Tidak dapat berlari cepat, aku meninggalkan parkiran sebuah tempat kremasi dengan berlari tertatih-tatih.
Menoleh ke belakang dan mendapati marry masih menatapku. Dia melambaikan tangan, lalu pergi berlalu.
Tidak menggunakan alas kaki, berjalan di tengah malam menggunakan gaun yang terbuka di bagian punggung. Entah bagaimana pandangan orang-orang saat melihatku.
Dingin....
Sepertinya negara ini, sedang memasuki musim dingin. Udaranya begitu menusuk. Tubuhku gemetar, gigiku beradu. Aku mengepalkan tangan di depan mulut, mengeluarkan hawa hangat untuk menghangatkan telapak tangan. Tapi rasanya itu tidak membantu sama sekali. Setiap udara keluar melewati mulut, menyisakan asap di udara.
Jelas wilayah ini bukan pusat kota. Banyak gelandangan di sini. Aku harus melintas di hadapan beberapa orang tengah mabuk.
"Wow, a bitch is passing by. Can I pay you with this piece of bread?" Saat aku melintas di hadapan segerombolan orang, seorang pria berjalan tertatih-tatih mendekatiku. Tubuhnya sempoyongan, dengan tangan yang memegangi botol minuman.
(wow, seorang wanita jalang melintas. Apakah aku bisa membayarmu dengan sepotong roti ini?)
Aku semakin melebarkan langkahku. Abai dengan ucapan pria itu.
Aku pikir dia akan berhenti, namun nyatanya dia mengikuti langkahku. Beberapa temannya yang ada di belakang bersorak.
"If you succeed in getting the girl I will give you five bottles of free drinks. As long as I can enjoy them too."
(Jika kamu berhasil mendapatkan gadis itu aku akan memberikanmu 5 botol minuman gratis. Asalkan aku juga dapat menikmatinya)
Aku dijadikan barang taruhan.
Tidak lagi berjalan. Kali ini aku berlari menjauh. Pria yang sedikit sempoyongan itu pun masih mengejarku.
Ini sisi kelam negara luar. Tidak hanya memperlihatkan sisi indah dan estetika pemandangan luar negeri. Tapi sisi gelap ini, juga pernah terekspos sebelumnya.
Apa ini yang disebut kota zombie? Dimana orang-orang bermasalah dengan mental dan juga kehidupannya ditempatkan disini.
Oh Tuhan, bagimana aku bertahan dengan uang 100 dollar. Uang yang jika dirupiahkan setara dengan satu juta lima ratus ribu ini, tidak akan cukup dalam satu bulan. Bahkan jika tinggal di negeri sendiri pun, ini tetap tidak cukup.
Memasuki gang sempit, hanya untuk menghindar dari pria yang ada di belakangku. Jika dia tetap mengikuti, aku perlu melakukan sesuatu.
Kakiku yang tidak memiliki alas, menginjak jalanan yang tidak rata. Bau sekali disini, ketika aku berada di dalam gang.
Pria itu masih di belakang sana.
"Are you embarrassed in front of my friends? That's why you invited me here...."
(Apa kamu malu dengan teman-temanku? Makanya kamu mengajakku kesini...)
"Come here..."
(Kemarilah...)
Aku bersembunyi di salah satu toko yang ada di gang. Menanti pria itu melewati ku.
"Wait for me..."
(Tunggu aku)
Aku telah menggenggam baru sekepalan tangan, bersiap untuk menyerangnya.
Menghitung langkah pria itu, sampai akhirnya dia melewati ku. Membentangkan sebelah kaki, menungkai kaki pria itu. Dia jatuh tertelungkup di hadapanku.
Saat dia membalikkan tubuhnya, aku melayangkan batu ke wajahnya. Seperti yang aku lakukan, saat aku bersama Bian.
Seperti seekor hewan yang baru saja disembelih, pria itu menggelinjang saat baru itu terbenam di wajahnya. Tidak punya waktu untuk memperhatikan pria itu, aku lebih memilih untuk segera meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
jasad adikku Di plafon
Gizem / Gerilim"sejak kapan kamu jual diri?" Niana berteriak lantang di hadapan adiknya. Niana marah, saat mendapati video dan foto tidak senonoh milik adiknya di s1tus dewasa. "Itu bukan jual diri Niana. Itu seni..." Mendengar kalimat itu keluar dari mulut adikny...