• 8 : Acceptance •

558 85 6
                                    

"The world may disapprove, but my world is only you,"

•••

Sejak hari itu, Namjoon belum menampakkan dirinya di hadapan Seokjin lagi. Jujur, Seokjin sebenarnya khawatir sekali. Bagaimana tidak? Dia sama sekali tidak bisa merasakan kehadiran Namjoon di sekitarnya, atau dengan secara tidak sengaja ikut mendengar isi pikiran Pangeran Neraka itu. Seokjin tidak tahu Namjoon berada di mana, atau hanya sekedar alasan menghilangnya laki-laki itu. Seokjin kesal, ia benar-benar seperti ditinggalkan entah ke mana.

Seokjin makin terbiasa dengan Neraka dan segala seluk-beluk lingkungannya.

Ketika Namjoon mengajaknya berjalan-jalan saat itu, ia hanya menunjukkan bagian-bagian pentingnya saja, seperti Pride Stage, Envy Space, Wrath Blaze, dan seterusnya sampai Lust Street. Namjoon bahkan tidak mengajaknya mendekat ke Demory walau hanya 5 meter. Iblis itu hanya mengajaknya menatap sebentar sekeliling, baru kemudian naik lagi ke lantai-lantai atas.

Setidaknya, Seokjin hampir hafal isi Pride Stage yang ditempatinya.

Seokjin saat ini kembali mengunjungi tempat favoritnya di Pride Stage, Gehenna Forest. Tempat ini merupakan sebuah hutan yang amat luas, terletak di sudut Pride Stage. Di ujung hutan ini terdapat sebuah jurang kecil dengan sungai lava yang membara, dan kalau kau mau melongokkan kepalamu sedikit lebih rendah kearah sungai itu, pasti terlihat banyak sekali kepala-kepala manusia yang masih terapung. Entah itu hanya kepalanya saja, atau mereka hangus perlahan-lahan dari bawah dan menyisakan kepalanya untuk terbakar. Seokjin tidak terlalu tahu, dan tidak ingin tahu.

Biasanya, ketika kesini, Seokjin akan merebahkan diri di tepi jurang, separuh tubuhnya sudah tidak menyentuh tanah, dan ia tahu ia bisa jatuh jika bertindak ceroboh walau sekali saja. Tatapan Seokjin akan tertuju kearah langit-langit Pride Stage yang tentu saja merah. Membosankan, sebenarnya. Tapi Seokjin selalu membayangkan betapa indahnya jika bintang-bintang kecil ikut bertebaran memenuhi langit itu, membuat kebaikan dan dosa terlihat kontras, namun bisa hidup berdampingan.

Seperti Seokjin dan Namjoon, barangkali?

"Oi,"

Seokjin terduduk kaget, nyaris tergelincir ke arah jurang jika ia tidak segera mengendalikan diri dan menggeser tubuhnya dengan hati-hati. Ia menoleh, dan mendapati salah satu adik Namjoon sudah berdiri di sana, menatapnya datar dengan kedua tangan masuk ke saku celana hitamnya.

"Kau memanggilku?" Seokjin bangkit, balas menatap Taehyung penasaran. Ia tidak membuat masalah dengan Putra Leviathan ini, bukan?

"Ya, siapa lagi?"

Canggung, Seokjin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ada apa?

"Kau dan Namjoon sedang bertengkar, ya?"

Seperti biasa, Taehyung tidak pernah basa-basi.

"Bertengkar ... bagaimana?" manusia setengah iblis itu gelisah, terkejut dengan pertanyaan langsung Taehyung yang entah mengapa terasa menusuk sekali.

Taehyung memutar bola matanya. "Jangan pura-pura tidak tahu," ia merapikan rambutnya dengan satu tangan. "Penghuni Neraka mungkin senang dikunjungi Namjoon selama satu minggu ini, tapi aku kesal melihatnya memasang tampang menyedihkan di Gehenna Lake. Sungguh, ingin sekali aku menendang mukanya itu,"

"Eh?"

"Kau ini ternyata bodoh sekali ya?" Taehyung kesal. "Namjoon saat ini sedang di Gehenna Lake, Envy Space. Kurasa kalian harus bertemu, karena kesalahpahaman ini membuatku iri dengan kalian,"

Sinners [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang