KEPALA YANG MENGHADAP PUNGGUNG

10 2 0
                                    

Seminggu lamanya, menginap di rumah Pamela. Seminggu lamanya hidup tenang tanpa dihantui rasa takut.

Hari ini aku pulang ke rumah. Aku tidak dapat terus menginap di rumah temanku itu. Mengingat hari ini dia juga ditugaskan di luar kota.

Menatap rumahku dalam keadaan gelap. Tidak ada penerangan yang menyala. Aku harus kembali hidup sendiri.

"Niana, setelah kembali nanti, giliran ku menginap di rumah mu," ucap Pamela saat mengantarkanku pulang.

"Bye... hati-hati ya. Terima kasih untuk beberapa hari ini. Terima kasih juga pada orang tuamu, karena telah memperlakukan aku seperti anak sendiri."

"Bye Niana! Aku harap kamu tidak merasa bahwa kamu hanya sendiri di dunia ini. Dan... jangan sesekali mendekati pria gila itu. Dia berandalan Niana. Dia berbahaya." Pamela kembali mengingatkan.

Aku menghela napas dalam dan mengangguk. Melambaikan tangan saat mobil Pamela pergi menjauh.

Baru saja berjalan melewati halaman rumah, seseorang muncul dari halaman samping rumahku.

"Niana... kamu baik-baik saja?"

Bian...

Ternyata dia masih di sini, tetap tidur di halaman samping rumahku.

Tidak berniat menjawab pertanyaannya, aku melangkah lebar menuju teras rumah.

"Niana kamu dari mana? Seminggu tanpa kabar. Aku cemas Niana. Aku pikir sesuatu yang buruk terjadi. Mendatangi banyak tempat, dan aku tidak menemukanmu." Dadanya turun naik tidak beraturan.

"Niana, kamu marah?" Dia menundukkan sedikit tubuhnya yang tinggi.

"Orang tua Jimmy mengalami patah tulang pada bagian leher."

Kalimat itu membuatnya terdiam. Dia memalingkan wajah.

"Apa kamu pelakunya?'

Dia masih terdiam.

"Seharusnya aku tidak perlu bertanya. Karena aku tahu jawabannya."

Dia menelan ludah.

"Siapa lagi yang akan kamu sakiti setelah ini? Pamela? Jimmy? Jangan membuatku kehilangan orang-orang yang aku sayangi. Kamu seperti berambisi untuk membuatku hidup sendirian di dunia ini. Aku tidak butuh perlindungan semacam itu. Kurasa itu berlebihan. Karena orang yang harusnya kamu habisi itu adalah Ronald. Dia yang membuatku kehilangan adikku. Kenapa tidak menyakiti atau menghabisinya saja? Kamu punya akses untuk itu. kenapa? Apa kamu tidak berani?"

"Niana..."

"Hidupku selalu dalam masalah. Jangan menambah masalah lagi."

Aku membuka pintu lalu menutupnya di hadapan Bian. Membiarkan dia sendirian di luar sana.

***

Menimang-nimang ponselku. Ingin sekali berbicara dengan Jimmy, tapi ucapan ibunya terngiang-ngiang di benakku.

Namun tidak disangka-sangka, Jimmy menghubungiku malam ini.

"Hallo Niana... bagaimana kabarmu. Apa semua baik-baik saja?"

Ya Tuhan aku benar-benar merindukan suara itu. Sudah berapa hari tidak bertemu dengannya. Tidak ada lagi pelukan hangat. Sekarang hanya dapat mendengar suara itu lewat telepon.

"Niana?"

"Jimmy... bagaimana kabarmu? Bagaimana kabar ibumu?"

"Mamaku baru saja mengalami cedera ringan di bagian leher. Semua akan baik-baik saja Niana. Maaf untuk beberapa hari ini aku tidak mengantarkan makanan ke rumahmu. Karena aku tahu, kamu sedang berada di rumah Pamela."

jasad adikku Di plafon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang