•••
Thirty One
"Hei, Namjoon," Seokjin memanggil pelan, sembari mengekori Namjoon yang sedang berburu lagi.
Ada beberapa hal mengenai iblis itu yang amat mengganggu pikirannya, tapi beberapa diantaranya ia tahu tidak akan mendapat jawaban yang menyenangkan. Seokjin harus bisa memilahnya dengan tepat kalau tidak ingin dijadikan daging manusia bakar.
Namjoon bergumam pelan menanggapi panggilan yang ditujukan padanya, sesekali ia menjauh sebentar dengan berlari kecil untuk menghampiri beberapa roh dosa yang ditemuinya, atau berlutut sejenak dan mengambil roh dosa yang disimpan feropius.
"Boleh aku bertanya sesuatu?"
Namjoon melirik singkat, lalu mengedikkan bahunya pelan. "Tanya saja,"
"Uhm," jantung Seokjin berdegup kencang, ia agak ragu apakah harus meneruskan bertanya atau tidak.
Beberapa detik sempat hening, diisi dengan Namjoon yang menunggu dan Seokjin yang masih bimbang. Setelah dipikir-pikir lagi, karena ia sudah terlanjur bilang ingin bertanya, maka mau tidak mau harus dilakukan.
"Kenapa kau ... sangat membenci fallen-angel?"
Tanpa sadar, langkah Namjoon terhenti.
Seokjin yang telah berada lebih jauh beberapa langkah langsung menoleh ke belakang, dan ia tertegun mendapati tatapan Namjoon yang menyiratkan begitu banyak arti.
Kebencian, dendam, amarah, kerinduan, rasa penuh penyesalan, dan rasa kehilangan.
Semua tatapan itu terlintas di matanya, begitu cepat sampai Seokjin ragu apakah ia melihat semua perasaan-perasaan itu.
Perasaan lain selain yang pernah ditunjukkan Namjoon padanya.
Perasaan yang tidak menunjukkan jati diri iblisnya.
Mendengar pertanyaan Seokjin, Namjoon merasa luka lamanya kembali terbuka. Merekah begitu besar, membuat hatinya terasa amat sakit.
Namjoon bingung harus apa. Ia ingin marah, ingin menghentikan semua ini dan memarahi Seokjin karena membuat ingatan traumatisnya kembali, lalu pulang ke Neraka dan menganggap seolah hal ini tidak pernah ada.
Tapi, ikatan darah mereka berdua sudah jauh lebih lekat dari sebelumnya karena Namjoon telah memberikan darahnya lagi kepada Seokjin untuk membuatnya tetap hidup.
Naluri alamiah di tubuhnya bersifat bagai benteng besar yang menahannya dari melakukan semua hal buruk pada Seokjin, sengaja maupun tidak disengaja.
Diam-diam, Namjoon merutuki aliran darahnya yang terasa menyebalkan.
"N-Namjoon?" Seokjin menggenggam tangannya sendiri, merasa gelisah. Ia takut Namjoon akan meledak lagi, seperti yang sudah-sudah. "K-kau tidak perlu menjawabnya ... kalau tidak ingin,"
"Seberapa besar rasa ingin tahu mu?" suara Namjoon datar, terdengar tanpa emosi, tapi pancaran matanya mengatakan sebaliknya.
"A-aku—"
"Seberapa besar?"
Seokjin menunduk, menatap mata Namjoon yang mengeluarkan ribuan ekspresi membuat hatinya berdenyut sakit. "S-sangat besar,"
"Kenapa kau ingin tahu?"
"Karena ... uh, aku—"
"Bicara yang jelas. Aku tidak dengar." Namjoon berujar tegas, ia menatap Seokjin tajam. "Kenapa kau ingin tahu?"
Seokjin menghela napas, mencoba menenangkan diri. Sekeliling mereka saat ini sedang sepi, bukan hal yang tidak mungkin kalau Namjoon akan langsung menghantamnya dengan bola api atau sejenisnya. "T-tidak ada alasan khusus. Aku hanya ingin tahu. Itu saja,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinners [NamJin]
Fanfic[ S L O W U P D A T E ] Seokjin sudah terlalu lelah untuk terus bertahan hidup, ia hanya ingin semuanya berakhir dengan cepat. Satu langkah lagi, kehadirannya di dunia akan sempurna hilang. Namun, ketika dihadapkan dengan Malaikat Kematian, Seokjin...