Bukankah Juan sudah kembali. Tapi kenapa lelaki itu masih belum mengunjunginya.
Saras berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya sendiri, menggigiti ujung jarinya karena sedang gugup. Saras terlalu takut keluar kamar untuk menyambut lelaki itu. Meskipun begitu, Saras tetap saja merasa terancam dan over thinking kalau Juan tiba-tiba masuk ke kamarnya dan langsung menodongkan senjata.
Saras bahkan berulangkali mengusap lehernya karena merinding membayangkan hal itu. Caesar juga tidak kelihatan, entah apa yang bocah itu lakukan sampai absen tidak menemuinya lagi. Atau jangan-jangan....
"Juan gak mungkin cerita ke Caesar kalau ibunya selingkuh kan? Ah mana mungkin Juan cerita hal tabu begitu ke anak kecil...."
"Tapi, gimana kalau iya... "
Saras buru-buru keluar kamar meninggalkan tempat itu. Meski demamnya sudah membaik, melihat Saras yang berlarian jelas mengejutkan sekaligus membuat khawatir beberapa orang yang melihatnya termasuk seorang pelayan yang hendak mengantar makanan ke kamarnya.
"Duchess Helena, apa yang Anda lakukan?"
"Dimana Caesar?"
"Tuan Muda berada di halaman belakang bersama...." Tanpa menunggu pelayan itu menyelesaikan perkataannya, Saras langsung berlari menuju halaman belakang. Mansion ini memang luas dan memiliki beberapa bangunan terpisah, yang memisahkan bangunan kamar tidur Caesar. Meskipun begitu, Saras telah menghapal setiap detail lokasi tempat ini karena Caesar pernah menunjukkannya satu persatu.
Tiba di halaman belakang yang dimaksud, Saras akhirnya berhasil menemukan Caesar yang ternyata tengah latihan memanah bersama seorang lelaki yang berdiri memunggunginya. Saras mengernyit karena menyadari jelas itu bukan punggung Juan. Tepat saat lelaki itu menoleh kearahnya, Saras pun tertegun.
Anehnya kedua kakinya memilih untuk tetap bertahan di sana alih-alih segera pergi melarikan dari lelaki itu. Lelaki yang melangkah menghampirinya dengan senyum manis di wajah itu. Siapa lagi kalau bukan putra Mahkota.
"Kita bertemu lagi, Helena?"
"Kenapa Anda disini?"
Alastair menaikkan satu alisnya mendengar nada tidak senang Helena barusan. Bahkan untuk ukuran seorang bangsawan, Helena telah bertindak tidak sopan pada calon Kaisar Orchidaceae itu.
"Kau tidak tahu, aku baru kembali dari perbatasan bersama dengan Duke Juan dan mampir sebentar."
Saras bahkan tidak tahu kemana Juan pergi sejak kembali dari Kerajaan. Melihat Alastair ada dihadapannya saat ini, entah kenapa membuat Saras marah. Jelas karena lelaki itu hubungannya dengan Juan terasa jadi jauh. Namun, sebisa mungkin Saras menahan diri untuk tidak melayangkan pukulan pada Alastair karena dirinya masih waras. Menganiaya putra mahkota jelas hingga hanya akan menambah masalah baginya.
"Kau terlihat tidak senang akan kehadiranku?"
"Maaf Yang Mulia Putra Mahkota, saya tidak bermaksud seperti itu. Saya sempat sakit kemarin dan baru sembuh jadi tidak sempat menyambut kedatangan Anda."
"Tidak masalah."
Alastair kemudian melangkah maju, membuat Helena refleks melangkah mundur namun membuatnya tersandung dan hampir jatuh. Melihat itu, Alastair langsung meraih tangan kanan wanita itu.
Kejadian itu dilihat oleh Juan yang kebetulan baru tiba tepat di balik punggung Helena membuat Alastair bergegas melepaskan Helena yang sudah kembali berdiri.
"Ah-Tuan Duke sudah kembali."
Deg.
Saras mematung mendengar itu. Apalagi saat mendengar suara langkah kaki Juan di belakangnya, berdehem sekilas sebelum melewatinya begitu saja.
Alastair tanpa sengaja melihat kedua tangan Helena mengepal di samping tubuh menyaksikan Juan mengabaikannya.
"Anda baik-baik saja, Duchess?"
"Apa Anda sengaja melakukan itu?"
"Melakukan apa?"
"Anda sengaja terang-terangan bersikap begitu, untuk menyakinkan Duke Juan kalau kita memang benar berselingkuh. Anda jelas sudah tahu kalau Duke Juan akan sampai kesini tadi."
Alastair tampaknya tidak tersinggung dengan tuduhan itu. Sebaliknya, sang putra mahkota justru tersenyum. "Saya bahkan belum memberitahu Tuan Duke kalau Anda pernah mengandung anak saya, tapi Anda sudah sepanik itu?"
