Chapter 40

512 17 6
                                    

"I am made for higher goals and by Allah
I am going my way with pride.
I allow my lover to touch my cheek
And bestow my kiss to him who craves it."

Putri Wallada bint al Mustakfi, kota Cordoba abad ke-11, Andalusia.

****

20 tahun kemudian.

"Jehanne! Ada yang terdampar di sini! Tubuhnya terkubur pasir!"

"Dia sendirian. Kasihan sekali! Apa ada yang lainnya? Sisa kapal karam atau semacamnya?"

"Aku tidak tahu! Apa kita harus panggil Papa? Kalau-kalau ada yang lainnya."

"NGUK! NGUK! NGUK!"

"Tidak perlu. Kita saja yang angkut dia. Panggil adik-adik yang lain!"

"Nguk! Nguk!"

Kesadaran Gabriel mulai kembali ketika ia mendengar semua suara riuh aneh di kepalanya perlahan menghilang. Ia hampir tak ingat apa-apa setelah amukan badai di lautan menghancurkan kapalnya yang bertolak dari Anatolia menuju Tanah Suci, kapal yang ditumpanginya bersama beberapa temannya dari Pyrenees untuk berangkat menunaikan ibadah haji di tanah Arabia.

Ia mendengar banyak cerita tentang pesona tanah Levant dari keluarga teman-temannya yang pernah berangkat ke sana dan pulang dengan selamat, ditambah cerita-cerita ibunya saat ia membantu Meridiana di sana. Semua kisah itu membangkitkan rasa ingin tahunya selama bertahun-tahun, dan berjanji pada dirinya sendiri dengan penuh tekad bahwa ia akan mengunjungi tanah itu saat ia beranjak dewasa. Godiva mendukungnya dengan sepenuh hati, dan mengingatkannya agar ia menyiapkan perbekalan jauh-jauh hari sebelum merencanakan keberangkatan ke sana. Kedua adik kembarnya, Marian dan Matthew telah tumbuh dewasa dan sangat menyayanginya. Mereka membantu Gabriel bekerja di ladang untuk menyiapkan perbekalan kakak mereka ke Tanah Suci. Gabriel kini telah tumbuh dewasa menjadi seorang pria muda tampan yang gagah dan kuat dengan postur tubuh kekar mengesankan, berkat kerja kerasnya di ladang selama bertahun-tahun. Setelah perbekalannya cukup dan mereka lebih dewasa untuk bepergian jauh, Gabriel dan teman-temannya berpamitan pada ibunya untuk berangkat menunaikan ibadah haji. Godiva menyarankan agar mereka mengambil jalur laut alih-alih darat untuk keamanan pribadi mereka, mengingat di daratan Eropa sering terjadi konflik bersenjata dengan para peziarah Kristen. Gabriel mengikuti pesan ibunya, walaupun dalam perjalanannya ke Genoa ia bertemu dengan banyak peziarah Kristen Eropa lain yang dengan senang hati bergabung bersama rombongannya, saling menjaga satu sama lain.

Aku harus menulis surat pada Mama dan adik-adikku, kalau kami baik-baik saja. Kami bertemu dengan banyak orang baik di perjalanan.

Awalnya pelayaran yang dimulai sejak awal tahun itu berlangsung dengan lancar, kapal pertama mereka berlabuh di Genoa sebelum melanjutkan perjalanan ke Anatolia. Namun saat pelayaran dari Anatolia menuju tanah Levant, kapalnya dihadang badai lautan ganas hingga karam, dan Gabriel sudah pasrah jika ia tak akan pernah tiba di Makkah, tidak bisa menulis surat pada ibunya yang cantik dan baik hati, tidak pernah menua sedikitpun selama hampir dua puluh tahun-dan tidak pernah lagi bisa melihat ibu dan kedua adiknya. Pasrah jika ia harus mati tenggelam di laut, mungkin mendiang ayahnya akan segera menjemputnya ke surga.

Sampai suara-suara aneh itu membangunkan kesadarannya dari kegelapan tanpa ujung. Dari mulai suara anak-anak, suara merdu seorang pemuda, suara panik nyaring dan memerintah seorang gadis, dan jika ia tidak salah dengar-suara monyet.

Tapi suara memerintah si gadis lah yang paling membuatnya penasaran. Ia mengira dirinya baru saja diselamatkan oleh serombongan pemain sirkus keliling yang kebetulan melewati pantai, sampai ia menyadari dirinya tengah berbaring di atas tempat tidur yang nyaman dan bersih. Pemain sirkus belum tentu tidur di ranjang nyaman seperti ini.

The Redemption of SuccubusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang