"but we'll defy the rules until we die."
•••
Namjoon dan Seokjin kembali ke Neraka, tepatnya di kamar Namjoon dengan perasaan yang tidak karuan. Seokjin malu setengah mati atas apa yang baru saja dialaminya. Namjoon bahkan masih merangkul Seokjin erat, takut Seokjin akan dihantam ombak trauma itu lagi. Padahal Seokjin yakin dia sudah baik-baik saja.
Sementara itu, Namjoon sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia baru saja mengeluarkan fire point untuk membunuh tiga manusia sekaligus yang sebenarnya bisa dibilang tanpa alasan, dan ia yang seratus persen bahwa dirinya akan diadili. Entah oleh ayahnya sendiri, atau bahkan bersama malaikat.
Namjoon sebenarnya juga tidak tahu alasan kemurkaannya tadi. Alasan mengapa fire point bisa keluar. Tentu saja itu gila. Fire point (api iblis) tidak akan keluar begitu saja, kecuali mereka berada dalam kondisi murka atau terancam bahaya tingkat maksimum. Bukankah itu pertanda bahwa, melihat Seokjin tersiksa begitu membuatnya murka?
Apa dia mulai merasa ingin melindungi Seokjin?
Ketika Seokjin sendiri justru merupakan mangsanya, yang dengan sombongnya dia ambil dari Death dengan tujuan untuk pamer kekuatan?
Sepertinya Namjoon sudah gila.
"N-Namjoon,"
"Ya?"
"T-tanganmu,"
Kaget, Namjoon langsung melepaskan rangkulannya dari tubuh Seokjin. Ia tertawa canggung setelahnya, jatungnya mendadak berdegup kencang sekali. "Ah, maaf,"
Seokjin tidak menjawab. Badannya masih terlihat lemas dan jalannya sempoyongan. Ia duduk di tepi kasur, menghela napas dengan kasar.
"Sebaiknya kau istirahat,"
Tidak dijawab lagi, Namjoon menatap iba. Sejenak ragu untuk mengucapkan permintaan maaf, yang mana tidak pernah dia ucapkan kepada siapapun, tapi akhirnya memberanikan diri walau sulit sekali.
"Jin, aku ... m-min-minta m-m-ma-"
"Tidak apa," dipotong, Namjoon serasa lega karena tidak perlu benar-benar mengucapkan kata maaf itu tetapi masih merasa bersalah. "Aku tahu kau tidak terbiasa mengucapkan kata itu. Dan, terimakasih karena sudah menolongku dua kali,"
Namjoon tersenyum penuh arti, kemudian lagi-lagi, entah kenapa, entah atas dorongan apa, ia mengulurkan tangannya untuk mengacak pelan rambut Seokjin dengan lembut. "Terimakasih kembali,"
"Namjoon."
Namjoon dan Seokjin menoleh bersamaan, dan melihat Lucifer sudah ada tepat di pintu kamar Namjoon, berdiri dengan tegak dan menatap tajam kearah mereka berdua.
"Kau tahu kan kesalahanmu?"
Yang ditanya menghela napas, kemudian berbalik untuk menghadap ayahnya dan berjalan santai. "Ya, ya, aku tahu, kok. Apakah akan ada malaikat nanti?"
Lucifer mengangguk. "Tentu saja. Fire pointmu itu sudah membunuh tiga orang manusia, bahkan ketika kau tidak punya cukup alasan yang kuat mengapa kau membunuh mereka,"
"Aku punya, Ayah. Aku punya alasan mengapa aku melakukannya,"
"Aku tahu kau punya. Tapi katakanlah semua alasanmu itu di hadapan malaikat-malaikat serba putih itu, dan pastikan kau keluar dari sana hidup-hidup," Lucifer memandang tajam anaknya. "Jangan mengacau, Namjoon."
"Tenang saja. Anakmu ini kan hebat," Namjoon tersenyum sombong, kemudian mendahului ayahnya untuk keluar dari kamarnya. Di sana, seluruh iblis sedang menunggu, dari Mammon hingga Belpeghor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinners [NamJin]
Fanfic[ S L O W U P D A T E ] Seokjin sudah terlalu lelah untuk terus bertahan hidup, ia hanya ingin semuanya berakhir dengan cepat. Satu langkah lagi, kehadirannya di dunia akan sempurna hilang. Namun, ketika dihadapkan dengan Malaikat Kematian, Seokjin...