Chapter 9

675 20 5
                                    

"Godfrey suamiku!"

Setelah hampir setahun penantian dan kerinduan yang semakin tak tertahankan, akhirnya Godiva mendengar suara teriakan riang para pelayannya dari gerbang dan halaman kastil memanggil-manggil majikan mereka. Ia menuruni tangga dan berlari menuju halaman, dan penglihatannya tidak keliru. Dari kejauhan perbukitan seberang, ia bisa melihat dua ekor kuda Godfrey mendekat dengan tuannya di sana. Rambut gelap Godfrey nampak lebih panjang dan cambang di wajahnya lebih tebal dan mulai ditumbuhi uban. Pria itu terlihat lebih muram dan letih dibanding terakhir kali Godiva melihatnya, dan terbersit keinginannya untuk segera memuaskan pria itu di ranjang mereka yang sudah berbulan-bulan dingin dan telantar.

Godfrey turun dari kudanya, dan melihat Godiva telah berdiri di antara para pelayan dan pengasuhnya. Entah bagaimana, matanya otomatis tertuju pada perut perempuan itu dan tidak yakin dengan apa yang diharapkannya.

Bayi? Bagaimana mungkin? Aku sempat menidurinya sebelum aku berangkat ke Yerusalem, namun dia memberitahuku kalau dia belum bisa mengandung sampai haid berikutnya datang karena ramuan pencegah kehamilan yang dijejalkan Sybilla di dalam kemaluannya. Kalau saja obat sialan itu sudah disingkirkan sebelum aku bertemu dengannya, mungkin dia sudah mengandung anakku. Bahkan sekarang mestinya dia sudah melahirkan.

Namun di tempat lain aku sudah memiliki anak-anakku sendiri, Guy dan Geoffroi. Agnes jelas tidak akan menyerahkan mereka padaku, apalagi membawa mereka ke sini. Ia lebih memilih membiarkan orang-orang menyebut anak-anaknya anak haram daripada mempertahankan pernikahan kami.

Aku tidak akan membiarkan siapapun di sini tahu apa yang telah terjadi di Yerusalem. Aku bersyukur gadis ini tidak secerdas Agnes ataupun Hafshah, dan dia akan tetap tidak tahu apa-apa tentang hubunganku dengan putri Kerajaan Yerusalem. Dia buta huruf dan penurut, mudah diperdaya. Kelebihannya hanya di tubuhnya, dan aku tak perlu merisaukan hal lain.

Sudah terlalu lama ia meninggalkan perempuan itu dan nyaris tidak mengenali wajahnya, namun namanya masih terngiang-ngiang di telinganya. Pada saat itu juga Godfrey merasa berahinya menggelegak lagi, setelah rasanya sudah berbulan-bulan yang lalu sejak ia bercinta dengan Agnes terakhir kalinya, dan merenggut kesucian gadis Saracen itu, sahabat sekaligus calon adik ipar sang putri. Ia ingin bercinta lagi malam ini dengan istri sahnya, kalau bisa ia ingin mengikat Godiva di ranjangnya dan menyetubuhinya dengan rakus. Soal bayi tidak akan jadi masalah.

"Godiva istriku."

Godfrey berlutut di depan Godiva, menggenggam tangan perempuan itu dan mencium punggung tangannya. Godiva memandang suaminya dengan penuh sukacita yang membuncah dalam dadanya dan rasa haru, dan tak tahan untuk memeluk pria itu.

"Selamat datang kembali di rumah, suamiku. Sungguh, aku tak bisa berhenti memikirkanmu selama kau pergi begitu jauh."

Godfrey tersenyum kecil pada istrinya, dan membiarkan perempuan itu menciumnya.

"Aku juga merindukanmu, Godiva. Sangat merindukanmu," Ia balas mencium Godiva dengan lebih bernafsu dan memeluknya erat-erat, tak peduli dengan kehadiran pelayan-pelayannya di sekeliling mereka. "Kau tidak perlu khawatir, pekerjaanku di Yerusalem sudah selesai. Aku tidak perlu kembali ke sana lagi seterusnya."

"Benarkah? Oh Tuhan, terima kasih Tuhan..."

Godfrey mengangguk tanpa ragu lagi.

"Aku sudah memberitahu raja kalau aku sudah menikah di kampung halamanku, dan memutuskan untuk pulang demi keluarga baru kami. Ia mengizinkanku dan sudah mendapatkan pengganti yang bagus untuk pekerjaanku. Ia juga menitipkan doa untuk pernikahan kita."

Ya Tuhan, berkatilah suamiku.

Ketika Godiva hendak mencium lagi suaminya, ia melihat bekas luka cakaran dan goresan di leher Godfrey.

The Redemption of SuccubusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang