah, Danan sama sekali tak mengingat kapan ia memejamkan mata.
Deg!
Seluruh tubuh Danan menegang, bersamaan dengan deru napas yang semakin cepat dan jantung yang memompa lebih mantap. Danan memalingkan pandangannya ke sana dan ke mari, mengikuti asal suara ringkikan dan tapak kaki kuda yang seolah-olah berlari mengelilinginya.
Fokus Danan tak pernah buyar sekalipun. Semakin lama, suara tersebut semakin besar, makhluk itu semakin dekat di sisinya. Tanpa pikir panjang, Danan berlari ke sembarang arah, menghindari suara yang kini mengejarnya itu.
Di atas tanah yang lembab, kedua kaki itu melangkah cepat secara bergantian. Danan menatap ke depan, sebuah tanah lapang yang ada di tengah-tengah hutan. Anak itu menambah laju kakinya, tanah lapang merupakan tempat yang lebih aman saat ini ketimbang deretan pohon yang ada di kanan kirinya. Danan pikir, dengan berdiri di sana, dirinya lebih leluasa melihat keadaan sekitar, termasuk kehadiran makhluk yang sama sekali tak terlihat perawakannya itu.
"Duh ...!" Seketika tubuhnya ambruk ke depan. Tentu saja, ini semua akibat ulah dari sebuah batu berukuran sedang yang menghalangi jalan. Pantang menyerah, Danan melanjutkan dengan merangkak, menuju ke tempat itu yang semakin dekat dengannya, hanya membutuhkan beberapa langkah saja untuk tiba di sana.
Akhirnya, dengan segala usahanya itu, Danan berhasil keluar dari rimbunan pohon. Tepat seperti dugaannya, suara misterius itu menghilang, bersamaan dengan guncangan beberapa pohon yang berhenti sesaat. Tanpa melihatnya, Danan tahu, sosok itu tengah berdiri mematung, menatapnya dari ujung sana.
Keheningan menggantikan peran. Bersama dengan tubuh yang mandi keringat, pandangan Danan membeku, tak sedetik pun ia pernah menoleh dari sana. Di bawah sinar rembulan, anak itu terlihat tak berdaya. Perlahan, Danan menopang tubuhnya menggunakan kedua telapak tangan, lalu menahannya agar bisa menegakkan tubuh.
Ada banyak tanda tanya yang ia punya. Danan segera menyadari jika ia berada di alam bawah sadar, segera melakukan beberapa tamparan yang mendarat tepat di kedua pipinya. Tak hanya itu, Danan beralih ke lengan, mencubitnya dengan keras.
"Tangi! Tangi! Tangi ...!" (Bangun! Bangun! Bangun ...!).
Masih banyak lagi kegiatan menyiksa diri sendiri yang anak itu lakukan. Semuanya demi menarik dirinya sendiri keluar dari sini. Malangnya, semua itu sia-sia, buktinya Danan masih berdiri dengan kaki yang sudah dipenuhi oleh noda-noda cokelat. Hal itu membuatnya mendecak kesal.
"Ck! Asem!!!" Danan menendang sebuah benda padat kecil itu, melampiaskan seluruh emosinya. Akibat gaya dorong yang ia berikan, batu itu terlempar jauh, lalu beradu dengan benda serupa yang memiliki ukuran jauh lebih besar, menimbulkan suara khas yang menggema.
Tik ...!
Danan mengernyitkan dahi, memicingkan matanya untuk memperjelas penglihatannya. Danan berjalan mendekat, ke arah sebuah batu berukuran besar yang ada tepat di ujung titik dirinya berdiri. Separuh dari batu itu tertanam di dalam tanah. Namun, bukan itu yang Danan fokuskan, melainkan benda asing berkilau keemasan yang tertancap di atasnya.
Terus melangkah, jarak antar kedua titik semakin dekat untuk bertemu. Danan bisa melihat dengan jelas, yakni sebuah keris kuno dengan deretan tulisan Aksara Jawa yang terukir di gagangnya. Entah apa yang ada di tulisan itu, Danan sama sekali tak memahaminya.
