"and let's be winners by mistake,"
•••
Seventeen
"Aku bersumpah tidak akan memaafkanmu, Seokjin!" Namjoon meraung kesal.
Mereka berdua sudah berada di belahan bumi yang lain, tempat portal Seokjin membawa mereka. Namjoon sibuk marah-marah, masih tidak terima dengan perbuatan Seokjin yang menariknya pergi secara paksa. Harga dirinya serasa direndahkan di hadapan fallen-angel itu, tahu?
"Ya, ya, berterimakasihlah karena aku sudah mencegahmu untuk membakar hutan itu," Seokjin membalas amukan Namjoon dengan sinis, "dan menghentikanmu dari mengotori otak Jungkook dengan kata-kata kasar yang ada dalam kamusmu,"
"Jadi kau lebih peduli dengan manusia hina itu daripada aku, hah?"
"Harus kubilang berapa kali, sih? Aku juga manusia!"
Kali ini Namjoon berhasil menghindari telapak tangan Seokjin yang sudah hampir menoyor kepalanya lagi. "Aku tidak menujukan kata-kata itu untukmu, tahu!"
"Kalau begitu, boleh kan aku bilang bahwa iblis sangat munafik?"
"Tidak."
"Kenapa tidak?"
"Iblis tidak munafik, bodoh!"
"Dan manusia tidak hina, sialan!"
"Ah, sudahlah!" Namjoon meninggikan suaranya. Dengan itu, perdebatan mereka selesai.
Seokjin jalan di depan, Namjoon mengikuti tanpa suara. Diam-diam ia memperhatikan, berusaha mengobservasi kemana kah Seokjin membawa mereka berdua.
"Korea Selatan?" Namjoon bertanya heran. "Tempat lahirmu, eh?"
Dari depan, Seokjin mengangguk pelan sambil masih memperhatikan sekelilingnya. "Rumah yang gosong tadi membuatku merindukan keluargaku,"
"Oh, lalu?"
"Aku ingin mengunjungi makam mereka,"
Keduanya tidak bicara lagi, Namjoon yang paham kondisi membiarkan Seokjin dengan pikirannya sendiri, dan Seokjin sedang memutar otaknya untuk mencari kenangan-kenangan indah bersama keluarganya.
Setelah kebakaran itu, Seokjin kembali ke rumah lamanya. Kedua orangtuanya mewariskan rumah itu untuk Seokjin, tapi ketika mereka meninggal, Seokjin tentu tidak bisa hidup sendirian sehingga ia pindah ke rumah kakek-neneknya. Ketika ia kembali ke rumah orangtuanya, keadaan rumah masih seperti ketika ia tinggalkan, bedanya, rumah itu dihuni oleh beberapa bawahan dan pembantu pribadi orangtuanya atas perintah si kakek.
Ayah Seokjin adalah seorang pemilik perusahaan ternama, Kim Corp. Perusahaan ini memiliki kekayaan yang tak terbendung dengan jutaan cabang usaha dimana-mana. Ibunya yang seorang ibu rumah tangga terkadang turut membantu mengatur perusahaan itu, tapi ia tak pernah lupa untuk memberi Seokjin kasih sayang yang amat besar. Park Humin, tangan kanan ayahnya yang merupakan anak dari sahabat kedua orangtuanya itu sudah bekerja bersama ayah Seokjin sejak umurnya masih delapan belas tahun, ia adalah orang yang paling dipercaya dan amat setia kepada keluarganya.
Ketika Seokjin kembali, semua orang di sana memandangnya dengan cemas, takut kalau-kalau terjadi apa-apa dengannya. Saat itu, Seokjin langsung masuk ke kamar setelah bersih-bersih, dan ia tidak mau keluar dari sana selama seminggu. Humin-lah yang menghiburnya, membujuknya agar setidaknya Tuan Muda Seokjin itu mau keluar dari kamarnya dan melihat udara segar, melihat betapa cerahnya dunia, bahwa dunia ini terlalu indah untuk ia lewatkan dengan bermuram durja.
Tapi Seokjin tidak pernah kembali seperti sedia kala. Sifatnya yang tadinya ceria dan penuh kasih sayang itu berubah total menjadi pendiam dan jarang tersenyum. Raut mukanya selalu datar, ekspresi ketika ia senang atau sedih pun tak ada bedanya. Seluruh bawahan ayahnya yang tinggal di rumah itu berusaha sebisa mungkin untuk tetap membuat Seokjin nyaman dan tidak lagi menemui musibah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinners [NamJin]
Fanfic[ S L O W U P D A T E ] Seokjin sudah terlalu lelah untuk terus bertahan hidup, ia hanya ingin semuanya berakhir dengan cepat. Satu langkah lagi, kehadirannya di dunia akan sempurna hilang. Namun, ketika dihadapkan dengan Malaikat Kematian, Seokjin...