POV BIAN....
Seorang gadis melintas di hadapanku. Dia berlari dengan pakaian yang berantakan. Padahal beberapa jam yang lalu, dia datang bersama Leo anak dari majikanku, Ronald.
"Kejar dan tangkap dia!" Begitu perintah Ronald.
Tanpa membuang waktu, aku langsung saja mengejar gadis yang baru saja lewat di hadapanku.
Sudah 5 menit berlalu, Aku kehilangan jejak gadis itu. Tapi aku yakin, dia belum pergi jauh. Dan mungkin saja dia masih berada di sekitaran sini.
Pandanganku terarah pada pabrik penggilingan daging yang sepi, mengingat hari ini hari Sabtu, semua pekerja diliburkan.
Dengan perlahan aku melangkah mendekati pabrik. Berjalan mengelilingi setiap sudut untuk mencari keberadaan gadis itu. Dia tidak mungkin masuk ke dalam, karena semua pintu terkunci rapat.
Aku tersenyum.... melihat bayangan yang bersembunyi di balik bejana yang ada di samping pabrik. Gadis itu di sana.
Aku paling tahu bagaimana cara menakuti seseorang. Membuat dia menahan napas dan berkeringat dingin.
Berpura-pura untuk meninggalkan tempat persembunyian gadis itu, lalu berputar arah. Dan sekarang aku muncul di belakangnya.
Dia masih terpaku di tempat persembunyian. Matanya mengintip dari lubang celah memastikan bahwa aku sudah pergi.
Semakin dekat aku melangkah dan akhirnya ikut berjongkok di belakangnya.
"Hai... aku menemukanmu!" Bisikku tepat di belakang tengkuknya.
Sontak tubuh itu menghindar, kepalanya langsung menoleh ke arah ku. Wajah yang tadinya kemerahan pada bagian pipi, kini berubah pucat pasi.
Tubuh mungil itu mengigil hebat.
Tidak mengeluarkan suara apalagi berteriak. Gadis itu hanya menatapku dengan mata yang berkaca-kaca. Saat mata yang bulat itu berkedip, air mata itu jatuh.
Tanganku langsung saja mencengkram lengannya, memintanya untuk ikut denganku.
"Aku tidak ingin ikut... Aku tidak ingin dijual untuk melayani pria hidung belang. Kesalahan terbesarku masuk ke dalam situs itu. Sungguh... Aku bukan wanita j4lang. Tolong jangan bawa aku kembali ke rumah Leo dan Ronald. Kedua orang tuaku yang ada di surga, akan kecewa melihat anaknya menjadi manusia bina yang dijadikan objek pemuas nafsu." Tubuh gadis berusia belasan itu terguncang hebat di hadapanku.
Aku tidak memperdulikan isak tangisnya. Tanganku berusaha membangunkan dia yang tertunduk.
"Bunuh saja aku sekarang... bawa jasadku pulang. Sampaikan permintaan maaf ku pada kakakku. Mungkin dia akan marah dan mengamuk saat tahu aku masuk ke dalam platform itu. Tapi aku memilih mati. Daripada harus dijamah oleh tangan banyak pria. Bunuh aku sekarang... aku mohon!" Kepala yang tadinya menunduk, kini mendongak ke atas. Wajah itu telah basah oleh air mata.
Cengkramanku melepaskan lengan gadis itu, meninggalkan jejak kemerahan di lengan yang putih dan bersih itu.
Aku berhadapan dengan banyak gadis j4lang yang hendak dimusnahkan dari muka bumi ini. Tapi aku tidak pernah menaruh rasa kasihan, meskipun mereka memohon dan mengiba agar aku membebaskan mereka.
Tugas adalah tugas. Ronald telah membayarku untuk pekerjaan itu. Tidak ada alasan untuk menolak.
Tapi...
Melihat mata bulat gadis itu, membuat ku luluh. Berkali-kali aku menggelengkan kepala, memusnahkan rasa iba dan juga rasa empati. Aku tidak boleh menaruh rasa kasihan pada siapapun. Tapi semakin aku melihat wajahnya, semakin aku tidak bisa menjalankan perintah Ronald.
KAMU SEDANG MEMBACA
jasad adikku Di plafon
Mystery / Thriller"sejak kapan kamu jual diri?" Niana berteriak lantang di hadapan adiknya. Niana marah, saat mendapati video dan foto tidak senonoh milik adiknya di s1tus dewasa. "Itu bukan jual diri Niana. Itu seni..." Mendengar kalimat itu keluar dari mulut adikny...