JATUH KE TEBING

11 2 0
                                    

Melepaskan anak pa ah ke arah Bastian. Bidikan yang meleset tanpa mengenai tubuhnya.

Sungguh... Aku tidak ingin menyakiti dokter Bastian. Terlebih, selama ini dia selalu berlaku baik padaku. Hanya ingin dia menjauh, tanpa menyakiti Bian.

Mengingat Bian sudah mendapatkan banyak luka di tubuhnya. Aku masih butuh dia untuk bertahan.

Harus melihat Bian memegangi perutnya, disaat dokter Bastian tidak berhenti melayangkan pukulan. Terlihat pasrah, tanpa berniat untuk melawan.

"Apa belum cukup bermain-main?" Dokter Bastian menggulung kemejanya. Dadanya turun naik, tidak menentu.

Tidak ada jawaban dari mulut Bian, saat mendapat pertanyaan itu. Entah apa yang membuat dokter Bastian murka, hingga dia datang untuk menyerang pada dini hari begini.

Aku yakin dia menunggu sedari tadi. Menunggu kami berada di rumah.

Dokter Bastian mendongakkan kepala keatas, menatapku yang berdiri di atas balkon memegangi busur dan anak panah.

"Tutup pintu Niana, jangan membiarkan pecundang ini masuk ke dalam rumahmu. Dia orang yang manipulatif. Berpura-pura melindungi, nyatanya itu semua upaya dia menutupi keburukannya. Hidupmu akan berantakan saat bersamanya. Jangan biarkan dia masuk ke kehidupanmu!" Teriak dokter Bastian dari bawah.

Aku menurunkan busur dan anak panah.

Ingin aku menjawab ucapan dokter Bastian. Mengatakan bahwa hidupku sudah berantakan. Untuk saat ini, yang bisa kulakukan hanya bertahan.

Aku kehilangan pekerjaan. Namaku sudah tercoreng sekarang. Identitasku terbongkar.

Tidak punya tempat untuk mengadu. Jimmy yang tadinya aku anggap bisa menemani, nyatanya aku harus merelakan nya untuk pergi. Hidupku akan menjadi benalu, jika aku terlalu banyak berharap dan menggantungkan hidupku padanya.

Dan sekarang Bian datang menawarkan diri untuk menjagaku.

Terdengar suara sirine mobil polisi dari kejauhan. Aku menoleh dan mendapati dua mobil polisi sedang berpatroli.

Mendengar itu, dokter Bastian melangkah lebar menjauhi pekarangan rumahku. Bahkan Bian pun, berusaha berdiri dan lari, meskipun langkahnya tertatih-tatih.

Aku pikir, petugas polisi sedang berpatroli menjelajahi beberapa tempat. Tapi nyatanya, mobil polisi itu berhenti di halaman rumahku.

Aku gugup dan takut, mundur beberapa langkah, membawa busur dan anak panah ke dalam rumah.

Ya Tuhan... Apa ini?

Terdengar ketukan di pintu bawah. Aku menuruni anak tangga, dengan perasaan tidak menentu. Mau apa petugas polisi datang ke rumahku pada pukul 04.00 dini hari?

Memaksa tersenyum, saat menemui petugas polisi yang berdiri di depan rumahku. Berusaha tidak memperlihatkan rasa takut dan gugup.

"Selamat pagi... Apa terjadi sesuatu disini? Apa telah terjadi kekacauan?" Tanya petugas polisi padaku.

"Tidak terjadi apa-apa disini..." Jawabku menggeleng kan kepala.

"Kami baru saja mendapat laporan, bahwa terjadi kekacauan disini. Apa semua baik-baik saja? Izinkan kami memeriksa ruangan..." Dua petugas polisi yang berdiri di depan pintu, memberitahu bahwa laporan itu datang dari Jimmy.

Aku memberi jalan dan mempersilahkan, saat dua polisi hendak masuk ke dalam rumahku. Menunggu di depan pintu. Setelah memeriksa setiap ruangan, dua petugas polisi kembali menemuiku.

"Jika terjadi sesuatu... Segera hubungi pihak keamanan terdekat. Kami pamit undur diri, maaf mengganggu."

Aku menghela napas dalam dan menghembuskannya secara perlahan. menatap dua punggung polisi yang pergi menjauh. tadinya aku pikir, mereka datang atas suruhan Ronald. Memintaku menjelaskan keberadaan anaknya yang menghilang. Beruntung petugas datang bukan untuk itu.

jasad adikku Di plafon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang