•••
Thirty Seven
"Haahh ... dia itu seram sekali ..." Seokjin menghela napas lega kala menyadari Yoongi telah menghilang dari depan pintu. Dengan hati yang sedikit ciut dan perasaan bersalah karena seenaknya masuk ke rumah orang, matanya berkeliling menatap sekitar.
Ruang tamu rumah Yoongi cukup minimalis dan terlihat nyaman, dengan sebuah lemari kaca berisi banyak buku-buku sebagai pembatas dengan ruang keluarga. Pot-pot berisi tanaman imitasi terletak di setiap sudut ruangan. Sofa putih besar dengan meja kaca berhias ukiran bunga dan karpet bulu lembut berwarna putih tulang menggodanya untuk duduk dan bersantai.
Sebuah pigura besar yang tergantung di ruangan tersebut berisi foto Yoongi dan seorang laki-laki yang terlihat beberapa tahun lebih tua darinya, tapi bukan Jungkook.
"Siapa?" bergumam sendiri tanpa tahu jawabannya, Seokjin memandangi foto itu selama beberapa detik. Melihat beberapa kemiripan yang dimiliki Yoongi dan pria itu, Seokjin berasumsi bahwa mungkin saja Yoongi memiliki saudara yang lain.
Tidak ambil pusing, mata Seokjin kembali berkelana, kali ini ke arah pigura-pigura kecil yang terletak di dalam lemari kaca, di depan buku. Beberapa foto menunjukkan momen seorang anak kecil yang pertumbuhannya sering diabadikan.
Namun, di antara semua foto anak kecil itu, mata Seokjin menangkap sesuatu.
Kedua kakinya berjalan mendekat dan melihat tiga sosok, dua laki-laki dan satu perempuan di tengah sedang berfoto di depan gedung kampus, dengan laki-laki di kiri berpose agak canggung, si perempuan tersenyum lebar sampai matanya membentuk bulan sabit, dan laki-laki di kanan memamerkan lesung pipinya yang indah.
Jantung Seokjin serasa berhenti kala menyadari laki-laki pemilik lesung itu adalah Namjoon.
Kedua mata Seokjin menyipit, mencoba mengenali teman-teman Namjoon di sebelahnya. Lalu ia sadar bahwa laki-laki yang terlihat canggung itu adalah laki-laki sama yang fotonya dipajang di ruangan itu dengan ukuran super besar.
Seperti ada bohlam lampu yang menyala di atas kepalanya, Seokjin mengangguk ringan menyambungkan kepingan kisah yang diketahuinya. Kedua orang itu, yang ada di sebelah Namjoon, pastilah Ashley dan Geumjae. Dua orang terkasih si Putra Lucifer yang sekarang sudah ... tidak lagi dikasihinya?
Lalu, Geumjae dan Yoongi pastilah kakak-beradik, bukan begitu?
Seokjin masih asyik memperhatikan foto Geumjae dan Yoongi kala ekor matanya menangkap pergerakan amat singkat dari celah yang menghubungkan ruang tamu dengan ruang keluarga. Seokjin menoleh cepat dan mendapati Geumjae sedang berdiri kaku sambil memegang lampu tidur. Kedua tangannya terlihat mencengkram gagang lampu sangat erat, samar-samar ia bisa melihat kakinya gemetar.
"Apa ...-"
"S-siapa?" Geumjae mencicit penuh ketakutan, diam-diam ia merutuki dirinya sendiri yang terdengar jauh lebih mengerikan dari dugaannya.
•
Mereka sudah duduk berhadapan dalam diam selama hampir setengah jam. Iya, setengah jam. Tanpa kata, tanpa suara. Bahkan pergerakanpun nihil tertangkap mata. Beberapa kali Seokjin menyadari Geumjae yang terlihat ingin mengucapkan sesuatu, tapi berkali-kali juga kedua matanya mendadak kosong seperti sedang menerawang dan mulutnya tetap bungkam.
Muak dengan keheningan panjang yang mungkin bisa terus berlanjut sampai kulitnya keriput (kalau masih bisa menua), Seokjin akhirnya berdeham pelan. Tubuh Geumjae sedikit terlonjak, kaget ketika akhirnya mendengar sebuah suara.
"A-ah ... m-maaf," terbata, Geumjae masih tidak berani menatap Seokjin.
Penuh kecanggungan, Seokjin hanya mengangguk. "Tidak apa ... apakah sebaiknya aku pergi saja?" Seokjin bergeser beberapa inci menjauh dari Geumjae, simbol bahwa ia bersedia pergi jika memang kehadirannya terasa memberatkan. "Kau kelihatan ... tidak sehat,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinners [NamJin]
Fanfiction[ S L O W U P D A T E ] Seokjin sudah terlalu lelah untuk terus bertahan hidup, ia hanya ingin semuanya berakhir dengan cepat. Satu langkah lagi, kehadirannya di dunia akan sempurna hilang. Namun, ketika dihadapkan dengan Malaikat Kematian, Seokjin...