7). Obsession

22.9K 1.5K 15
                                    

"Duchess tidak papa Yang Mulia Duke. Mungkin karena kurang istirahat, itu yang menyebabkan Duchess terus mengalami pusing di kepala," kata seorang tabib yang baru usai memeriksanya.

Saras ingat dirinya memang memiliki riwayat darah rendah karena terlalu sering begadang demi merampungkan novel yang ditulisnya. Itu bisa saja terjadi karena Saras lebih sering mendapatkan ide di malam hari, di tengah keheningan malam. Tapi, Saras tidak bisa memastikan, entah raga Helena atau justru jiwanya yang sakit saat ini.

Intinya soal mengalami pusing kepala itu dirinya tidak membual. Hanya saja tidak separah itu sampai harus di panggilkan tabib. Saras menyampaikan alasan tersebut agar supaya terhindar dari undangan pesta Kekaisaran. Tapi, melihat Juan apalagi Caesar yang mengkhawatirkan keadaannya secara berlebihan, Saras jadi merasa bersalah. Ayah dan anak itu benar-benar mengkhawatirkan Helena.

Saras jadi bertanya-tanya, akan sesedih apa jikalau mereka berdua tahu bahwa jiwa di dalam raga Helena bukan milik Helena yang asli?

"Apakah kau yakin? Periksa sekali lagi, apakah benar-benar tidak ada masalah berat dengan kepalanya."

"Saya tidak mungkin salah dalam melakukan pemeriksaan, Duke."

"Jadi, dia tidak gegar otak?"

Saras mendelik mendengar itu. Astaga! Entah terbuat dari apa mulut lelaki itu. Setelah menuduhnya berselingkuh, Juan juga mencurigai otaknya bermasalah. Mulutnya benar-benar sangat pedas. Ingatkan Saras untuk membungkam mulut lelaki itu sampai sobek suatu hari nanti.

"Jangan tersinggung. Bukankah hal yang wajar seorang suami mengkhawatirkan istrinya."

Saras melengos. Namun tatapannya langsung tertuju pada Caesar yang ternyata sedari tadi tengah memperhatikan dirinya dalam diam. Bocah cilik itu berdiri disisi ranjang kamar sambil memegangi tangannya sendiri di depan tubuh. "Caesar?"

"Maafkan, aku ibu."

"Kenapa... jangan menangis?" Saras tercekat melihat bocah itu yang tiba-tiba menangis dan langsung menundukkan kepalanya.

Juan yang melihat putra semata wayangnya menangis tampak tidak senang, lantas langsung meminta tabib dan pelayan meninggalkan ruangan itu. "Caesar, laki-laki tidak boleh menangis di depan pelayan."

"Maaf Ayah. Aku hanya merasa bersalah karena telah membuat ibu kelelahan."

"Caesar, itu bukan salahmu," kata Saras.

Caesar mendongak menatap Ayahnya setelah mengusap air matanya sendiri menggunakan punggung tangan. "Apa tawaran Ayah yang itu masih berlaku?"

Saras melihat Ayah dan Anak itu dalam diam. Bingung dan tidak mengerti apa yang tengah kedua laki-laki berbeda usia itu bicarakan.

"Tentu."

"Kalau begitu, Caesar bersedia."

"Tunggu... tawaran apa? Bersedia untuk apa?"

Caesar kemudian menghadap ke arah sang ibu. "Aku akan pergi ke Akademi ibu."

"A-apa?" Saras kemudian mengalihkan perhatiannya kearah Juan, meminta penjelasan dari lelaki itu.

Menyadari tatapan Helena, Juan pun menganggukkan kepalanya. "Caesar akan segera memulai pembelajarannya di Akademi. Aku memutuskan untuk memasukkannya sedari dini."

"Tapi, bukankah Caesar masih terlalu kecil."

"Saat seusia Caesar aku bahkan sudah memasuki kelas militer Helena."

"Tapi Duke....."

"Ibu...." Saras merasakan tangan mungil Caesar menyentuh lengannya, mau tak mau membuatnya berhenti bersuara. "Aku sangat menyayangi ibu. Aku berjanji kelak akan menjadi ksatria yang hebat agar bisa melindungi ibu. Caesar tidak ingin jadi laki-laki cengeng lagi."

I Became a bad Duchess (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang