• 30 : Warmth •

284 41 6
                                    

•••

Thirty

"Jadi?" Seokjin bertanya pelan. "Apa yang sebenarnya terjadi?"

Namjoon dan Seokjin, di kamar, dengan posisi Seokjin bersandar pada dinding sedangkan Namjoon meletakkan kepalanya di pangkuan Seokjin.

Tidak usah bertanya kenapa mereka bisa seperti itu, Namjoon yang memaksa.

Seokjin juga masih lebih ingin nyawanya selamat.

Namjoon melirik Seokjin sekilas, lalu mengedikkan bahu. "Entahlah, kekuatanku di segel penuh,"

"Kenapa?"

"Karena ..." Namjoon memejamkan matanya, ingatan tentang bagaimana ia hilang kendali dan membakar Gehenna Forest terlintas di pikirannya. "... memikirkanmu?"

Hati Seokjin seperti ditarik dari tempatnya.

Memikirkan Seokjin saja bisa sampai membuat kekuatan Namjoon disegel sedemikian rupa?

Seokjin merasa bersalah.

"Kenapa kau harus memikirkanku sedemikian rupa? Aku kan tidak apa-apa,"

"Matamu," Namjoon melirik malas.

Seokjin balas menatapnya dengan pandangan bertanya, merasa tidak familiar dengan bahasa dan intonasi yang baru saja Namjoon lontarkan. "Mataku? Ada apa dengan mataku? Kenapa nadanya seperti itu?"

Namjoon mengedikkan bahu. "Aku hanya meniru bahasa manusia. Nadanya seperti itu karena aku kesal, bisa-bisanya kau bilang baik-baik saja ketika aku harus setiap saat ada di sampingmu?"

Pipi Seokjin merona, malu mendengar kalimat itu.

Sebenarnya dia sadar bahwa beberapa hari yang lalu, ia sangat bergantung pada Namjoon, dan menginginkan iblis itu ada setiap saat untuknya. Tapi kan tidak perlu diingatkan lagi.

Bibir Seokjin maju beberapa senti, menahan rasa malunya. Namjoon terkekeh sejenak memandang paras Seokjin yang terlihat tampan dan lucu di saat bersamaan.

"Kalau kau terus seperti itu, aku akan memberimu hadiah,"

"Hadiah apa?"

Namjoon menunjuk bibirnya sendiri sebagai jawaban sambil tersenyum, senang meledek Seokjin. Sedangkan manusia setengah iblis itu perlu beberapa detik untuk mencerna maksud gestur Namjoon, untuk kemudian menghantam wajah sok tampannya dengan bantal.

Tapi Namjoon memang tampan, sih.

"Ahk-!" Teriakan Namjoon tertahan di balik bantal, ia kaget sekaligus kesal, tapi juga merasa amat bahagia bisa melihat Seokjin yang kembali ceria.

"Kau lakukan sekali lagi, kubunuh kau di sini,"

Namjoon tertawa. Kedua tangannya meraih bantal dari dalam, menurunkannya sampai hidung dan menyisakan kedua matanya untuk mengintip Seokjin. "Jadi, kau bisa membunuhku, hm?"

"Tentu saja," Seokjin berujar sombong, sepertinya mulai tertular tabiat si Pangeran Iblis.

"Yakin?" alis Namjoon dinaikkan sebelah, Seokjin diam-diam menahan teriakannya melihat visual Namjoon yang diluar bayangan. "Coba jelaskan bagaimana caranya kau akan membunuhku,"

"Bukannya kemarin kau hampir mati gara-gara aku?"

Namjoon langsung tertohok.

Secara teknis, memang benar, kemarin ia bisa sampai sekarat karena memikirkan Seokjin, dan kekuatannya juga harus disegel karena itu. Kalau tidak, mungkin ia masih punya kesempatan untuk melawan ketika Uriel hampir membunuhnya.

Sinners [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang