"Sekali-kali, coba lo bikin sesuatu yang beda lah Sar. Happy ending jangan cuma buat tokoh protagonis doang, lo juga perlu bikin tokoh antagonis lo tobat dan berakhir bahagia di akhir cerita. Kasihan gue lama-lama sama semua tokoh antagonis yang lo bikin mati."
Saras menyedot milkshake dengan semangat sambil mendengarkan saran dari temannya Anggi, yang baru saja me-rivew bab terbaru dari novel karangannya dengan judul The Real Villainess yang masih berstatus on going di salah satu platform novel online terkenal.
Mahasiswi berusia 19 tahun itu menggelengkan kepalanya pelan, menolak saran Anggi yang mencoba meracuni otaknya agar mau merubah alur cerita, menjadi lebih manusiawi untuk karakter Antagonis.
"Gue ngomong gini nih ya, sebagai penikmat karya lo sekaligus mewakili isi hati para pembaca."
"No. Bagi gue, gak ada kata tobat untuk seorang penjahat."
Mendengar jawaban itu, mendadak Anggi jadi teringat cuitan salah satu readers mengenai Saras yang berbunyi, 'penulis adalah antagonis yang sebenarnya'.
"Kenapa sih, lo sebenci itu sama karakter Antagonis Sar? Lo punya dendam apa sama mereka sebenarnya?"
"Ya karena mereka jahat."
Anggi pun menyerah. Ya, apalah daya dirinya hanyalah seorang pembaca yang mencoba memberikan saran pada seorang penulis. Sementara Saras sendiri adalah penulis novel yang mana tidak bisa diganggu gugat keputusannya.
Keduanya saat ini tengah duduk disebuah cafetaria pinggir jalan dekat kampus. Saras dan Anggi duduk berhadapan disebuah meja bundar dengan empat kursi kosong. Tempat biasa mereka nongkrong sehabis pulang dari kampus.
Jalanan ibu kota Jakarta padat merayap seperti biasa. Bahkan di jam-jam sore seperti ini udaranya terasa cukup engap dan panas.
Anggi menghela napas mengamati kendaraan yang berlalu lalang di seberang mereka, lalu mengalihkan atensinya kearah Saras yang mulai merapikan laptop dan barang-barang lain miliknya.
"Lo udah mau balik, Sar?" Tanya Anggi.
"Yoi."
Anggi menaikkan satu alis, kala Saras menepuk pelan bahunya penuh maksud.
"Jangan bilang, lo gak ada duit lagi?"
"Hehe," cengir Saras tanpa dosa, Anggi sampai ternganga ditempat duduknya.
"Serius Sar!" Anggi sampai beranjak berdiri karena spontan. "Lo pelit apa beneran miskin sih? Heran gue bisa-bisanya gue punya temen tukang morotin temennya kayak lo gini. Padahal, gue yakin duit dari hasil penjualan novel lo itu udah lebih dari cukup buat lo sekedar jajan Sar, belum lagi transferan dari bonyok lo di Jogja."
"Tenang. Ntar gue ganti kok, kalo inget." Setelahnya, Saras pun berlalu pergi meninggalkan tempat itu.
Melihat punggung Saras yang kian menjauh, Anggi langsung menghentakkan kedua kakinya kesal. "Ayura Saraswati!"
"Oh ya Nggi! Sekalian bayarin hutang gue ya. Bye!" teriak gadis itu, hingga sukses membuat kedua bola mata Anggi hampir copot dari tempatnya.
Anggi balas berteriak pada Saras yang sudah jalan semakin menjauh.
"Sialan lo! Gue sumpahin lo jadi karakter Antagonis karangan lo sendiri!" Teriak Anggi.
Saras pun balas dengan melambaikan satu tangannya di udara tanpa repot-repot membalik badan.
"Sabar-sabar. Orang sabar disayang Tuhan. Untung stok kesabaran gue setebal isi dompet gue." Gerutu Anggi, sambil menahan rasa dongkol namun tetap mengeluarkan dompetnya.
Namun tak selang berapa lama, tiba-tiba terdengar suara keras berikut dengan teriakan melengking dari orang-orang di sekitar.
Anggi langsung menoleh dengan ekspresi wajah terkejut-terbelalak tak percaya saat menyaksikan tubuh Saras telah tergeletak tak berdaya dengan kepala bersimbah darah di atas trotoar jalan raya ibu kota jakarta, sana.
"SARAS!"
Diketik pada tahun 2023
Meskipun cerita ini udah tamat, tolong hargai dengan tetap like & comment ya.. Gak susah kok❤
KAMU SEDANG MEMBACA
I Became a bad Duchess (END)
FantasyPercayalah, hukum karma itu ada. Seperti Ayura Saraswati, seorang penulis novel yang sangat membenci karakter Antagonis bahkan dikenal tanpa belas kasih dalam menyiksa tokoh antagonis karangannya. Alih-alih terbangun di rumah sakit, Saras yang men...