Aku yang membunuhnya!!

1 1 0
                                    

Duduk di depan perapian. Bersembunyi di balik jubah besar milik Bian. Tubuh besarnya mendekapku dari belakang. Dengan punggungku yang menyentuh dadanya yang tidak menggunakan pakaian. Dia menaruh dagunya di atas kepalaku.

Mata kamu sama-sama tertuju pada api yang menyala. Mendengar letupan kayu bakar, yang di lalap api.

Kedua tangan dan kakiku keluar dari jubah. Mengarahkan telapak tangan lebih dekat pada perapian. Nyaman sekali. Karena sebelumnya aku menghangatkan tubuh hanya dengan bersembunyi di kandang anjing dengan memeluk binatang itu. Bahkan semua uangku lebih banyak dihabiskan untuk mendatangi toilet umum karena buang air kecil berkali-kali. Menyedihkan sekali bukan?

Hening....

"Bayi....mmmm, aku, aku ingin bertanya..." Suara itu terdengar gugup. Napasnya tidak beraturan.

Sedikit mendongak untuk menatapnya yang menaruh dagu di kepalaku.

"Tentang apa?" Aku balik bertanya.

"Apa seseorang menyentuhmu? Maksudku, apa seseorang melakukan sesuatu yang buruk padamu? Bukan menyakiti, tapi, melakukan sesuatu yang buruk pada tubuhmu. Ah, aku binggung memilih kalimat yang benar untuk menyampaikannya." Kalimatnya yang ia ucapkan terdengar berbelit-belit.

Padahal aku tahu maksud dari pertanyaan itu.

"Apa ada pria dewasa yang membuka pakaian dan... Mmmm..."

Sebelum dia melanjutkan ucapannya, aku telah lebih dulu menggelengkan kepala.

"Tidak ada. Maksudmu pria yang meniduriku bukan?" Ucapku sedikit menjauh diri dari dekapannya, melihat raut wajahnya yang tegang.

"Syukurlah Niana, syukurlah... Kalau smpai itu terjadi aku akan menembak kepalaku di hadapanmu," dia menghembuskan napasnya yang tertahan.

Raut wajahnya tidak lagi tegang.

"Maafkan aku ya... Bayiii." Ucapnya menunduk menatapku yang membaringkan kepala di lengannya.

"Bukankah kamu telah mengucapkan kalimat itu berkali-kali. Bahkan kata maaf tidak terhitung untuk hari ini," balasku.

Dia menghela nafas lalu merapikan jubahnya yang menutupi tubuhku.

"Kenapa bisa ada di sini?" Tanyaku dengan tatapan lurus menghadap kobaran api.

"Karena aku tidak asing dengan tempat ini. Karena sebelum-sebelumnya Ronald juga membawa beberapa gadis ke negara ini," jawabnya.

"Maksudku, kenapa ada di pasar itu?"

"Marry, perempuan itu memberitahu bahwa dia menurunkanmu di depan tempat kremasi. Satu Minggu aku mencari di wilayah itu. Aku hampir putus asa, berpikir bahwa kamu tidak ada lagi di dunia ini. Kedua kalinya aku meminta pada Tuhan, untuk mempertemukan aku denganmu. Padahal sebelumnya, tidak pernah aku meminta pada sesuatu yang tidak aku percayai."

"Apa kamu tidak bertanya, bagaimana aku menjalani hidup selama beberapa Minggu terakhir?" Ucapku.

"Tanpa kamu menjelaskan, aku tahu sulitnya kamu bertahan hidup. Gadis yang biasa diperlakukan baik oleh keluarganya, harus Luntang Lantung di negara orang tanpa uang sepeser pun. Bahkan aku sempat berpikir buruk, takut mendapatimu mengakhiri hidup di sini."

Bian kembali menaruh dagu di kepalaku.

"Apa kamu masih lapar bayi?" Tanyanya.

Aku menggeleng.

Beberapa jam yang lalu aku menghabiskan banyak makanan. Biasanya akan menggunakan sendok dan garpu lalu mengunyah makanan secara perlahan, tapi tidak untuk kali ini. Aku menyentuh semua makanan dan menghabiskannya, bahkan sampai menjilati jari jemari. Hal yang tidak pernah kulakukan sebelumnya.

jasad adikku Di plafon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang