mesin penggiling daging

16 3 0
                                    

Dokter Bastian masih terpaku dengan sosok pria yang terbaring di atas tumpukan kardus. Aku tidak tahu, apakah pria itu masih hidup atau sudah mati.

Wajah yang sudah pucat pasi, dengan mata terpejam dan mulut sedikit terbuka.

Dokter Bastian menggulung ujung kemejanya lebih tinggi lagi, melewati batas siku. Dia masuk dan mendekati pria yang ada di gudang. Aku mengikutinya dari belakang.

"siapa dia? Apa yang terjadi padanya?" Dokter Bastian beralih menatapku.

Berjongkok di samping pria itu, memeriksa denyut nadi dan juga jantungnya.

"Dia masih hidup... Namun dia harus mendapat perawatan. Jika dibiarkan tetap di sini, dia bisa kehilangan nyawanya."

Dokter Bastian berdiri. Sepertinya dia tidak tahan dengan bau anyir tubuh pria itu.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku. Siapa dia? Apa yang terjadi padanya? Lalu kenapa menaruhnya di gudang?" Dokter Bastian mengulang pertanyaannya.

"Tapi tolong setelah aku menceritakan semua, rahasia ini akan tetap terjaga," ucapku.

"Rahasia?"

Aku menceritakan semua yang terjadi malam kemarin. Tentang aku yang mengambil ponsel pria bernama Ronald, yang diduga terlibat dalam kasus adikku. Dan kedatangan Michael, untuk mengambil ponsel itu.

"Itu tugas polisi Niana...bukan tugasmu. Selain bisa menimbulkan masalah baru nantinya, aksi nekat mu itu dapat menimbulkan bahaya. Kamu telah bertindak kejauhan."

"Jika ini memang tugas polisi, harusnya dua oran yg ini ditahan. Ada beberapa bukti menjurus, namun mereka tetap dibebaskan. Ghea telah ditahan, namun hidupku masih tidak tenang."

Dokter Bastian terdiam sejenak. Dia merogoh ponsel yang ada di sakunya. Menekan tombol angka acak, lalu melakukan panggilan.

Aku bergegas menyambar tangannya.

"Tolong jangan laporkan ke polisi. Aku butuh bantuan. Aku ingin pria ini tetap hidup, agar aku bisa mendapatkan informasi darinya. Tolong bantu aku," ucapku dengan nada memohon.

"Sssst... Aku tidak sedang menghubungi polisi. Aku sedang menghubungi rekanku. Kali keadaannya begini, kita tidak mungkin kan Membawanya ke  rumah sakit. Aku butuh peralatan penunjang, agar bisa membuat pria ini bertahan."

Darahku kembali mengalir, aku dapat bernapas lega saat mendengar jawabannya.

"terimakasih..." Ucapku tersenyum sumringah.

Setelah cukup lama menunggu, seorang perawat datang membawa beberapa kantong cairan infus dan juga beberapa peralatan lainnya. Tadinya dia hendak masuk untuk membantu, namun dokter Bastian memintanya untuk kembali ke rumah sakit.

Tidak ada tiang penyangga selang infus. Untuk melancarkan aliran cairan, kantong infus ditaruh di atas gantungan lemari. Mau tidak mau, ikatan pada pria bernama Michael itu dilepas.

Tampak dokter Bastian menyuntikkan cairan pada kantong infus. Luka tusuk di bagian kening, dibersihkan. Dia menjelaskan, jika tusukan itu menembus tengkorak, tentu pria ini akan langsung mati detik itu juga

Memakan waktu hampir satu jam lamanya. Mengurus Michael yang terbaring tidak sadarkan diri ini.

"Dia kehilangan banyak cairan tubuh. Semoga beberapa kantong infus dapat mengembalikan cairan tubuhnya." Dokter Bastian membereskan beberapa peralatan lalu memasukkannya ke dalam koper kecil.

Kami meninggalkan pria itu di gudang.

"Bukannya akan berbahaya, jika seandainya dia pulih fan kembali menyerang?" Dokter Bastian memperlihatkan wait wajah khawatir.

jasad adikku Di plafon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang