Dissapear

11.2K 1K 95
                                    

Jaemin berdiri di depan jendela, dia melihat gerbang yang tampak sepi, wajahnya tampak penuh harap menunggu pengantar pizza datang.

Dia lihat lagi sudut-sudut langit kamar dan tak melihat adanya CCTV di sana. Dia yakin, bahwa Jeno tak akan mengetahui tindakannya, beruntung karena kali ini dia aman.

Jaemin menganga saat melihat pengantar pizza itu tiba di depan gerbang, bibirnya langsung melengkungkan senyum. Dia lihat pengantar pizza itu memberikan pesanannya pada maid.

Saat hendak kembali ke motornya, pria itu sempatkan menoleh ke lantai dua, tempat dia melihat Jaemin terakhir kali dan mendapati pria itu berdiri di sana seperti sebelumnya.

Jaemin mengangguk lalu melambaikan tangannya membuat pria itu menautkan alisnya. Dia menyipitkan matanya, mencoba memperjelas pandangannya, di lihatnya Jaemin memberikan gesture telepon.

Alis pria itu bertaut kian bingung, butuh beberapa kali baginya untuk paham. Lalu dia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menunjukkannya pada Jaemin.

Jaemin tersenyum dengan anggukan kepala mantap ke arah pria itu. Dia kemudian memberi gesture membentuk angka 119 yang mana itu adalah nomor panggilan darurat.

Pria pengantar pizza itu mulanya tak yakin, dia mencoba menirukan apa yang Jaemin minta dan Jaemin mengangguk antusias saat pria itu bertanya soal nomor panggilan darurat.

Pria itu menunjuk ponselnya kemudian mengarahkannya ke telinga yang lagi-lagi di angguki oleh Jaemin. Jaemin memohon dengan kedua tangannya membuat pria itu yakin. Dia kemudian menghubungi nomor darurat itu.

“Halo” Sapa pria itu. “Ya, aku ingin melapor, ada keanehan di sebuah rumah di kawasan elite, ada seorang yang memintaku menghubungi nomor darurat ini, sepertinya dia butuh pertolongan.” Jelas pria itu, matanya tak lepas menatapi Jaemin yang bak berharap padanya.

“Aku akan mengirim foto kalau begitu” Tambahnya.

Dia mematikan sambungan teleponnya kemudian membuka aplikasi kamera, Jaemin melambai saat melihat pria itu membikinnya dengan kamera. Menunjukkan gesture seperti memohon dengan putus asa.

Setelahnya, pria itu mengacungkan ibu jarinya dan Jaemin berterima kasih pada pria itu. Setelah membantu Jaemin, pria itu memacu motornya untuk pergi dan melanjutkan tugasnya.

Jaemin menghela nafas lega, dia kembali ke sofa dengan tangan mengepal.

“Semoga saja...” Gumam Jaemin.

Sudah tak sabar jika polisi datang dan dia bisa bertemu keluarganya. Jantungnya berdetak tak karuan dan sudah membayangkan bagaimana rasanya bebas dari penjara mengerikan ini.

Jaemin melihat jam dinding di kamar, sudah sepuluh menit sejak laporan itu, belum ada tanda kedatangan petugas polisi. Jaemin melangkah ke jendela untuk melihat.

Alangkah terkejutnya saat melihat mobil Jeno masuk ke dalam pelataran rumah.

“Tidak. Bukan! Kenapa dia sudah kembali?” Jaemin bertanya-tanya dengan panik.

Pria itu meneguk salivanya kasar melihat mobil Jeno melaju menuju garasi, dia langsung melangkah dan duduk manis di sofa. Namun wajahnya sudah pucat dan kakinya gemetar bukan main.

Mengapa Jeno kembali begitu cepat sebelum petugas polisi datang?

Pria itu terus berusaha menenangkan dirinya serta jantungnya yang berdebar tak karuan. Beberapa kali i coba hembuskan nafas agar lebih tenang. Tapi dia terlihat jelas sangat tegang dan ketakutan.

Kepalanya langsung menoleh begitu pintu kamar terbuka, dia liat suaminya masuk dengan senyum merekah.

“Aku pulang.” Sapa Jeno dengan senyum, pria itu melingkarkan satu tangannya ke pinggang Jaemin lalu mengecup pucuk kepala suaminya.

98,7FM [NOMIN]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang