"Juan apa yang mau kau lakukan?" Saras melotot panik saat Juan mendekati lehernya, kemudian mengecup bahu sang istri yang terekspos karena gaun tidurnya yang melorot. Kecupan seringan bulu itu membuat sekujur tubuh Saras merinding bukan main.
"Lain kali, aku tidak akan segan-segan mencongkel mata siapa pun yang berani memandangi mu dengan penampilan seperti ini lagi." Saras menahan napas mendengar itu.
"Jadi, berpikirlah dua kali sebelum keluar dengan penampilan seperti ini, Helena. Kalau kau tidak mau sampai ada korban karena kecemburuanku."
Saras menelan ludah gugup, apalagi saat melihat Juan mengatakan kalimat barusan di iringi dengan senyuman manisnya. Percayalah, itu berkali lipat jauh lebih menyeramkan dari pada Juan yang biasanya.
"B-baiklah." Saras merutuki kegugupannya saat menjawab pertanyaan itu dengan nada gugup. Namun mau seberapa keras pun Saras berusaha mengendalikan suaranya sendiri, dirinya akan tetap berakhir kalah dengan rasa gugup yang di alaminya saat ini. Apalagi dengan posisinya yang masih duduk diatas pangkuan Juan.
"Juan, aku ingin pergi mandi," kata Saras, berusaha bangkit berdiri. Namun Juan rupanya tidak semudah itu mau melepaskan Helena dengan tetap menahan pinggang wanitanya itu.
"Cium dulu."
"Itu-nanti saja. Setelah mandi...."
Cup.
Saras mematung, menelan kembali kalimat protesnya saat Juan mengecup bibirnya secara tiba-tiba. Saras sampai menahan napas usai menyadarinya.
"Lama."
***
"Nyonya Duchess, kenapa wajah Anda merah sekali?" Saras tidak menjawab pertanyaan itu. Wanita itu terus melangkahkan kedua kakinya menuju kamarnya usai berhasil melarikan diri dari ruang kerja Juan. Chara yang terus mengikuti langkah Helena sampai dibuat terheran-heran kala mendapati ekspresi Helena keluar dari ruang kerja suaminya.
Apakah terjadi sesuatu yang buruk?
Setibanya di dalam kamar, Saras buru-buru melihat cermin. Betapa kagetnya gadis itu saat melihat tanda kemerahan di leher serta bahunya. Telinga Helena yang sebelumnya sudah memerah semakin memerah kala mendapati kiss mark sebanyak itu.
"Kalau begini terus. Lama-lama keperawananku akan terenggut." Saras menggerutu sambil menggosok-gosok tanda itu. Chara yang mendengar itu jelas terkejut.
"Bukan kah, Duchess memang sudah tidak gadis?"
Saras mematung mendengar pertanyaan itu. Sepertinya dia baru menyadari Chara mengikutinya sampai di dalam kamar.
"Maaf kalau pernyataan saya menyinggung, Duchess."
"Ahaha... Kau ini, Chara." Saras akhirnya tertawa untuk mencairkan suasana yang mendadak jadi tegang. "Tentu saja, aku kan sudah pernah melahirkan, Caesar. Tapi, aku juga rutin melakukan perawatan agar tetap seperti masih perawan, itu maksudku."
Chara ber-oh ria sambil mengangguk.
"Lalu kenapa Duchess musti panik? Bukankah tanda itu adalah bukti kalau Yang Mulia Duke mengasihi Anda. Seharusnya anda senang kan?"
Masalahnya, Juan berada di bawah pengaruh ramuan cinta. Saras tidak munafik, kalau dirinya pun tergoda untuk menyerahkan keperawanannya pada lelaki itu. Tapi, di lain sisi, Saras ingin pengalaman pertamanya ia serahkan dengan pasangan yang telah sah terikat dengannya, yang benar-benar tulus mencintainya sebagai Saras.
Kenyataan Juan yang merupakan suami Helena apalagi berada di bawah pengaruh ramuan cinta membuat Saras terus mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak terlena dengan godaan lelaki itu.
"Kau benar. Seharusnya aku tidak panik." Saras menghela napas, menatap Chara. "Lupakan itu. Aku ingin mandi, Chara. Tolong siapkan pemandian untukku."
"Baik, Nyonya."
***
Baru satu hari, rasanya Saras sudah sangat merindukan Caesar. Hari-hari nya jadi semakin sepi tanpa bocah laki-laki itu. Saras tidak tahu apa yang bisa seorang Duchess lakukan di tempat ini, sebab Juan sedari awal memang tidak membiarkan Helena bekerja. Seluruh pekerjaan Duchess sudah dikerjakan oleh Madame Mariana.
"Gara-gara Helena, gue jadi gabut, anjir."
Saras ingat. Kenapa Juan akhirnya melimpahkan semua pekerjaan pada kepala pelayan. Sebab, sejak awal Helena sendiri yang menolak mengurus semua pekerjaan Duchess yang katanya sangat merepotkan. Kegiatan Helena sehari-hari kan hanya dihabiskan dengan berfoya-foya.
"Duchess Helena?"
Saras menoleh saat mendengar suara Madame Mariana. Wanita paru baya itu, seperti biasa datang membawakan surat. "Surat lagi?"
"Benar. Namun kali ini datang dari istana."
Kedua bola mata Saras membulat mendengar itu. "Surat dari istana? Untukku?"
"Benar. Sepertinya undangan minum teh dari Yang Mulia Permaisuri."
Saras tidak tahu harus berkata apalagi. Sebab, mendengar kata istana saja sudah membuat Saras merinding. Itu artinya dia akan bertemu dengan putra mahkota lagi.
"Anda tidak boleh menolak yang satu ini, Duchess. Sebab undangan yang datangnya dari istana ini suatu kehormatan bagi setiap bangsawan yang mendapatkannya." Madame Mariana mungkin menyadari niatnya yang tengah berpikir keras mencari alasan untuk menolak undangan itu karena berkata begitu. Saras jadi merenggut saat menyadari dirinya memang tidak punya pilihan lain.
"Baiklah, aku akan pergi."
"Ah—di sini kau rupanya?" Kemunculan Juan membuat Madame Mariana bergegas menyingkir memberi jalan usai menyapa sang Duke. Saras menatap kedatangan Juan dengan kening berkerut bingung.
"Duke Juan, kenapa repot-repot mencariku? Aku akan datang kalau kau memanggil."
"Aku ingin memperkenalkanmu dengan seseorang," kata Juan. Helena mengikuti arah pandang Juan saat seorang lelaki melangkah masuk ke dalam rumah kaca itu.
Awalnya, Saras tidak terlalu ngeh dengan wajah laki-laki itu. Namun saat sudah semakin dekat, Saras pun dibuat terkejut.
"Dia...."
"Mulai sekarang, dia akan menjadi pengawal pribadimu, Helena."
Saras terkejut melihat laki-laki asing yang sudah berdiri tak jauh dari posisinya itu. Meskipun wajahnya asing, jelas warna kedua mata lelaki itu mengingatkan Saras, pada sosok misterius yang menolongnya dari para bandit juga lelaki yang membuntutinya waktu Saras pulang dari rumah penyihir.
Tapi, dari mana Juan mendapatkan orang itu. Dan bagaimana pula orang itu bisa masuk ke dalam mansion ini bahkan merangkap menjadi pengawal pribadinya. Saras benar-benar gatal ingin menanyakan banyak hal kepada Juan. Untungnya, tanpa bertanya Juan langsung menjelaskan.
"Namanya Araldi. Dia yang terbaik dari sepuluh orang yang mengikuti kompetisi."
"Hah? Kompetisi?" Tanya Saras bingung. Juan spontan menepuk pelan keningnya sendiri.
"Ah—aku lupa memberitahumu. Beberapa hari ini Lucas aku perintahkan mencari kandidat untuk mengikuti kompetisi bela diri, yang akan menjadi pengawal pribadi untukmu."
"Tapi... Kenapa? Aku tidak butuh pengawal pribadi."
"Kau butuh, Helena." Juan tiba-tiba menarik Saras kedalam pelukannya. "Sejak teror yang menyerang mu waktu itu, aku sudah seharusnya memberikan perlindungan ekstra untukmu, sayang."
"Tapi, Juan. Ini terlalu berlebihan. Chara saja sudah cukup."
"Tidak. Menurut lah padaku. Ini demi kebaikan mu sendiri."
Saras menatap Araldi yang tersenyum menyeringai ke arahnya dari balik punggung Juan. Andai Juan tahu, kalau sebenarnya Araldi lah orang yang mengirimkan teror berupa mayat seorang wanita tanpa kepala ke dalam kamar Helena waktu itu.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
I Became a bad Duchess (END)
FantasyPercayalah, hukum karma itu ada. Seperti Ayura Saraswati, seorang penulis novel yang sangat membenci karakter Antagonis bahkan dikenal tanpa belas kasih dalam menyiksa tokoh antagonis karangannya. Alih-alih terbangun di rumah sakit, Saras yang men...