•••
Forty One
Namjoon selalu curiga kepada Seokjin sejak hari itu. Hari di mana ia mengendus aroma yang paling dibenci olehnya, dari tubuh Seokjin sendiri. Perilaku Seokjin juga terlihat sedikit aneh, seperti menutup-nutupi sesuatu darinya. Apapun yang dilakukan atau dipikirkan Seokjin, atau sekedar keberadaannya di luar Neraka, Namjoon tidak lagi dapat mendeteksinya. Ia tidak tahu di mana Seokjin belajar untuk menyembunyikan hal-hal itu darinya, mengabaikan ikatan darah mereka yang seharusnya—Namjoon yakin—masih berdenyut di sana.
Dengan jubah kebesarannya dan sebuah gelas anggur berisi darah gelap di tangannya, Namjoon yang sedang dikerubungi berbagai makhluk Neraka itu tidak mengacuhkan mereka sama sekali. Matanya menatap lurus ke depan, pikirannya bahkan tak ada di tempat itu. Ia sedang berusaha keras mencari lokasi Seokjin saat ini, yang masih nihil ditemukannya.
"Tuan Namjoon, aku sangat mengidolakanmu!"
"Tuan, tolong bimbing aku,"
"Tuan Namjoon, apakah aku bisa menjadi sepertimu?"
Namjoon yang biasanya pasti akan tertawa terbahak-bahak mendengar semua ucapan dari makhluk Neraka itu, kemudian menatap mereka sombong satu persatu, dan menginjak-injak harga diri mereka. Namjoon akan bilang bahwa tidak akan ada yang bisa menirunya, bahkan untuk berandai-andai semata. Tapi untuk saat ini, ia total tidak peduli. Dalam pikirannya, ia masih berusaha keras melacak jejak Seokjin yang terakhir kali terlihat berjalan menuju sebuah perumahan, namun langkahnya lenyap begitu saja.
Seperti ada sebuah selubung transparan yang memblokir akses radarnya agar dia tidak dapat mendeteksi apapun yang terjadi di balik sana.
Kekuatan besar seperti apa yang sanggup menghalanginya seperti ini?
Sebuah tepukan di bahu membuyarkan lamunannya, Namjoon hendak menghardik siapapun yang melakukannya, tapi langsung urung niatnya saat Lucifer menatapnya datar. Namjoon memutar bola matanya malas sambil menghela napas, "Apa?"
"Kenapa tidak menghampiri saudaramu yang lain?" Lucifer balas bertanya, sudut matanya menunjuk ke arah Taehyung, Jimin, dan Hoseok yang sedang berbincang santai. Percakapan mereka tentu didominasi oleh Jimin yang mengoceh dengan suara mendayu-nya, dan Hoseok yang menanggapi dengan santai. Taehyung tugasnya hanya berkomentar iri sambil bersungut-sungut.
"Percakapan mereka tidak penting," Namjoon menenggak pelan minumannya, hampir kembali fokus untuk mencari Seokjin, tapi Lucifer malah menarik bahunya untuk keluar dari kurungan makhluk-makhluk Neraka di sekelilingnya. "Bersosialisasi itu tidak selamanya buruk,"
Namjoon hendak protes, tapi Lucifer menatapnya tajam. Takut kekuatannya disegel lagi, Namjoon akhirnya menghampiri saudara-saudaranya dengan malas.
Ia akan menemukan Seokjin nanti.
"Hei, lihat siapa yang datang!" Hoseok menyambut ceria, tapi Namjoon lebih merasa seperti disindir olehnya. "Pangeran Neraka kita yang tampaknya sibuk sekali akhir-akhir ini, sehingga menghindari rakyat jelata seperti kita,"
Namjoon melirik malas, berusaha mengabaikan intonasi Hoseok yang tidak menyenangkan dan sengaja menekan pada bagian "sibuk sekali". Memilih posisi di sebelah Taehyung, Namjoon menyandarkan tubuhnya pada dinding dengan tidak mengucap sepatah kata pun untuk menanggapi kalimat sinis Hoseok. Ia hanya berbicara pelan, ditujukan pada Taehyung. "Sedang membicarakan apa?"
Yang ditanya hanya mengedikkan bahu, "Membicarakan ketidakhadiranmu bersama kami lagi setelah Seokjin ada di sini?"
"Apa?" Namjoon menatap galak, tidak suka mendengar apa yang diucapkan Taehyung. "Apa maksudnya itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinners [NamJin]
Fanfiction[ S L O W U P D A T E ] Seokjin sudah terlalu lelah untuk terus bertahan hidup, ia hanya ingin semuanya berakhir dengan cepat. Satu langkah lagi, kehadirannya di dunia akan sempurna hilang. Namun, ketika dihadapkan dengan Malaikat Kematian, Seokjin...