Seminggu berlalu. Tidak ada hal-hal menegangkan yang kualami setelah kedatangan Bian ke rumahku. Tidak ada lagi Ghea yang mengendap-endap mengelilingi rumah. Serta tidak ada Ronald dan Leo.
Tidak tahu, apakah yang aku lakukan pada mereka, dapat membuat mereka jera untuk mendatangiku, atau dugaan sebaliknya, mereka sedang merencanakan sesuatu.
Sebelum berangkat bekerja, aku mendapati sebuah mobil berwarna silver memasuki pekarangan rumahku. Dokter Bastian turun dengan menenteng sesuatu di tangannya.
Sebelum Dia mengetuk pintu, aku lebih dulu untuk membukakan pintu.
"Hai Niana selamat pagi... bagaimana kabarmu?" Sapanya melayangkan senyuman.
"Keadaanku baik sekali, bagaimana denganmu dokter?"
"Syukurlah... tidak ada anggota tubuh yang terluka lagi kan?" Tanyanya menatapku dari atas ke bawah.
"Semuanya aman dok..."
Dokter Bastian menyodorkan paper bag berisikan kotak makanan.
"Apa ini?" Tanyaku seraya mengeluarkan kotak makanan itu dari paper bag.
"Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu tidak memakan mie instan mentah setiap harinya. Jangan lupa dimakan ya Niana!" Dia melayangkan senyuman.
"Tidak perlu repot-repot dok, aku takut tidak bisa membalas jasa Orang-orang yang terlalu baik padaku."
"Hanya sekotak makanan Niana... Jangan berlebihan."
Entah ada angin apa. Dari kejauhan terdengar suara motor besar yang melintas dan sekarang memasuki pekarangan rumahku. Jimmy datang.
Dia terdiam sejenak di atas motor besarnya, menatapku dan dokter Bastian secara bergantian.
"Ah, maaf ya Niana... aku harus pergi." Dengan tergesa dokter Bastian meninggalkanku.
Hanya senyum canggung dan basa-basi yang terjadi antara Jimmy dan dokter Bastian saat berpapasan.
Jimmy melepaskan helm full face yang ia kenakan, lalu menghampiriku. Wajahnya tegang, tidak ada senyum tipis seperti biasanya.
"Cieeeee Nianaaa..."
Jari telunjuknya menyentuh hidungku.
"Kenapa cie sih?" Aku tadinya yang ikut tegang, Malah tertawa terbahak.
"Perhatian sekali dokter itu pada gadiku..."
"Aku juga membawakan makanan. Apa boleh makanan Bastian untukku?" Tanyanya menatap kotak yang ada di tanganku.
"Tidak masalah..." Dengan senang hati, aku menukarkan makananku dengan makanan Jimmy. Berangkat kerja dengan diantarkan oleh Jimmy.
Mengalungkan kedua tangan di pinggangnya. Aku harap dia tidak menaruh rasa cemburu, karena seperti yang aku tahu, kata 'cie' adalah kata terselubung untuk menutupi bahwa seseorang sedang cemburu.
Dalam perjalanan 30 menit, akhirnya motor besar Jimmy berhenti di lobi kantorku.
"Semangat ya Niana... Semangat dalam menjalankan aktivitasnya. Semoga kamu dikelilingi oleh orang-orang baik, dan selalu dilindungi oleh Tuhan." Jimmy membantuku untuk melepaskan helm yang aku kenakan.
Biasanya aku malu melakukannya di tempat umum. Bahkan tidak pernah sama sekali melakukannya di tempat umum.
Tapi setelah helm yang aku gunakan terlepas, aku meraih kepalanya. Mencium Jimmy tepat di wajahnya.
Mata Jimmy membulat, melihat perlakuanku yang lain dari biasanya.
"Terimakasih hal-hal baik yang selalu kamu berikan padaku. Aku sayang kamu Jimmy... Sayang sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
jasad adikku Di plafon
Mystère / Thriller"sejak kapan kamu jual diri?" Niana berteriak lantang di hadapan adiknya. Niana marah, saat mendapati video dan foto tidak senonoh milik adiknya di s1tus dewasa. "Itu bukan jual diri Niana. Itu seni..." Mendengar kalimat itu keluar dari mulut adikny...