Let's Restart

653 42 4
                                    

DARIUS


Amira tertidur dalam pelukannya. Kelopak mata gadis itu mengerjap cepat dalam tidurnya. Dalam tidurnya Amira masih mengernyitkan dahinya, seakan beban yang dia rasakan saat sadar ikut terbawa dalam alam bawah sadarnya.

Ruangan menjadi hening karena kini tinggal dirinya dan Amira yang berada dalam ruangan kantornya.

Interaksi dan kekacauan dengan ayahnya tadi membuat kepalanya sedikit tegang.

Tentu dia berpikir ini adalah salah satu resiko yang akan dia hadapi besok ketika dia mulai go public dan memperkenalkan Amira sebagai kekasihnya. Namun, pertemuan yang tak disangka antara ayahnya dan Amira tadi menyisakan bekas pahit dalam mulutnya.

Kini, ketika media sudah mengendus dan mendapatkan informasi mengenai Amira, dia harus bersiap untuk mencari strategi agar bisa menjaga Amira. Tak hanya ayahnya yang akan bermanuver kelak. Musuh dan lawan-lawan bisnisnya pasti mencari kesempatan untuk menjatuhkannya.

Senyum tipisnya terulas begitu saja ketika Darius memandangi wajah cantik Amira. Posisi seperti ini cukup nyaman baginya. Daris dengan mudahnya mendekap Amira dan merasakan hangat serta wanginya tubuh kekasihnya. Namun, Darius memutuskan untuk membopong sang gadis dan membawanya ke dalam kamar rahasia yang didesain khusus untuk tempat bersembunyi di kantor. Setelah menyelimuti Amira, dia kemudian membuka jasnya dan menarik dasinya.

Amira tidur terlelap tanpa sedikitpun terganggu dengan manuvernya. Either she trusted him, or she was tired after being involved with the charade of his father.

Darius merogoh saku celananya, mencari nomor Nero dan segera menghubunginya.

"Lo sibuk, nggak, Nero? Ayo kita bicara kembali di ruangan gue."

Tanpa basa-basi, setelah mendapat jawaban positif dari Nero, dia menutup sambungan teleponnya.

Sekali lagi, Darius melirik ke arah gadis yang pulas di atas ranjangnya. Ada kepuasan intrinsik yang sulit Darius jelaskan ketika mendapati Amira tertidur di kasur miliknya.

Well, call him the caveman! But, his possessiveness surged when he saw her sleeping under his sheet.

Dia mencari secarik kertas dan menuliskan kode angka untuk ruangan ini, menindihnya dengan Dunhill lighter miliknya di meja nakas samping ranjang sebelum dia keluar kamar dan kembali bercokol di ruang kerjanya yang tepat berada di seberang pintu rahasia ini.

Satu langkah antisipatif jika gadisnya terbangun dan dia masih berbicara serius di ruang kantornya. Sudah saatnya Amira mendapatkan akses penuh ruang rahasia ini. In the end, Darius planned to use this room to love her endlessly.

Darius menunggu sekitar lima menit di ruang kerjanya sebelum Nero kembali masuk.

"Kenapa lo bertindak ceroboh?"

"See? all eyes on you now, dan mereka mengetahui eksistensi Amira," ujar Nero mengingatkan.

Ya, Darius tahu apa yang dilakukan tadi adalah sebuah refleks yang buruk serta tindakan yang tidak bijaksana. Rasa panik melandanya ketika melihat pengawal ayahnya telah mengepung Amira. He was blindsided, and acted like a fool. Tanpa memikirkan konsekuensi, dia langsung melindungi Amira, dan secara bersamaan–membuat musuh-musuhnya membidikkan sasaran kepada Amira.

"Gue nggak mau kejadian serupa terjadi lagi. Selalu sertakan satu orang pengawal untuk membayangi Amira ke mana pun dia pergi. Dua puluh empat jam, setiap hari. Mulai dari detik ini," perintahnya dengan nada gusar.

Nero mengangguk, dia juga merasa bersalah karena kecolongan tadi pagi. Dia terlalu percaya diri tak ada kejutan dalam acara formal yang membosankan seperti ini. Ternyata Carlos Danudihardjo datang dan memberikan kekacauan walau kehadirannya cukup singkat tadi.

OBSESI TUNGGAL SANG MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang