Seperti anak kecil, Jimmy menggendongku di belakang. Aku mencium bahu Jimmy, tidak ingin lupa bagaimana aroma tubuhnya.
Dia membawaku turun ke lantai bawah, kembali menyanyikan lagu yang baru saja kamu dengar. Tampak dia bahagia sekali. Tapi aku malah semakin merasa bersalah.
Tidak tahu bagaimana sedihnya dia, saat datang ke rumah dan tidak lagi menemuiku.
"Kamu wangi sekali..." Aku mencium pipinya dari belakang.
"Hari ini aku bahagia Niana.... Sangat bahagia." Jimmy merebahkan kepala di atas kepalaku.
Hanya tersenyum kecut mendengar kalimat itu. Aku merasa bahwa aku telah mempermainkannya. Memberikan kebahagiaan semu, sebelum pergi.
Pukul 10 malam, akhirnya kamu sampai di depan rumahku. Berat rasanya untuk membuka pintu mobil, dan turun.
Aku tetap duduk di bangku penumpang dan menatap halaman rumahku. Jika aku turun dan Jimmy pergi, kami tidak akan bertemu lagi. Entah sampai kapan.
"Heiii!" Jimmy menyentuh pipiku.
"Kenapa? Kenapa raut wajahmu berubah? Apa kamu tidak happy, Niana?" Tanyanya dengan suara pelan.
"Aku happy... hanya saja aku belum ingin turun," ucapku.
"Tidak masalah... aku juga tidak memintamu untuk turun. Kemarilah!" Jimmy merangkul kepalaku.
"Aku sayang kamu Jimmy.... sayang sekali," bisikku.
Jimmy mencium kepala. Benar-benar nyaman di sini. Seandainya duniaku tidak berantakan, tidak mungkin aku meninggalkanmu.
"Apa uangmu masih ada? Aku telah mengirim sejumlah uang. Kamu hanya perlu istirahat di rumah. Jangan pergi ke mana-mana. Polisi akan berpatroli setiap malam dan pagi hari di sekitar rumahmu. Tidak akan ada lagi yang mematikan saklar, saat kamu tertidur lelap. Jika kamu bosan, aku akan datang dan mengajakmu pergi."
"Seharusnya kamu tidak mengirimkan uang padaku. Itu bukan kewajibanmu Jimmy...."
"Mungkin bukan kewajiban.... Tapi aku tidak ingin kamu kekurangan sedikitpun."
"Apa kamu malu, melihat foto dan vidio yang tersebar?" Ucapku mendongakkan kepala melihatnya.
"Tidak.... Aku tahu bagaimana Niana ku."
Tidak ingin larut dan terbiasa dengan kehadirannya. Aku membuka pintu mobil dan segera keluar.
"Selamat malam Jimmy..."
Jimmy ikut turun, merentangkan tangan sebelum aku masuk ke dalam rumah. Ku peluk tubuhnya, sulit sekali untuk melepaskan.
"Besok kita kemana lagi? Aku tidak masalah jika kamu memintaku untuk mengantarkanmu kemana saja, asalkan tidak untuk pergi berperang. Setiap inci tubuhmu sudah dipenuhi luka, jadi kurasa cukup," ucapnya.
"Jimmy.... Kalau aku pergi, lalu ada perempuan yang menggantikan posisiku, apa kamu menerimanya?" Mendongakkan kepala menatap tubuhnya yang tinggi. Melihat bagaimana reaksinya.
"Memangnya kamu mau pergi kemana? Siapapun tidak akan bisa menggeser tempatmu Niana." Dia menundukkan tubuhnya mensejajarkan diri denganku.
"Jangan pergi, tetap disini. Jangan buat aku tidak bisa tidur.... Berjanji untuk tidak meninggalkanku, Niana." Jimmy mengguncang tubuhku.
"Tidak akan pergi... Sekarang pulanglah Jimmy, jangan lupa istirahat."
Aku melepas pelukanku.
Tahan diri Niana. Jangan menangis sekarang. Kamu boleh menangis setelah dia pergi. Jangan membuatnya terlalu lama disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
jasad adikku Di plafon
Mistério / Suspense"sejak kapan kamu jual diri?" Niana berteriak lantang di hadapan adiknya. Niana marah, saat mendapati video dan foto tidak senonoh milik adiknya di s1tus dewasa. "Itu bukan jual diri Niana. Itu seni..." Mendengar kalimat itu keluar dari mulut adikny...