Tubuh besar Bian, menggeliat. Dia berusaha keluar dari tempat persembunyiannya.
Aku melangkah mundur, saat melihatnya menjuntaikan kaki ke bawah hendak turun.
Sepertinya ini waktu lari.
Lupa kalau aku berada di gudang, Aku menabrak barang-barang yang berserakan di lantai. Terlalu panik, tanpa sadar kakiku tersandung tumpukan kardus barang-barang bekas.
Tidak dapat menyeimbangkan tubuh, aku jatuh dengan tubuh bagian depan menghantam lantai.
"Hahahaha. Apa aku terlihat seperti hantu?" Dia tergelak di belakang sana.
Tanganku segera meraih pisau yang terjatuh tidak jauh dariku, menggenggamnya erat. Jika pria itu menyerang, mau tidak mau aku harus menggunakan senjata ini.
Berusaha merangkak, Lalu berdiri. Menoleh ke belakang, dan mendapati pria itu masih ada di atas lemari.
"padahal aku tidak memegang senjata, tapi kamu lari ketakutan. Lalu untuk apa pisau yang ada di tangan? Bukankah kamu bisa menghujamya di sini?" Dia menepuk dadanya.
Tidak lagi duduk di atas lemari, pria itu melompat turun ke bawah. Aku membalikkan badan,lalu berlari meninggalkannya.
Dia benar, ada pisau di tanganku. Aku bisa saja menyerangnya dengan senjata ini. Tapi melakukannya, tidak segampang itu.
Aku tidak berani.
Ruangan gudang kembali gelap, saat flash ponsel yang ada di tanganku mati. Aku yang berlari melintasi ruangan yang ada di lantai atas, sesekali menoleh ke belakang.
Tidak mendapati bayangan pria itu. Hanya gelap yang terlihat oleh mata.
Deg! Deg! Deg! Deg!
Hening, sampai-sampai aku bisa mendengar suara detak jantungku.
Pria itu tidak berlari untuk mengejarku. Dia masih ada di dalam sana. Berada di dalam ruangan gelap.
"Hai... Niana!" Tiba-tiba kepalanya menjulur dari kegelapan. Dia langsung saja mengejarku, keluar dari gudang.
"Kenapa kamu selalu lari? Apa kamu mengetahuinya sesuatu tentangku?" Dalam berlari, pria itu sempat-sempatnya bertanya.
Dimana otaknya? Seharusnya dia tidak melayangkan pertanyaan konyol semacam itu. Seharusnya dia tahu, kenapa aku tiba-tiba lari.
Siapa yang tidak takut, saat ada orang asing masuk diam-diam dan bersembunyi di dalam gudang.
Langkahku tidak sebanding dengannya. Langkah kecilku, tersaingi oleh langkah lebarnya.
Tangan kekarnya berhasil meraih baju bagian belakang. Aku yang dalam keadaan takut, reflek mengayunkan tangan yang sedang memegang pisau. Berbalik menyerang pria itu.
Pisau yang ada di genggaman, merobek baju yang ia kenakan. Bahkan berhasil menggores dadanya hingga terluka.
Melihat dia meringis. Meski tidak terluka dalam, namun goresan itu membuat dada bidangnya berdarah.
"Kamu sakit!" Jeritku di hadapannya yang sedang memegangi pergelangan tanganku.
Yah pria ini benar-benar sakit jiwa.
Aku tidak tahu sejak kapan dia berada di gudang, dan bersembunyi di dalamnya. Melihatnya yang ada di sini, membuatku yakin bahwa dia adalah penyebab pak Bagas tidak sadarkan diri malam kemarin.
Ponsel yang ada di tanganku terlepas dan jatuh ke lantai bawah. Aku berusaha menghalanginya, yang mencoba merebut pisau yang ada di tanganku.
Tenaganya yang kuat, membuatku terhuyung ke belakang. Masih berusaha mempertahankan pisau yang ada di tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
jasad adikku Di plafon
Mystery / Thriller"sejak kapan kamu jual diri?" Niana berteriak lantang di hadapan adiknya. Niana marah, saat mendapati video dan foto tidak senonoh milik adiknya di s1tus dewasa. "Itu bukan jual diri Niana. Itu seni..." Mendengar kalimat itu keluar dari mulut adikny...