Melewati perjalanan panjang untuk kembali ke rumah.
"Ugggghhhhttt!" Pamela yang ada di sampingku mengigit bibirnya. Mengerang kesakitan, saat luka itu dibalut oleh pakaian.
"Sabar Pamela..."
Aku menginjak gas lebih dalam, memacu mobil di jalanan sepi dengan kecepatan tinggi. Sesekali menatap kaca spion yang mengarah ke belakang, melihat apakah pria gila itu mengikuti kami atau tidak.
Tidak ada yang sia-sia menurutku. Meski malam ini penuh ketegangan, setidaknya aku tahu hubungan antara Leo dan Ronald.
Tadinya aku pikir suatu kebetulan, bertemu dengan Bian yang ada di dalam mimpiku. Aku sempat meragukan pria itu ikut terlibat. Namun sekarang, aku dapat melihat pria itu ada kaitannya dengan para saksi yang dimintai keterangan
Sekitar pukul 12 malam, akhirnya aku dan Pamela sampai dirumah. Berniat mengganti pakaian, lalu mendatangi rumah sakit. Aku tidak dapat menangani luka lebar yang ada di paha Pamela.
Aku membasuh wajah dengan air hangat, mengenyahkan potongan daging yang mengering di bagian leher.
Aku meringis kesakitan, saat baju yang aku kenakan menggesek punggung bagian belakang. Punggung yang terkenal lemparan batu dari Ronald dan juga Leo.
Pamela masih berada di dalam mobil, dia tidak ingin turun hanya untuk mengganti pakaiannya yang penuh darah. Entah penjelasan apa yang nanti akan kami berikan, jika dipertanyakan tentang luka yang ada di setiap tubuh.
Berlari keluar rumah, menemui Pamela.
Menjalankan mobil, menuju rumah sakit terdekat.
Di persimpangan jalan, aku melihat dari arah berlawanan Jimmy yang mengendarai motor besarnya hendak menuju ke rumahku.
Motor besar itu berhenti di seberang jalan. Dapat kulihat jimmy menoleh ke arah mobil yang aku kendarai. Tidak melanjutkan perjalanannya, Jimmy berbelok arah untuk mengikutiku.
Menghela napas dalam.
Aku pikir dengan memutus hubungan dengannya, Jimmy akan pergi, dan fokus dengan hidupnya sendiri. Tapi nyatanya, dia jadi lebih sering mengunjungi rumahku.
Menekan klakson berkali-kali, agar pengendara yang ada di hadapan mobil memberikan jalan.
Melihat ke belakang, motor Jimmy masih mengikuti.
Kemana lagi, kalau tidak mendatangi rumah sakit tempat dokter Bastian bekerja. Rumah sakit yang cukup besar, dan jaraknya tidak terlalu jauh.
Saat sampai di depan parkiran rumah sakit. Beberapa perawat membantu Pamela turun, lalu membawanya ke ruang UGD yang terletak di bagian paling depan, dengan kursi roda.
Kuharap Jimmy kehilangan jejak. Agar dia tidak melihatku datang berkunjung ke rumah sakit.
Menunggu Pamela yang sedang ditangani dokter. Luka robek itu cukup dalam, perlu beberapa jahitan untuk menghentikan darah yang terus mengalir.
Tuk! Tuk! Tuk! Tuk!
Terdengar suara langkah kaki mendekati. Seseorang berdiri di hadapanku.
Saat mendongakkan kepala, aku melihat dokter Bastian yang sedang menenteng tas kerjanya hendak pulang.
"Apa kamu membawa pria itu ke rumah sakit?" Tanyanya.
"Pria siapa?" Aku balik bertanya.
"Pria yang ada di gudang, Niana..." Dokter Bastian mengingatkan.
Dia yang tadinya berdiri di hadapanku, kini memilih duduk di sampingku.
"Bukan... Kali ini temanku Pamela yang terluka."
KAMU SEDANG MEMBACA
jasad adikku Di plafon
Mistério / Suspense"sejak kapan kamu jual diri?" Niana berteriak lantang di hadapan adiknya. Niana marah, saat mendapati video dan foto tidak senonoh milik adiknya di s1tus dewasa. "Itu bukan jual diri Niana. Itu seni..." Mendengar kalimat itu keluar dari mulut adikny...