Pria yang menyoroti wajahku dengan flash ponsel, menengadahkan tangannya.
"Kembalikan ponsel milik Michael!"
Aku tidak tahu, bagaimana mimik wajahnya sekarang. Aku tidak tahu bagaimana ekspresinya saat menatapku yang bersembunyi di atas lemari.
Tidak ada pergerakan dariku. Bahkan untuk menyerahkan ponsel yang ada di tanganku pada Bian.
Tangan yang kekar itu, berusaha menggapai ujung lemari yang tinggi. Dengan bertumpu kedua tangan, dia bergelantungan dengan wajah yang kini terpampang di hadapanku.
Flash ponsel itu dibiarkan berada di lantai. Menyoroti tubuh Bian yang sedang bergelantungan pada lemari.
Dapat kurasakan, deru napasnya menyapu wajahku. Sebelah tangannya melepas pegangan pada ujung lemari, untuk meraba ke sekitarku.
Sesekali tangan itu menyentuh bagian tubuhku, bahkan wajahku. Sampai akhirnya, dia berhasil menemukan ponsel yang ada di genggamanku itu.
Menarik ponsel itu hingga terlepas dari tanganku. Bian melepaskan pegangan pada ujung lemari, tubuhnya melompat ke bawah.
"Harusnya kamu berpikir terlebih dahulu... Sebelum membawa polisi datang kemari. Mungkin jika aku ditangkap, Aku tidak akan diam saja. Tentu aku akan menceritakan semuanya. Tentang kamu yang mencuri ponsel Ronald di bar. Lalu membunuh Michael dan mencuri ponselnya juga. Mungkin kita akan sama-sama mendekam di penjara. Tidur di ubin, menghabiskan sisa waktu bersama penjahat-penjahat yang lain."
Aku menelan ludah, mendengar ancaman itu. Kalimat yang diucapkan oleh Bian, mampu membuat bulu romalu berdiri. Mungkin dia akan dipenjara, atas perlakuannya pada Pamela. Tapi... Dia juga bisa menyeret kamu untuk ikut bersamanya.
"Oh gadis cantik... Sampai kapan kamu akan bersembunyi di atas lemari itu? Apa kamu butuh bantuan untuk turun?"
Bayangannya yang mengangkat kedua tangan seolah-olah hendak menggendong, terpantul lewat flash yang tergelatak di atas lemari.
"Baiklah... Aku harap kamu bisa turun sendiri ya nona Niana!" Dia tertawa, berjalan meninggalkan aku yang berada di atas lemari.
Dengan membawa serta ponsel Michael.
Terdengar suara jendela kaca, yang dibuka lalu ditutup kembali. Pria itu telah pergi.
Pamela pasti marah... Perjuangannya sia-sia. Dia rela tangannya dipaku, untuk menyembunyikan bukti yang ada di ponsel Michael. Tapi Bian, berhasil membawa ponsel itu pergi.
Bersusah payah menuruni lemari. Berniat untuk kembali ke lantai atas.
Masih kulihat Pamela berada dalam posisi awal. Paku itu masih menancap di tangannya. Mendapati palu milik Bian yang tertinggal di sekitar tubuh Pamela. Aku segera meraih palu itu.
"Maaf ya Pamela..."
Tanpa banyak bicara, bagian belakang palu itu aku gunakan untuk mencabut paku yang menancap dalam, pada sela jari Pamela.
Harus menghilangkan rasa takut, melihat kulit tipis yang dihantam paku itu.
"ARGGGGHHHHT!"
Mengabaikan jeritan yang keluar dari mulut Pamela. Berusaha menarik paku dengan sekuat tenaga.
Tidak ada yang sia-sia, karena dalam satu hentakan kuat, paku itu lepas dan jatuh ke lantai.
Kali ini darah mengucur lebih banyak. Pamela mengigit bibir, menjatuhkan diri ke lantai. Tubuh itu meringkuk menahan sakit. Bahkan sesekali kakinya menghantam tembok.
***
Setelah kami selesai mendatangi klinik yang buka 24 jam, guna mengobati luka Pamela. Aku menemani Pamela hingga pagi menjelang.
KAMU SEDANG MEMBACA
jasad adikku Di plafon
Mystery / Thriller"sejak kapan kamu jual diri?" Niana berteriak lantang di hadapan adiknya. Niana marah, saat mendapati video dan foto tidak senonoh milik adiknya di s1tus dewasa. "Itu bukan jual diri Niana. Itu seni..." Mendengar kalimat itu keluar dari mulut adikny...