Saras merasakan hawa dingin meski cuaca siang itu teramat cerah. Tak jauh dari mereka, Juan terlihat sibuk mengajarkan Caesar teknik memanah, terlihat sama sekali tidak peduli dengan apa yang tengah terjadi antara dirinya dan putra mahkota.
"Anda tidak mungkin berpikir bahwa saya hanya akan diam saja setelah Anda mempermainkan perasaan saya bukan?" Setelah mengatakan kalimat itu, Alastair memilih berlalu menghampiri Juan dan Caesar, meninggalkan Helena yang jatuh terduduk dengan ekspresi pias.
***
Apakah kalian pernah merasakan takut yang teramat. Takut sampai tidak tahu harus bagaimana lagi dan dengan cara apa lagi untuk menghadapi dunia. Saras benar-benar berada di titik itu saat ini. Perasaan takut itu membawanya pada hal yang tidak seharusnya ia lakukan tapi terpaksa ia lakukan karena keadaan.
Setelah bergelut dengan pikirannya sendiri seharian, Saras memutuskan pergi keluar duchy secara diam-diam tengah malam. Memakai jubah hitam yang dilengkapi dengan penutup kepala untuk menyamarkan wajahnya.
Dengan berbekalkan informasi dari dua orang pelayan yang berbincang dan tidak sengaja Saras dengarkan, Saras pergi mengunjungi rumah seorang penyihir. Ya, kalian tidak salah baca. Saras benar-benar pergi menemui seorang wanita lanjut usia yang bersembunyi dibalik kedoknya sebagai peramal di desa.
Segala rencana baik yang selama ini dirancangnya rasanya percuma karena dirinya malah berakhir di tempat terkutuk ini. Antagonis selamanya akan tetap antagonis. Bukankah itu yang pernah Saras katakan dulu. Sepertinya, apa yang menimpanya saat ini memang hasil dari karma akibat dari perkataannya itu.
"Apa yang kau inginkan?"
"Ramuan cinta."
Penyihir itu melihat kearah Helena sekilas sebelum kembali melihat bola-bola lampu dihadapannya. Meski menggunakan tudung di kepala, rupanya si penyihir tetap tahu wajahnya melalui bola lampu dihadapannya itu.
"Tidak kusangka, seorang bangsawan terhormat sepertimu berkunjung ke tempat ini demi ramuan cinta. Sebegitu putus asanya kah kau, Yang Mulia Duchess?"
Kepalang tanggung, Saras akhirnya memilih membuka tudung diatas kepalanya, menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya dihadapan penyihir itu.
"Saya tidak bisa lama-lama ditempat ini? Tolong, akan aku bayar berapapun yang kau mau."
"Jangan khawatir, aku sudah menyiapkannya khusus untukmu." Sang penyihir mengulurkan sebuah botol berukuran kecil kearahnya, namun Saras tidak langsung menerima itu.
Bagaimana pun seseorang yang ada dihadapannya adalah seorang penyihir, Saras tentu tidak bisa sembarangan begitu. Namun seakan menyadari kewaspadaannya, penyihir itu pun menjelaskan. "Aku telah melihatmu akan datang ke tempat ini meminta ramuan cinta sejak beberapa hari yang lalu, seharusnya kau tidak lupa bahwa aku seorang peramal."
Saras mengangguk. Lalu mengeluarkan beberapa perhiasan emas yang ia bawa dari dalam saku dan menyerahkannya pada penyihir itu. Sebagai gantinya, ramuan cinta yang ia dapat pun langsung ia simpan kedalam saku.
"Ramuan cinta itu akan bekerja sesaat setelah targetmu meminumnya. Pastikan orang pertama yang ia lihat adalah wajahmu. Dan ingat... efek ramuan itu tidak bekerja selamanya. Akan ada waktunya nanti ramuan itu akan kehilangan fungsinya."
"Berapa lama efeknya bertahan?"
"Tergantung seberapa banyak kau memberikannya."
"Apakah-tidak papa kalau semisal aku berikan lagi ramuan ini sewaktu-waktu kalau dia sadar?"
Penyihir itu meringis-tersenyum memperlihatkan giginya yang seluruhnya menghitam dan terlihat menyeramkan dimata siapa pun yang melihatnya. Saras sendiri sebisa mungkin menahan diri untuk tidak kabur.
"Tidak masalah. Kalau habis datang saja lagi kemari. Pintu rumah ini selalu terbuka lebar untuk, Yang Mulia Duchess."
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
I Became a bad Duchess (END)
FantasyPercayalah, hukum karma itu ada. Seperti Ayura Saraswati, seorang penulis novel yang sangat membenci karakter Antagonis bahkan dikenal tanpa belas kasih dalam menyiksa tokoh antagonis karangannya. Alih-alih terbangun di rumah sakit, Saras yang men...