Sebuah insting mengatakan jika Danan harus mencabut keris itu. Tanpa sadar, salah satu tangannya terangkat, terulur ke arah gagang pusaka itu. Sensasi dingin terasa di telapak tangan Danan ketika jari-jemarinya mulai menyentuh permukaan yang halus. Setelah memantapkan tekad, Danan menggenggam gagang kerisnya, lalu menariknya kuat-kuat, memusatkan seluruh tenaganya di tangan. Setelah perjuangan yang amat keras, akhirnya tubuh Danan terpental ke belakang, dengan gema denting milik benda yang kini tergeletak di sampingnya.
Apa yang terjadi selanjutnya membuat kedua mata Danan terbuka lebar. Angin berembus dengan kencang dalam sekejap, disertai dengan pohon-pohon di sekitar yang berguncang hebat. Bunyi dentuman saling bersahut-sahutan, berasal dari kejauhan yang kian mendekat. Danan bangkit dengan lunglai, getaran tanah mulai dirasakan olehnya.
Tidak hanya satu, melainkan ada puluhan bahkan ratusan yang sedang menuju ke arahnya. Tak ada tempat bagi Danan untuk berlari. Mencari jarum dalam jerami. Ke mana pun arah yang akan dituju, sulit untuk menemukan jalan keluar dari sini. Anak itu terkepung, dan ia telah menyadarinya sedari awal suara itu muncul.
Danan hanya bisa pasrah, seiring dengan kepalanya yang pelan-pelan mulai menengadah ke atas, melihat puluhan makhluk berbulu yang tingginya setara dengan pohon beringin, berjalan tegap ke arahnya dengan sepasang mata merah pekat berukuran mangkuk yang menatapnya tajam.
"Gusti ...." Lenyap sudah seluruh tenaga yang ada di dalam tubuh Danan. Anak itu terjatuh, kakinya tak bisa merasakan apa pun lagi. Kembali dilihatnya langit malam dengan ribuan bintang yang saling berjejer, merangkul satu sama lain, membentuk rasi bintang yang memanjakan mata. Tak lupa, sang lunar yang masih setia memancarkan cahaya, menjadi induk dari mereka semua.
Ah ... pemandangan malam yang sungguh indah, sebelum semuanya tertutupi oleh telapak kaki dari makhluk raksasa itu. Tak ada cara untuk menghindar, yang bisa dilakukannya hanyalah menunggu, menungggu hingga benda itu menindih tubuh yang lebih kecil darinya, hingga menjadi tetelan-tetelan yang tak berbentuk.
"AAAA ...!!!!!"
***
Danan terperanjat, wajahnya dipenuhi dengan keringat dingin. Hal yang pertama kali ia lihat adalah sekumpulan orang-orang yang tengah khusyuk membacakan ayat-ayat suci secara berirama. Ia menatap bingung ke samping, ke arah anak bertubuh gempal yang membalas kontak matanya.
"Pancen kebo!" ucap Fajar dengan lirih. Danan mengembuskan napas lega, tak menggubris apa yang baru saja Fajar katakan. Syukurlah, apa yang dialaminya hanya mimpi. Danan menepis semua pikiran negatifnya saat ini, untuk ia simpan saat pulang nanti. Kini, Danan harus menyelesaikan apa yang sudah ia mulai. Anak itu segera mengikuti alunan kalimat berbahasa Arab yang orang-orang baca, dengan mata terpejam, berusaha agar tetap fokus.
Sayangnya, mencoba khusyuk di tengah-tengah pikiran yang masih berkelana sangatlah sulit. Hingga acara berakhir, Danan masih belum bisa melupakan apa yang ada di dalam mimpinya itu, terlebih sebuah pertanyaan baru saja muncul di antara jutaan yang lainnya, menambah beban pikiran anak itu yang telah banyak mengandung hal-hal bernuansa abu-abu.
Hutan, kuda, keris, koloni genderuwo, Lastri.
Apakah semuanya saling berkaitan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rogo Dedemit (TELAH TERBIT)
HorrorRank 1 in #horror (23 - 10 - 2023) Rank 1 in #horor (15 - 02 - 2023) "Tolong ...! Tolong ...! Kuburan e Pak Joko ...!" Suara itu meraung-raung hingga terdengar oleh satu penduduk desa. Para warga sontak berkumpul untuk mengobati rasa penasaran akan...