Tangan yang dipaku

14 4 0
                                    

Polisi menyoroti rumah Pamela yang gelap. Satu orang petugas mengetuk pintu, sedangkan satunya lagi mengelilingi rumah.

Hampir 30 menit lamanya, pintu tidak kunjung dibuka. Tak ada satu penerangan pun yang menyala. Termasuk lampu taman.

Aku berjalan ke arah saklar, mendapati saklar masih dalam keadaan menyala. Itu tandanya, lampu memang sengaja dipadamkan dari dalam.

Polisi menolak untuk mendobrak rumah yang dianggap kosong. Karena sedari tadi Pamela tidak menyahut dari dalam. Panggilan telepon pun tidak diangkat.

Seorang tetangga menghampiri.

"Semua anggota keluarga itu sedang tidak ada di rumah. Mereka pergi ke Bali," ucap wanita paruh baya itu berteriak dari kejauhan.

"Permisi Bu... Apa anda sempat mendengarkan kegaduhan di rumah ini?" Tanya polisi pada wanita paruh baya.

"TIDAK PAK! SAYA TIDAK MENDENGAR APAPUN!" Teriaknya dengan kembali menyeret anjing peliharaannya masuk ke dalam pekarangan rumah.

"Bisakah anda menelepon orang tua teman anda terlebih dahulu?"

"Sayang sekali pak, saya tidak memiliki nomor ponsel orang tua teman saya." Aku memilin jari jemariku. Aku takut 2 polisi ini menganggap semua ini hanya candaan.

Terlebih setelah mendengar wanita paruh baya yang memberitahu bahwa semua anggota keluarga sedang berada di Bali. Padahal Aku berusaha meyakinkan, bahwa temanku berada di dalam.

"Tidak ada laporan warga. Tidak ada pintu yang rusak atau dibobol. Serta tidak ada bukti akurat atas laporan anda. Akhir-akhir ini banyak sekali laporan yang masuk. Namun setelah ditelusuri, semua itu bohong belaka. Bahkan seorang YouTuber, berani-beraninya mendatangi kantor polisi untuk membuat laporan palsu atas nama prank atau apalah itu."

Wajar jika polisi berprasangka buruk seperti itu padaku, mengingat akhir-akhir ini banyak yang membuat laporan palsu.

Bahkan seorang tokoh terkemuka pun melakukan itu. Tapi aku tidak ingin meninggalkan rumah Pamela, sebelum aku tahu keadaannya.

Meminta polisi menungguku yang berusaha mengetuk pintu. Tidak lagi menggunakan buku jari, melainkan menggunakan batu.

Disaat aku yang panik, takut jika polisi ini berbalik arah dan meninggalkan rumah Pamela. Panggilan masuk datang. Dan itu dari Pamela.

"Pamela? Apa semua baik-baik saja? Tolong buka pintunya. Jangan takut, ada polisi di sini," ucapku.

"Kenapa membawa polisi ke sini? Minta polisi itu pergi Niana. Kamu juga pulang! Kita lanjutkan obrolan lewat telepon saja. Semua baik-baik saja." Sangat tenang, saat Pamela mengucapkan kalimat itu.

Menoleh pada dua polisi yang menatapku dengan kesal.

"Aku tidak berniat berbohong. Aku hanya menyampaikan apa yang aku lihat lewat Vidio call antara aku dan temanku." Benar-benar merasa bersalah, mendatangkan polisi pada tengah malam begini ke rumah Pamela.

"Jangan ulangi lagi. Anda bisa terkena pasal jika melakukan hal ini sekali lagi. Ini peringatan pertama dan terakhir."

Dua petugas polisi itu meninggalkanku.

"Niana pulanglah... Kita lanjutkan obrolan lewat telepon nanti."

"Lalu siapa yang masuk ke dalam rumah?" Tanyaku.

"Tidak ada siapa-siapa... pulanglah Niana... Aku sedang berada di luar rumah. Nanti aku jelaskan perihal kejadian tadi."

Dengan berat hati aku meninggalkan pekarangan rumah pamela. Taksi online yang membawaku kesini, saat mengiringi mobil polisi telah menunggu sedari tadi.

jasad adikku Di plafon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang