Chapter 33

385 17 0
                                    

"Bagaimana perasaanmu sekarang, Godiva?"

Godiva menoleh pada Meridiana seraya bergantian memandangi kastil kecil itu di antara pepohonan. Rasanya sudah bertahun-tahun sejak ia meninggalkan Inggris dalam keadaan hamil tua dan lemah, menetap di Perancis untuk melahirkan dan membesarkan anak semata wayangnya, dan sekarang ia pulang ke tanah kelahirannya untuk menghadapi pria yang pernah mengkhianatinya, dan juga membunuh suami terbaik yang dimilikinya. Ia merasa siap dan penuh kekuatan, tapi ada sedikit keraguan dalam hatinya. Rasa sakit di kepala dan tubuhnya karena dipukuli Godfrey masih terngiang-ngiang di benaknya.

"Aku tidak tahu." bisik Godiva sambil mengawasi gerbang kastil yang terbuka itu. Matahari sore hari masih menerangi bagian atas "Aku tidak bisa membayangkan reaksinya setelah ia nyaris membunuhku di tempat tidur kami dulu. Pria itu mengerikan dan tidak bisa ditebak, Meridiana. Aku tidak tahu apakah dia masih sekejam tujuh tahun yang lalu atau tidak."

"Bejat dan kejamnya masih sama," Meridiana menarik Godiva hingga mereka berhadapan, dan melepas simpul paling atas gaun Godiva hingga belahan payudaranya tampak lebih menonjol. Ia membelai payudara Godiva yang indah dan lebih ranum setelah perubahan yang diberikan oleh Lilith, tersenyum puas. "Jangan lupa atas apa yang pernah dia perbuat padamu dan Ulric, Godiva. Dan semua perempuan lain yang pernah disakitinya. Kau sudah punya senjata untuk menghukumnya agar tidak ada lagi korban yang jatuh."

Meridiana menggenggam tangan Godiva yang melemas.

"Ada seorang gadis muda di kastil itu, pelayan baru sang baron. Ia juga sedang hamil, anak haram lainnya sang baron yang akan segera lahir sebentar lagi. Pria bejat itu tidak akan berhenti jika kau tidak menghentikannya lebih dulu."

Godiva mengangguk.

"Pergilah. Tugasmu sudah menunggu. Aku akan mengawasi dari sini. Ingat, kau lebih kuat darinya sekarang. Jangan takut padanya."

Godiva menurunkan tudung mantelnya dan berjalan mengendap-endap menuju kastil itu sambil berpikir keras, memikirkan ratusan hal yang harus dikatakannya saat ia bertemu lagi dengan mantan suaminya yang kejam itu. Berkali-kali ia berjalan sambil memegangi dan mengusap-usap perutnya, meyakinkan dirinya sendiri bahwa anak yang bertahun-tahun lalu bersemayam di sana sudah aman di tempatnya sekarang karena masih dihantui ketakutannya saat ia melarikan dari negeri ini dalam keadaan hamil tua, dan segala kemungkinan Godfrey masih mengincar anaknya.

Gabriel, mama akan segera pulang padamu. Mama akan memastikan dirimu baik-baik saja.

Ia berlari-lari kecil dan menaiki bukit kecil berumput di depannya, cukup jauh dari hutan tempatnya bersembunyi untuk menunggu. Sekarang kastil itu terlihat sepi dan membuatnya penasaran, maka ia memegang pengetuk besi berkarat pintu gerbang tinggi itu dan mengetuk dua kali.

Tidak ada tanggapan. Ia mengetuk lagi lebih keras, dan barulah terdengar seseorang mendekati pintu.

"Siapa itu? Tunggu sebentar!"

Ia melihat lubang intip pintu setinggi matanya digeser terbuka, dan sepasang mata tua letih familiar yang dikenalnya melirik dan menatapnya dengan ingin tahu.

"Si-Nyonya Godiva?! Oh Tuhan!"

"Bibi Everill, ini aku."

Perempuan tua itu memekik histeris dan buru-buru membuka pintu gerbang, dan matanya terbelalak penuh rasa sayang saat ia melihat Godiva berdiri di depannya. Ia melompat menghambur untuk memeluk Godiva.

"Nyonya Godiva! Ke mana saja selama ini...? Kami semua merindukanmu!"

Godiva balas memeluk Everill, air matanya bercucuran penuh haru.

"Maafkan aku, bibi. Aku terpaksa lari, tuan memukuliku waktu itu. Dia sangat marah, dan... aku tak sanggup menghadapi amarahnya seperti itu."

"Aku sudah tahu semuanya." bisik Everill sambil melirik ke sekelilingnya, memastikan pria itu tidak berada di dekat mereka. "Karena itulah kami semua kehilangan dirimu. Dan Tullia juga... aku sangat merindukannya. Anaknya pasti sudah lahir. Semoga ia diberkati keluarga yang baik."

The Redemption of SuccubusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang