Ronald ~ sayang kamu datang?

9 3 0
                                    

Tidak sanggup lagi melihat pemandangan mengerikan itu. Aku berhenti untuk mengintip. Dari tempat persembunyian, aku hanya dapat mendengar suara rintihan Pamela yang memilukan.

"Kalian jahat sekali... pernahkah kalian bayangkan, kalau hal ini  juga terjadi pada keluarga kalian?" Pamela menangis mengucapkan kalimat itu.

Aku benar-benar pecundang. Aku bersembunyi, sedangkan temanku mempertaruhkan nyawa di atas meja panjang itu.

Dua lawan satu. Ada beberapa kemungkinan, jika aku membidikkan anak panah ke arah mereka.

Jika anak panahku mengenai salah satu dari mereka, tentu pria yang satunya lagi akan menyerang. Hanya perlu menarik pelatuk, peluru dari senjata api itu bisa mengenai kepalaku.

"Oh Tuhan... Kenapa menciptakan makhluk semengerikan ini..." Jeritan pilu Pamela masih terdengar.

Niana bodoh, Niana pecundang. Untuk apa datang kemari kalau hanya bersembunyi. Aku mengutuk diriku.

Menarik napas dalam-dalam, mengeluarkan busur dan juga anak panah. Berdiri secara perlahan, menatap punggung dua pria yang tengah mengerjai temanku.

"Bawakan garam ke sini!" Perintah salah satu diantara mereka.

Aku tahu apa yang hendak mereka lakukan.

"Ya... kita memang perlu garam." Pria yang satunya lagi beranjak meninggalkan ruangan ini.

Kesempatan yang bagus.

Memicingkan sebelah mata, fokus pada pria yang tengah membelakangiku. Dalam satu tarikan kuat, aku melepaskan anak panah.

"AH!"

Bidikan yang meleset, anak panahku tidak menembus batok kepala pria itu. Melainkan mengenai telinganya.

Secepat kilat dia menoleh. Menyadari aku yang berdiri di antara tumpukan bejana, pria itu melayangkan pisau ke arahku.

Hampir mati aku dibuatnya, saat pisau itu melesat di samping wajahku. Bahkan aku dapat merasakan, angin dingin saat pisau itu melintas.

Sebelum dia berteriak memanggil rekannya, anak panah kembali melesat. Namun sayang, bidikan kali ini bahkan tidak mengenai tubuhnya.

Terlalu banyak pergerakan, membuatku sulit untuk membidik. Sedangkan dia berusaha, untuk meraih senjata api yang ditaruhnya di samping meja panjang.

Pamela yang lemah, mencoba bangkit. Dia meraih kemeja pria itu, dan langsung saja memeluknya.

Pria itu tidak segan-segan memukul kepala Pamela, saat temanku berusaha menghentikan pergerakannya.

Situasi ini membuatku kesulitan. Sekarang aku takut bidikanku malah mengenai temanku. Tapi aku juga tidak punya banyak waktu, pria satunya lagi pasti sebentar lagi kembali.

Fokus pada pria yang tengah dipeluk oleh Pamela. Jangan sampai dia beranjak ke meja satunya lagi untuk  mengambil senjata api.

"Arrrgghhht!" Pamela mengerang saat wajahnya terkena siku pria itu.

Pria itu berusaha mengenyahkan Pamela.

Melihat posisi kepala Pamela yang ada di dada pria itu, aku mengarahkan anak panah ke arah kepala.

"Tetap merunduk Pamela, tetap merunduk!"

Tarikan busur panah akhirnya terlepas. Berharap Pamela tidak mengangkat kepalanya.

CLAP!

Tubuh pria yang tadinya memberontak, kini terkulai lemas dalam pelukan Pamela. Aku keluar dari persembunyian, bergegas menghampiri.

jasad adikku Di plafon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang