Chapter 36

403 16 3
                                    

"Aku akan menunjukkanmu para perempuan yang pernah menjadi korban suamimu, Godiva. Kau akan tahu segalanya tentang kebejatan pria itu."

"Bagaimana kau tahu tempatnya, Meridiana? Dan siapa ini?"

"Aku bisa mengenalinya dari jejak seksual yang ditinggalkan suamimu pada mereka, dan energi seksual yang mengelilingi tempat itu. Yah, artinya... Ada aktivitas seksual di sana."

Godiva mengikuti Meridiana berjalan mendekati kastil sederhana namun cantik itu, dan mendengar suara desah napas dan erangan penuh kenikmatan dari sebuah kamar di sana. Ketika ia mengedipkan matanya, ia bisa melihat sesuatu yang tengah berlangsung di dalam kamar itu dengan penglihatan iblisnya yang berhasil menembus tabir dan tembok batu rumah itu. Ia menahan napas saat melihat pemandangan indah nan sensual itu, namun ia sangat menikmatinya.

Ia melihat pasangan itu, seorang pria muda tampan berusia akhir dua puluhan sedang bercinta dengan istrinya yang sangat cantik di dalam kamar itu. Walaupun si pria memiliki ciri fisik yang tidak asing baginya, tapi ia belum pernah melihat perempuan muda itu, kulitnya lebih terang dibanding orang-orang Moor di Pyrenees. Perempuan itu memiliki rambut panjang hitam ikal yang indah, mata cokelat indah dengan sorot setajam elang dan bibir mungil namun ranum. Setelah saling mencoba menelanjangi, pria muda tampan penuh stamina itu merebahkan istrinya dengan anggun di tempat tidur mereka, benar-benar dengan cara seorang pangeran pada sang putri alih-alih seorang bajingan-lalu memanjakan dan menyiksa istrinya dengan sentuhan dan belaian yang memabukkan di setiap jengkal kulit tubuhnya. Wanita cantik itu berbaring sambil mendekap suaminya setelah berahinya semakin tak tertahankan dan menyatukan tubuh mereka dalam percintaan yang panas dan sangat lihai hingga punggungnya melengkung, sementara pria itu menciumi leher dan dadanya yang membusung, lalu memagut payudaranya yang ranum. Tubuh Godiva gemetar melihat persetubuhan yang menggetarkan hatinya, melihat sepasang kekasih-sepasang suami istri itu saling menyayangi dan mencintai, begitu menikmati pernikahan mereka. Sesuatu yang tidak didapatkannya bersama Godfrey, pria yang telah menghancurkan hidup pasangan kekasih itu; tapi didapatkannya dari Ulric. Ia sangat iri pada mereka.

Dalam jarak ini, Godiva akhirnya bisa menguji kemampuan indra-indra iblisnya. Ia bisa melihat aura jiwa mereka begitu cemerlang, energi seksual mereka luar biasa membuncah. Bahkan ia bisa membaui aroma benih yang akan dilepaskan pria itu sesaat lagi, pertanda klimaks mereka sudah dekat.

"Raynaald!"

"Oh Tuhan... Hafshah...!"

Godiva melihat pria itu mencapai klimaksnya menyusul klimaks istrinya, meledak dalam tubuh istrinya; melepaskan pijar energi seksualnya yang hangat dan menyenangkan dan sejumlah besar benihnya. Ia melihat perempuan itu memejamkan matanya sambil menggigit bibirnya, kedua kakinya yang terentang bergerak gelisah dan melengkung tegang sebelum rileks, tubuhnya seakan berupaya agar rahimnya menampung sebanyak mungkin benih suaminya. Wajah mereka berdua merona merah, terlihat amat lega dan bahagia. Pria itu melepaskan dirinya dan merayap melesakkan tubuhnya ke dalam kehangatan dekapan istrinya sambil tertawa bersama-sama.

"Si... Siapa perempuan itu, Meridiana? Dia sangat cantik, tapi aku belum pernah melihat seseorang dari bangsa seperti dia. Aura mereka sangat indah, dan jiwa pria itu terlihat begitu lezat."

"Perempuan itu Hafshah Al-Akhtar, adik ipar sekaligus sahabat istri simpanan suamimu di Yerusalem. Dia bukan orang Kristen, walaupun suaminya seorang Kristen yang taat. Ia berdarah Arab-Persia, orang-orangmu biasa menyebutnya bangsa Saracen. Orang-orang Muslim dari Timur. Sama seperti orang-orang Moor yang menjaga Gabriel kecilmu."

Semua ini terdengar sangat baru bagi Godiva yang belum pernah pergi ke negeri-negeri jauh sampai ia bertemu Meridiana. Dunia ini luas sekali, aku masih tidak tahu apa yang akan kuhadapi di luar sana setelah bepergian sejauh ini.

The Redemption of SuccubusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang