• 28 : Trust •

236 37 6
                                    

•••

Twenty Eight

Seokjin tersentak terbangun dari tidurnya dengan keringat mengucur deras. Mimpinya yang sempat damai entah mengapa tiba-tiba berubah jadi mengerikan, sekelilingnya penuh akan mayat yang membusuk dengan bau anyir darah yang terlampau menyengat.

Seokjin membawa tubuhnya duduk bersandar pada dinding, matanya terpejam dan hela napasnya diatur sebisa mungkin.

Sudah berhari-hari terlewat sejak kejadian yang membuat seluruh traumanya kambuh lagi dan membuatnya hampir gila akan bayangan-bayangan semu yang menerkamnya. Ia tahu, kondisinya saat ini pasti sangat menyulitkan Namjoon, karena Seokjin bisa melihat bagaimana tatapan iblis itu ketika melihatnya.

Tatapan penuh kesedihan dan penyesalan.

Interaksi mereka berdua akhir-akhir ini selalu dipenuhi dengan hal-hal tidak penting yang pasti akan membuat Namjoon kerepotan karena tubuh Seokjin yang tiba-tiba gemetaran, otaknya yang mendadak penuh akan halusinasi, atau suara menyebalkan yang terus didengarnya tanpa henti.

Namjoon akan langsung bertindak secepat kilat, mengusahakan segala hal agar Seokjin kembali baik-baik saja.

Tapi nyatanya, dirinya sendiri pun tidak tahu apa yang bisa membuatnya tenang.

Kecuali satu hal.

Pelukan Namjoon.

Biasanya, Namjoon sudah akan ada di hadapannya ketika ia terbangun dengan mimpi buruk, lantas memeluknya erat dan menenangkannya.

Tapi, tidak ada hal lain yang dilihat Seokjin selain dinding merah kamar Namjoon yang terasa makin pengap.

Dimana iblis itu?

"Dengan ini dapat diputuskan, bahwa Namjoon, Putra Lucifer, harus diberi hukuman mati."

Pernyataan yang keluar dari mulut Uriel membuat seisi tribunal penuh akan sorak sorai, menyetujui penuh perintah tersebut.

Satan menatap Uriel bengis, tidak habis pikir mengapa malaikat bisa sekejam ini.

Leviathan melirik Lucifer yang terlihat masih terlampau tenang, lantas berbisik pelan, "Kau tidak ingin bertindak?"

Lucifer diam sejenak, matanya lurus ke arah Namjoon yang kekuatannya masih tersegel kuat. "Dia pasti datang,"

"Kau masih mempercayai malaikat itu? Seriously?"

Lucifer mengedikkan bahunya tanpa memberi jawaban lain. Leviathan masih menunggu selama beberapa detik, tetapi gerak-gerik Lucifer yang kelihatannya hanya akan bungkam membuatnya berakhir dengan menyandarkan punggung sambil memijit pangkal hidungnya gelisah.

"Aku tidak paham lagi denganmu, keparat,"

Uriel melangkahkan kakinya menuju ke tengah tribunal, tepat di depan singgasana Rafael yang masih kosong. Tongkatnya muncul di udara, dan langsung mengarah tepat ke iblis yang tak sadarkan diri di bawah sana.

Ujung tongkat Uriel bercahaya, sinarnya merambat lurus di udara tepat menyentuh jantung Namjoon. Cahayanya terlihat begitu indah, dengan helai serabut-serabut halus panjang yang mencuat dari garis panjang sinar tersebut.

Mungkin tampilannya begitu menawan, tapi tidak dengan kekuatan yang akan dikeluarkannya.

"Hoc lignum unum, et faciem morte vobis. Libera corpora peccatorum accipere iudicium potentis demerge in glória¹," Bagian tengah untaian cahaya dari tongkat Uriel menggembung makin besar seiring dengan mantra kematian yang lolos dari bibirnya. "Mortem non sentiens dolorem, quoniam valde virgam sancti huius et peccator est similis tui²,"

Sinners [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang